Oleh: Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah / Rektor Institut Teknologi & Bisnis Kalla)
Dalam hidupnya manusia mengejar lima hal yaitu harta, tahta, citra, cinta dan wisuda. Kelima hal ini bisa menjebak manusia ke jalan yang salah. Itu terjadi jika kelimanya dijadikan sebagai tujuan, bukan alat.
Jika harta menjadi tujuan, maka manusia akan menghalalkan segala cara. Harta haram juga diambil apalagi yang syubhat. Maka lahirlah perilaku korupsi, mencuri, menerima sogokan, penipuan dan sejenisnya. Manusia tega mengambil yang bukan miliknya untuk memperkaya diri. Itulah yang terjadi pada para koruptor. Mereka korupsi bukan karena kebutuhan tapi karena keserakahan.
Jika tahta menjadi tujuan maka manusia juga akan sikut kiri sikut kanan, saling menjatuhkan. Membeli suara dengan money politics, manipulasi perhitungan suara, fitnah, menyebar hoax untuk menjatuhkan lawan. Segala cara ditempuh asalkan bisa menang dalam pemilihan.
Lalu pada era media sosial sekarang, muncul fenomena manusia melakukan pencitraan. Ingin membangun image diri yang positif di masyarakat. Posting gambar yang tidak sesuai kenyataan. Flexing dengan memamerkan harta dan kemewahan. Bahkan kadang membuat konten yang melanggar SARA atau membahayakan nyawa. Tujuannya agar terkenal, viral, menambah followers dan lainnya.
Demikian pula dengan cinta. Manusia fitrahnya menyukai lawan jenis. Jika memperturutkan nafsu syahwat maka akan terjebak pada cinta terlarang seperti perzinahan. Atau bisa juga menggunakan sihir, guna-guna dan semacamnya untuk meraih cinta dengan paksa.
Terkait wisuda, manusia juga bisa terjebak jual beli gelar demi meraih sarjana. Muncullah perguruan tinggi abal-abal atau calo jurnal. Meskipun Kemendikbud sudah sangat ketat melakukan pengawasan, terkadang masih ada celah pelanggaran.
Agar terhindar dari jebakan kehidupan maka seharusnya harta, tahta, citra, cinta dan wisuda bukan dijadikan tujuan, tapi hanya sebagai alat. Tujuan utamanya dari semua itu adalah untuk meraih hidup bermakna (meaningful life) karena dapat memberi manfaat bagi orang lain. Meraih hidup bahagia karena memberi, bukan menerima. Bahagia karena membahagiakan orang lain, bukan mengorbankan orang lain.
Agar lebih sempurna, khususnya bagi orang yang beriman, maka harta, tahta, citra, cinta dan wisuda menjadi jalan menuju takwa dan surga. Jalan ketakwaan akan membuat kita berhati-hati dalam bertindak. Harta yang diperoleh akan dicek dua sisi, dari mana sumbernya dan untuk apa penggunaannya. Harus sumbernya halal dan penggunaannya juga baik. Halalan tayyibah.
Tahta, cinta, citra dan wisuda pun juga demikian. Apakah tahta dapat menjadi jalan menyejahterakan rakyat, ditunaikan dengan amanah dan menjadi pemimpin yang adil. Apakah cinta dapat menghindarkan diri dari maksiat. Apakah ilmu memberi manfaat bagi orang lain. Intinya adalah dengan harta, tahta, cinta dan wisuda kita semakin dekat kepada Allah karena melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Oleh: Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah / Rektor Institut Teknologi & Bisnis Kalla)
Pada bulan Rabiul Awal, lagu yang populer dan banyak diputar yaitu Rindu Rasul yang dinyanyikan oleh Bimbo dan Iin. Bahkan ada versi baru yang dinyanyikan oleh Bimbo dan cucunya. Mendengar lagu itu tak terasa keluar air mata. Ada rasa haru dan rindu kepada Rasulullah Muhammad SAW. Meski jarak antara masa sekarang dan kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah hampir 1500 tahun yang lalu.
Kerinduan muncul pada orang yang dicintai, seperti kerinduan pada orang tua yang telah meninggal dunia. Rasa rindu karena ada banyak kenangan kebaikan. Juga kenangan perilaku yang menakjubkan. Demikian pula rasa rindu kepada Muhammad SAW. Kebaikan yang paling besar yang beliau wariskan yaitu agama Islam yang mengandung ajaran aqidah, syariah, muamalah dan akhlaqul karimah.
Rasulullah lahir pada tahun 571 Masehi. Pada masa itu dua imperium dunia yaitu Romawi dan Persia yang telah berumur lebih dari 1000 tahun dan mendekati jurang kehancuran. Rasulullah diutus oleh Allah untuk membawa risalah Islam yang akan menjadi pengganti peradaban kedua imperium itu. Ibarat grafik parabola yang sedang turun, maka Islam hadir membuat parabola baru peradaban dunia.
Bayangkan, selama 22 tahun Muhammad SAW menyeru manusia ke jalan Allah. Cacian, makian, hinaan, ancaman dan boikot ia dapatkan. Beliau tidak menyerah dan terus berjuang. Hasilnya luar biasa. Berdiri Negara Islam di Madinah yang disegani Persia dan Romawi. Beliau pahlawan yang juga melahirkan banyak pahlawan. Saat wafat ada seratus ribu sahabat yang ia tinggalkan. Sahabat yang meneruskan perjuangannya membawa Islam ke seluruh penjuru dunia.
Kekuasaan yang besar dan sahabat yang banyak tak membuatnya lupa diri. Penampilannya tetap biasa-biasa saja. Tak bisa dibedakan dengan sahabatnya. Rumahnya kecil tipe sangat sederhana. Makanannya ala kadarnya. Bahkan kadang puasa karena tidak ada makanan. Jika punya harta banyak karena 20% rampasan perang untuknya, semua habis dibagikan kepada fakir miskin.
Apa yang membuatnya demikian istimewa? Cintalah itu sebabnya. Beliau mencintai semua manusia sehingga siap melakukan apapun untuk menghadirkan damai, selamat dan bahagia bagi seluruh manusia. Cintalah yang membuatnya dapat merasakan penderitaan ummatnya. Cintalah yang membuatnya sangat menginginkan keimanan dan keselamatan masyarakatnya.
Muhammad SAW menyampaikan ajaran tauhid yaitu hanya menyembah kepada Allah. Tauhid membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama. Juga membebaskan manusia dari animisme dan dinamisme serta menyembah berhala. Muhammad SAW juga mengajarkan persamaan derajat ummat manusia. Tidak ada kelebihan orang Arab dari non Arab. Tidak ada perbedaan kasta kemuliaan karena warna kulit, kekayaan dan kekuasaan. Manusia paling mulia yang paling bertakwa kepada Allah.
Muhammad SAW juga mengajarkan manusia untuk hidup bermartabat. Hidup dengan jujur, amanah, adil, penuh kasih sayang. Juga hidup penuh manfaat. Manusia terbaik yaitu yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain. Juga bermanfaat kepada lingkungan. Hemat sumber daya. Tidak menyakiti hewan dan merusak tumbuhan bahkan dalam keadaan perang.
Muhammad SAW sampai sekarang mewariskan ilmu yang dijaga oleh para ulama. Ilmu dan teladan yang sangat aplikatif dalam segala sisi kehidupan. Apapun profesi dan peran yang dilakoni kita bisa mempelajari teladan dari kehidupan beliau. Pedagang, kepala negara, kepala rumah tangga, pendidik, panglima perang, dan lain sebagainya. Telah banyak dikaji oleh para ulama bahkan orientalis non Islam.
Muhammad SAW adalah tokoh di dunia yang paling banyak ditulis kisah hidupnya. Ribuan bahkan mungkin jutaan buku telah dibuat dan dicetak untuk menggambarkan kisah hidupnya. Maka wajar saja jika Michael M. Hart penulis buku 100 Manusia Paling Berpengaruh di Dunia meletakkan Muhammad Saw pada nomor pertama. Muhammad SAW sebagai manusia paling berpengaruh sepanjang masa.
Makassar, 16 September 2024
12 Rabiul Awwal 1446 H
Oleh: Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah / Rektor Institut Teknologi & Bisnis Kalla)
Merdeka itu bebas, tapi bukan tanpa batas. Merdeka itu bebas terbatas. Itulah yang disebut bebas bertanggung jawab. Bertanggung jawab kepada siapa? Bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain, negara dan Allah. Pertama, bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti apa yang dilakukan bermanfaat dan tidak merugikan diri sendiri.
Silakan makan dan minum apa saja asalkan itu baik untuk kesehatan. Tidak cukup lagi kriteria makan dan minum hanya halal saja. Perlu diperhatikan thayyib atau baik. Sekarang ini banyak kasus anak kecil usia SD dan SMP yang harus cuci darah karena gagal ginjal. Itu karena mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak baik untuk kesehatan secara berlebihan dalam jangka panjang.
Kedua, bertanggung jawab kepada orang lain berarti apa yang dilakukan tidak merugikan orang lain. Anda bebas memutar musik keras-keras di rumah. Tapi pastikan tidak mengganggu tetangga. Anda bebas memarkir kendaraan di depan rumah sendiri, tapi tidak boleh menghalangi jalan orang lain. Hati-hati saat pasang tenda di jalan raya. Bisa jadi itu menjadi penyebab kemacetan panjang yang merugikan banyak orang.
Perlu dipahami ada kepentingan pribadi, juga ada kepentingan umum. Tidak boleh kepentingan pribadi mengorbankan kepentingan umum. Kepentingan umum harus didahulukan jika terjadi konflik dengan kepentingan pribadi. Pejabat yang korupsi karena mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok.
Korupsi itu menguntungkan koruptor, juga keluarga dan koleganya yang menikmati hasil korupsinya. Tapi tentu merugikan masyarakat. Korupsi APBD dan APBN yang diperkirakan mencapai 20-30% akibatnya kualitas infrastruktur tidak sesuai harapan. Jalanan cepat rusak. Jembatan cepat rubuh. Bangunan sekolah asal-asalan. Itu semua karena tidak bertanggung jawab kepada orang lain atau masyarakat.
Ketiga, bertanggung jawab kepada negara artinya bebas berbuat asalkan tidak melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya. Negara memiliki dasar negara yaitu Pancasila. Juga konstitusi yaitu UUD 1945. Kemudian diturunkan dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah dan aturan lainnya. Itu semua dibuat agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik.
Permasalahan muncul jika ada perilaku tidak bertanggung jawab dari warga dan pejabat negara karena mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok. Sangat berbahaya jika kelompok elit dan pejabat negara atau penguasa yang melanggar. Lebih bahaya lagi jika penguasa membuat peraturan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Atau mengubah peraturan untuk memuluskan keinginan pribadi, keluarga dan kelompok.
Keempat yaitu bertanggung jawab kepada Allah artinya ada kesadaran dan keyakinan bahwa segala perbuatan di dunia ini akan diminta pertanggungjawabannya di pengadilan akhirat. Syarat lolos yaitu tidak melanggar syariah atau ajaran agama. Dalam mua'malah prinsipnya segalanya boleh kecuali yang dilarang. Dalam ibadah prinsipnya segalanya dilarang kecuali yang diperbolehkan.
Motivasi hidupnya yaitu mardhatillah atau meraih ridha Allah. Sebelum berbuat berpikir terlebih dahulu apakah Allah ridha atau tidak. Caranya hidup dalam jalan takwa. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Semoga kita bisa menjalani hidup yang bebas bertanggung jawab. Bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain, negara dan Allah Sang Pencipta. Itulah merdeka sejati.
Oleh: Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah / Rektor Institut Teknologi & Bisnis Kalla)
Tema yang diusung untuk HUT RI ke-79 ini adalah ‘Nusantara Baru Indonesia Maju’. Tema ini dipilih karena HUT RI ke -79 bertepatan dengan tiga momen penting bagi negara Indonesia yaitu penyambutan ibu kota baru di Ibu Kota Nusantara (IKN), momen pergantian presiden, serta menuju Indonesia Emas 2045.
Harapan kemerdekaan yang memajukan dapat diraih jika kita tidak hanya merdeka raga tapi juga merdeka jiwa. Mengapa merdeka jiwa?
Perjuangan merdeka di era sekarang bukan lagi merdeka fisik tapi merdeka jiwa. Bukan lagi melawan penjajah dengan mengangkat senjata. Tapi berjuang menyucikan jiwa dengan melawan hawa nafsu serakah.
Merdeka jiwa berarti memberi ruang yang besar kepada pengembangan potensi yang Allah telah anugerahkan kepada manusia. Pendidikan salah satu jalurnya. Untuk itu dibutuhkan pendidikan yang memerdekakan. Tidak mengungkung dan membelenggu.
Kemerdekaan membutuhkan pendidikan yang memanusiakan manusia. Mendorong dan menfasilitasi manusia berkembang menuju keadaan terbaiknya sesuai fitrah, bakat dan minatnya.
Merdeka jiwa berarti membebaskan manusia dari belenggu hawa nafsu yang membuatnya lupa diri sehingga bersifat seperti binatang yang buas, egois, suka berkelahi dan menumpahkan darah sesamanya. Hawa nafsu yang membuatnya menuhankan harta, tahta dan cinta sehingga menghalalkan segala cara untuk meraihnya.
Mereka yang merdeka jiwanya akan mencari harta, tahta dan cinta dengan cara yang benar. Mencari harta yang halal sehingga jauh dari korupsi. Meraih tahta kekuasaan dengan fair dan jauh dari fitnah lawan politik. Meraih cinta yang suci dan jauh dari cinta palsu dan pencitraan.
Untuk meraih merdeka jiwa dibutuhkan perjuangan hijrah atau berpindah menuju kondisi yang lebih baik. Berpindah untuk mendekatkan diri kepada Allah sehingga jiwa kembali suci karena dihiasi dengan kebaikan, kebenaran dan keindahan. Juga jauh dari segala kemaksiatan, kejahatan, kebencian dan penindasan.
Selamat merayakan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-79. Semoga semangat kemerdekaan membuat diri kita merdeka jiwa agar dapat mewujudkan Indonesia Maju. Dapat menyiapkan generasi baru menuju Indonesia Emas 2045.
Oleh: Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah / Rektor Institut Teknologi & Bisnis Kalla)
Setiap salam pembuka atau penutup pertemuan diucapkan maka ada tiga doa yang dipanjatkan yaitu salam, rahmat dan berkah. Salam artinya keselamatan. Rahmat artinya kasih sayang. Berkah artinya kebaikan yang banyak. Ketiganya merupakan kunci untuk meraih hidup yang sukses dan bahagia.
Kita semua ingin selamat dari bahaya dan penyakit. Salah satu caranya selain dengan protokol kedisiplinan dan kesehatan juga dengan protokol keimanan. Selain dengan menjaga imun, juga dengan menjaga iman melalui do'a. Itulah do'a memohon keselamatan di ucapan salam.
Rahmat atau kasih sayang Allah juga sangat kita butuhkan. Jika Allah menyayangi hamba-Nya maka tentu tidak akan dibiarkan menderita. Akan dibantu menghadapi segala permasalahan. Ibarat orang tua yang sayang kepada anaknya, tidak akan dibiarkan terlantar.
Hanya saja cara manusia dan Allah menunjukkan kasih sayang kadang berbeda. Allah menyayangi manusia bisa saja melalui ujian berupa penyakit. Tujuannya untuk menjadi jalan ampunan dosa. Atau melalui musibah dan ujian Allah ingin manusia bersabar dan kembali kepada-Nya dengan menemukan hakikat kehidupan. Kembali bersyukur atas segala nikmat setelah lulus dari ujian.
Selanjutnya hal ketiga yaitu keberkahan yang artinya kebaikan yang banyak. Hidup yang berkah berarti hidup penuh manfaat, ketaatan dan jauh dari maksiat. Umur yang dimiliki digunakan untuk kegiatan yang positif jauh dari sia-sia apalagi dosa.
Harta yang berkah berarti halal dan thayyib. Halal sumbernya bukan hasil pencurian atau korupsi dan penipuan. Thayyib artinya penggunaannya untuk hal yang baik, bukan mubazir apalagi maksiat. Digunakan untuk diri sendiri, keluarga dan juga orang lain yang membutuhkan.
Keluarga yang berkah artinya saleh dan salehah. Suami, istri dan anak-anak menjadi jalan kebahagiaan karena tercipta rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Tercipta surga di rumah, baiti jannati, sampai akhirnya surga di akhirat.
Ilmu yang berkah cirinya bermanfaat. Apa yang dipelajari tidak hanya menjadi pengetahuan tapi juga menjadi jalan hidayah keimanan dan amal saleh. Ilmunya dapat memudahkan kehidupan manusia dan menciptakan nilai tambah dalam masyarakat.
Jabatan yang berkah yaitu memberi manfaat dan kemaslahatan untuk masyarakat. Kekuasaan yang dimiliki menjadi jalan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keputusannya demi kepentingan rakyat banyak. Bukan untuk kepentingan pribadi dan golongan.
Hati yang berkah yaitu senantiasa bahagia dan gembira dalam kondisi apapun. Ada iman di dalam hatinya sehingga bersyukur atas segala nikmat dan bersabar atas segala musibah. Itulah kunci hati yang berkah.
Kita juga ingin negeri yang berkah yaitu aman, tenteram, sejahtera lahir dan batin. Masyarakat yang saling berkasih sayang jauh dari permusuhan dan pertengkaran. Saling bahu membahu dan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Semoga kita senantiasa dapat meraih salam, rahmat dan berkah yang selalu diucapkan saat salam pembuka dan penutup majelis. Syaratnya jadikan sebagai doa dari hati yang tulus bukan hanya basa-basi pertemuan.
Oleh: Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah / Rektor Institut Teknologi & Bisnis Kalla)
Hari ini Ahad 7 Juli 2024 penanggalan Islam telah masuk di 1 Muharram tahun 1446 Hijriyah. Artinya Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya hijrah dari Mekkah ke Medinah terjadi sekitar 1446 tahun yang lalu. Mari renungi hijrah ini agar mendapatkan pelajaran, tidak berlalu tanpa makna.
Hijrah artinya berpindah. Pada zaman Nabi, pindah tempat bermukim dari Mekkah ke Medinah. Berpindah karena menjaga iman. Hijrah menjadi batu saringan dan ujian antara mereka yang beriman dan tidak. Bayangkan, berjalan kaki atau kendaraan terbatas di padang pasir sejauh 600 km dengan meninggalkan harta benda di Mekkah. Belum lagi jiwa terancam karena dicegat oleh kaum kafir Quraisy. Hanya mereka yang imannya kuat yang hijrah.
Jadi spirit hijrah itu move on. Berani berpindah dan mengambil resiko demi mempertahankan keyakinan untuk menyambut masa depan yang gemilang. Selalu ingin berubah menuju kondisi yang lebih baik lahir dan batin.
Apakah spirit tersebut masih relevan di zaman ini? Tentu saja masih relevan. Salah satu ciri zaman ini yaitu pragmatisme dan potong kompas, ingin meraih sukses dengan cepat dan menghalalkan segala cara. Tidak ingin mengikuti proses, prosedur dan aturan.
Pragmatisme melahirkan manusia egois yang tega mengorbankan siapa saja demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Tidak memiliki prinsip sehingga ikut arus meskipun tidak sesuai hati nurani.
Semangat hijrah perlu dipompakan kembali bahwa dalam hidup ada prinsip keimanan yang harus dipegang kuat dan diperjuangkan. Ada kebenaran yang harus ditegakkan meskipun langit akan runtuh.
Pada era sekarang ini banyak orang berlomba meraih kekuasaan untuk keuntungan pribadi berupa harta, wanita dan nama. Kita pun menyaksikan para pejabat yang ditangkap oleh KPK. Bahkan diberhentikan oleh Dewan Kehormatan karena pelanggaran etika. Itu semua karena hilangnya semangat hijrah yaitu konsisten dan istiqamah memegang teguh kebenaran. Hilangnya rasa malu dan menjaga martabat diri.
Pada era sekarang ini banyak pengusaha yang mencari keuntungan semata tanpa mempertimbangkan kelestarian alam dan kemanusiaan. Mereka mengeksploitasi alam dan membayar murah upah tenaga kerja demi meraih laba yang besar. Itu semua karena hilangnya semangat hijrah yaitu menjaga keadilan dan harmoni dalam kehidupan.
Semangat hijrah juga mengajarkan bahwa hidup perlu pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, harta, bahkan jiwa demi meraih kehormatan dan keselamatan jangka panjang di kehidupan akhirat. Maka di zaman ini mari selalu ingat hidup setelah mati yaitu akhirat yang abadi. Dunia hanya tempat transit menyiapkan bekal perjalanan panjang melalui iman, ilmu dan amal shaleh.
Selamat Tahun Baru 1446 Hijriyah. Selamat berhijrah lahir dan batin. Semoga sukses dalam menjalani kehidupan. Dapat meraih bahagia dunia dan akhirat. Aamiin.
Bandung, 7 Juli 2024
Syamril
Oleh: Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah / Rektor Institut Teknologi & Bisnis Kalla)
Pada hari Sabtu 15 Juni 2024 diadakan Seminar Pendidikan di SMAN 4 Pinrang. Tema yang diangkat tentang Integritas dalam Bekerja. Saya yang diminta sebagai pembicara mencoba membahas tentang 5 hal yang harus disadari dalam kehidupan agar bisa berintegritas dalam bekerja. Kelima sadar tersebut disingkat dalam akronim MIMPI yaitu manfaat, ibadah, mati, pertanggungjawaban, dan Ilahi.
Pertama, sadar manfaat. Bayangkan Anda punya air mineral gelas, namun tidak punya pipet sedotan untuk minum. Kemudian berhenti di warung pinggir jalan ingin beli pipet sedotan. Saat bertanya harga pipet sedotan, pemilik warung mengatakan "ambil saja, tidak usah bayar". Satu buah pipet sedotan buatan pabrik tidak ada harganya namun bermanfaat untuk minum.
Buatan manusia saja ada manfaatnya. Apalagi manusia sebagai ciptaan Allah pasti diciptakan agar bermanfaat. Hal inilah yang harus disadari oleh manusia bahwa keberadaan mereka di dunia untuk memberi manfaat. "Manusia terbaik yaitu yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain" kata Nabi Muhammad saw.
Kedua, sadar ibadah. Manusia beriman meyakini kebenaran firman Allah "tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku". Artinya hidup untuk ibadah. Segala perilaku dan perbuatan manusia di dunia ini harus bernilai ibadah.
Bukan hanya ibadah khusus seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Tapi seluruh perbuatan manusia selama diniatkan karena Allah, tidak melanggar syariah, memberi manfaat untuk diri sendiri dan orang lain maka dapat bernilai ibadah. Bekerja adalah ibadah. Belajar adalah ibadah. Tidur, makan, mandi dan sebagainya juga dapat bernilai ibadah.
Ketiga, sadar mati. Ada awal pasti ada akhir. Ada lahir sebagai awal kehidupan, pasti ada mati sebagai akhir hayat. Firman Allah: "setiap yang bernyawa akan merasakan kematian". "Allah tidak akan menunda kematian seseorang apabila waktu kematiannya telah datang". Manusia harus sadar bahwa tidak ada yang hidup abadi.
Oleh karena itu lakukanlah kebaikan selama hidup agar menjadi kenangan indah setelah tiada. Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan nama. Nama kebaikan jangan nama keburukan. Kematian bukan untuk ditakuti. Tapi siapkanlah diri untuk menghadapi hidup setelah mati. Saat harta, tahta, gelar, keturunan tidak lagi berguna. Saat itu yang berguna adalah amal shaleh yang bernilai pahala.
Keempat, sadar pertanggungjawaban. Setelah kematian akan ada akhirat, hari perhitungan, yaumil hisab. Hari saat seluruh perbuatan dihitung dengan teliti. Seluruh amal baik dan buruk akan dipertanggungjawabkan. Sampai akhirnya segala perbuatan baik dan buruk sekecil apapun akan diberi balasan yang sempurna.
Jika timbangan amal kebaikan lebih berat daripada amal keburukan, akan mendapatkan surga yang penuh kenikmatan. Jika sebaliknya, akan mendapatkan azab neraka yang penuh penderitaan. Mari berusaha akan bisa mendapatkan surga dan jauh dari siksa neraka.
Kelima, sadar Ilahi. Manusia beriman berharap kelak dapat bertemu dengan Allah. Itulah kenikmatan paling tinggi saat dapat melihat wajah Allah di akhirat. Apa syaratnya? "Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya", demikian firman Allah. Syaratnya amal saleh dan ikhlas karena Allah.
Semoga sadar MIMPI: manfaat, ibadah, mati, pertanggungjawaban, Ilahi membuat kita menjalani hidup dengan lebih baik. Selamat mencoba.
Makassar, 28 Juni 2024
Oleh: Syamril
Tak terasa kita sudah kembali merayakan Idul Adha 1445 H. Pada hari yang istimewa ini mari renungi hikmah dan makna Idul Adha atau Idul Qurban agar memberi bekas kepada jiwa melalui peningkatan iman, takwa, amal saleh dan akhlaqul karimah.
Menurut Ust. Adi Hidayat, ada dua kata yang perlu dipahami yaitu idul dan qurban. Id artinya kembali ke asal mula. Tahun lalu idul adha, tahun ini kembali lagi idul adha. Jika dimaknai lebih mendalam bisa juga kembali kepada Pencipta yaitu Allah. Suatu saat kita semua akan meninggal dunia dan kembali kepada Allah.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu kondisi saat kembali. Apakah husnul khotimah dan nafsul muthmainnah sehingga kembali dalam ridha, rahmat dan ampunan Allah. Firman Allah "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai. Masuklah dalam golongan hamba-Ku, dan masuklah dalam surga-Ku".
Kata kedua yaitu qurban yang artinya menjadi semakin dekat. Bukankah setiap hari kita mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah khusus dan sosial? Khusus di bulan Dzulhijjah dari tanggal 1 - 10 kita beribadah lebih intensif agar semakin dekat kepada Allah. Jadi idul qurban bukan hanya kembali shalat id tapi semakin dekat kepada Allah.
Pada momentum Idul Adha ini mari renungi peristiwa haji dan qurban. Inti ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Saat mendengarkan khutbah ibaratkan sedang wukuf di Padang Arafah. Mari renungi perjalanan hidup selama ini. Dari usia yang Allah berikan, berapa lama yang telah diisi dengan amal saleh. Jika masih banyak kesalahan segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Cari akar masalah mengapa masih banyak berbuat salah.
Selepas wukuf jamaah haji pergi ke Muzdalifah dan lanjut ke Mina melempar jumrah Aqabah di tanggal 10 Dzulhijjah. Jumrah aqabah adalah simbol hawa nafsu yang membuat manusia berbuat salah. Hancurkan itu semua dengan lemparan batu atas nama Allah. Hal ini sejalan dengan makna dan hikmah penyembelihan hewan qurban yaitu memotong semua sifat kebinatangan seperti serakah, amarah, sombong, dengki, iri hati. Jika hawa nafsu bisa dikendalikan maka muncul sifat takwa yang cenderung kepada kebaikan.
Penyembelihan hewan qurban berawal dari mimpi Nabi Ibrahim a.s di mana Allah memerintahkannya menyembelih anaknya Ismail. Disampaikannya mimpi itu ke anaknya dan Ibrahim minta pendapat Ismail. Luar biasa jawaban Ismail. Dia meminta bapaknya menjalankan perintah Allah dan berharap semoga dia termasuk golongan orang-orang sabar.
Hikmah dari kisah ini bahwa Nabi Ibrahim a.s, Ismail dan juga istrinya Siti Hajar adalah orang-orang saleh dan salehah karena punya iman, sabar, tawakkal, ridha dan ikhlas yang disingkat ISTRI. Iman membuat mereka patuh, tunduk dan taat menjalankan perintah Allah tanpa syarat, termasuk perintah menyembelih anak kesayangan semata wayang yang ditunggu hampir 100 tahun.
Sabar menjalankan perintah dengan penuh tawakkal, ridha dan ikhlas. Ternyata perintah itu hanya ujian dari Allah. Apakah Ibrahim tetap lebih cinta kepada Allah daripada cinta kepada Ismail? Ibrahim lulus ujian dan Ismail diganti dengan domba besar. Demikianlah awal mula penyembelihan hewan qurban.
Sebab peristiwa itu Ibrahim a.s digelari Allah sebagai kholilullah, kekasih Allah. Allah mencintainya karena keimanannya yang luar biasa. Mencintai Allah melebihi cinta kepada anaknya Ismail. Semoga momentum Idul Adha ini membuat kita juga dapat meraih cinta Allah melalui muhasabah diri, taubatan nasuha dan bertekad patuh pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Aamiin. Selamat Idul Adha 1445 H.
Makassar, 17 Juni 2024
10 Dzulhijjah 1445
Oleh: Syamril
Diperkirakan lebih dari 60% tubuh manusia terdiri atas air. Air sebagai komponen terbesar penyusun tubuh manusia maknanya yaitu manusia pada dasarnya memiliki sifat air. Atau bisa juga sebuah pesan agar manusia meniru sifat air. Ada 3 sifat air yang bisa ditiru . Apa saja? Mari kita bahas satu persatu.
Sifat pertama dari air yaitu selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Maknanya sifat dasar manusia yaitu rendah hati. Pesannya agar manusia bersikap rendah hati. Jika ada manusia yang tinggi hati atau sombong maka itu bukan sifat dasar manusia. Itu adalah sifat dasar Iblis yang diciptakan dari api yang selalu bergerak ke atas.
Menurut ajaran agama, ada dua ciri manusia sombong yaitu merendahkan orang lain dan menolak kebenaran. Manusia merendahkan orang lain karena merasa memiliki kelebihan dari orang lain. Kelebihan itu bisa berupa kekayaan, ilmu, kekuasaan, keturunan dan pergaulan.
Manusia menolak kebenaran karena merasa lebih pintar. Bisa juga menutup hati dari kebenaran karena yang menyampaikan lebih rendah kedudukannya. Padahal seharusnya lihat apa yang disampaikan, bukan siapa yang menyampaikan.
Agar tidak merendahkan orang lain maka harus dipahami bahwa segala yang dimiliki hanya titipan dari Allah. Hanya sementara, hakikatnya bukan hak milik tapi hak pakai. Jika Dia berkehendak akan diambil kapan saja. Kelebihan yang Allah berikan bukan untuk dipamerkan dan disombongkan. Tapi untuk dimanfaatkan bagi diri sendiri dan orang lain.
Sifat kedua dari air yaitu membersihkan. Maknanya manusia hendaknya cinta kebersihan atau suka membersihkan diri lahir dan batin. Secara lahir menjaga kebersihan dengan mandi setiap hari. Juga jika ada kotoran di badan segera dibersihkan.
Selain itu manusia hendaknya membersihkan unsur non fisik yaitu pikiran dan hati. Bersihkan pikiran dengan menjauhkan diri dari pikiran negatif dan buruk sangka kepada orang lain. Juga jauhkan diri dari informasi yang tidak benar, hoax, agitatif, provokatif, penuh kebohongan dan kebencian tanpa dasar yang jelas. Jauhkan diri dari bacaan yang dapat membuat pikiran galau, resah dan gelisah tak menentu.
Membersihkan hati yaitu dengan cara menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Dosa dari pikiran, panca indera, kaki dan tangan. Dosa karena penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Merugikan orang lain dan merusak alam untuk meraih keuntungan.
Sifat ketiga dari air yaitu menyejukkan. Jika merasa gerah karena kepanasan maka mandi akan menyejukkan. Maknanya manusia hendaknya membawa kesejukan dan kedamaian bagi orang lain. Kehadirannya dirindukan. Perilakunya penuh manfaat dan keberkahan. Pemikirannya mencerahkan. Nasehatnya membuat hati tenang.
Jangan menjadi manusia perusak dan penebar permusuhan. Perilakunya merugikan orang lain dan merusak alam. Pemikirannya meresahkan. Nasehatnya membuat galau, resah dan gelisah.
Mari meniru sifat air dalam menjalani kehidupan. Semoga dengan kerendahan hati, senantiasa membersihkan diri lahir batin dan menyejukkan dengan menebar kedamaian dan kebenaran maka kehidupan menjadi tenteram lahir dan batin.
Makassar, 7 Juni 2024
Oleh: Syamril
Dari data BPS pada 2024 ini generasi Z yang menganggur (NEET: not in employment, education, and training) mencapai 9.9 juta. Angka itu setara dengan 22.5 % dari jumlah penduduk usia muda di Indonesia. Mengapa terjadi demikian? Dari pandangan beberapa ahli ada lima penyebab yaitu lapangan kerja terbatas, tidak punya keterampilan, lulusan tidak sesuai kebutuhan kerja, mereka tak mau terbebani aturan perusahaan, serta manja dan tak mampu bersaing.
Penyebab pertama dapat dipahami karena kondisi ekonomi global dan Indonesia yang belum membaik. Apalagi Indonesia baru selesai tahun politik di mana investor biasanya menahan diri untuk investasi. Penyebab kedua sampai kelima yang perlu dicermati karena terkait dengan kondisi Gen Z yang tidak siap memasuki dunia kerja. Keempat penyebab itu dapat dibagi atas dua jenis yaitu kompetensi dan karakter. Mari kita lihat satu persatu.
Ada dua penyebab yang terkait kompetensi yaitu tidak punya keterampilan dan lulusan tidak sesuai kebutuhan kerja. Ini menjadi introspeksi bagi lembaga pendidikan khususnya di level SMA/SMK dan Perguruan Tinggi. Pemerintah dan pengelola lembaga pendidikan perlu mengevaluasi efektivitas pendidikan menengah khususnya SMK dan Perguruan Tinggi. Perlu dilihat link and match jurusan dan program studi yang ada. Juga desain kurikulumnya. Lebih penting lagi kompetensi guru dan dosen yang mengampu pelajaran serta proses pembelajarannya.
Mari kita cermati dua penyebab terkait karakter yaitu tak mau terbebani aturan perusahaan, manja dan tak mampu bersaing. Menurut KH. Abdullah Gymnastiar ada dua kategori karakter yaitu baik dan kuat disingkat baku. Karakter baik terdiri atas ikhlas, jujur, dan tawadhu. Karakter kuat terdiri atas berani, disiplin, tangguh. Sepertinya pendidikan di sekolah dan keluarga selama ini lebih menekankan pada karakter baik. Kurang mengasah karakter kuat.
Ada indikasi Gen Z kurang berani mencoba hal baru. Lebih senang berada dalam zona nyaman. Lapangan kerja formal memang terbatas. Tapi lapangan kerja non formal tidak terbatas apalagi di era digital sekarang ini. Asalkan tidak pilih-pilih dan mau mencoba dan siap bekerja keras. Siap jatuh bangun dan tangguh menghadapi dan mengatasi masalah. Tidak terjebak pada passion dan wellbeing.
Memang ideal jika mengerjakan bidang yang sesuai passion. Tapi dunia tidak selalu ideal. Pada saat kondisi tidak ideal maka dahulukan mission. Kerjakan apapun selama itu halal dan bermanfaat. Hidup tidak boleh disia-siakan dengan diam dan rebahan. Hidup harus berarti bagi diri sendiri dan orang lain.
Gen Z juga cenderung kurang disiplin dan kurang menyukai aturan yang ribet. Kesan yang muncul, mereka ingin 'seenaknya' di tempat kerja. Ingin waktu dan tempat kerja yang fleksibel. Beberapa perusahaan sudah mengakomodir. Tapi mayoritas belum bisa. Sering terjadi mereka tidak bisa beradaptasi dengan peraturan kerja yang ada. Akhirnya memilih resign atau keluar karena alasan wellbeing.
Gen Z juga kurang tangguh, terlihat manja dan kurang mampu bersaing. Hal ini terjadi menurut psikolog salah satunya karena pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan. Semua kebutuhan anak dipenuhi. Semua fasilitas dilengkapi sehingga hidup mereka nyaman dan aman tidak ada masalah.
Secara jangka pendek terlihat bagus. Namun jangka panjang saat anak-anak dituntut mandiri dan keluar dari zona nyaman orang tuanya, mereka tidak siap. Bagaimana solusinya? Gunakan pola asuh yang tidak memanjakan tapi autoritatif. Anak-anak memiliki otoritas tapi bertanggung jawab. Ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi.
Dorong anak tinggalkan zona nyaman masuk ke zona resiko tapi bukan zona bahaya. Tidak semua dipenuhi dan difasilitasi. Beri mereka ruang untuk menghadapi masalah dan resiko dalam hidupnya. Resiko yang dapat dimitigasi dan tidak membahayakan. Dorong anak mengambil keputusan sendiri dengan segala konsekuensinya. Belajar bertanggung jawab.
Mari bersama siapkan Gen Z yang kompeten dan berkarakter. Semoga dengan kompetensi unggul dan mumpuni disertai karakter yang baik (ikhlas, jujur, tawadhu) dan kuat (berani, disiplin, tangguh) mereka bisa mewujudkan Indonesia Emas yang maju, adil dan makmur dalam ridha Allah. Aamiin.
Makassar, 31 Mei 2024
Belum selesai penanganan banjir di Luwu Sulsel, muncul lagi banjir bandang di Gunung Marapi Sumbar. Padahal belum masuk musim hujan. Apakah ini bencana alam, atau bencana manusia? Kejadian banjir di Luwu diduga karena penggundulan hutan yang terjadi secara meluas untuk pertambangan dan perkebunan. Alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, didahului dengan penebangan pohon. Juga pembukaan lahan untuk pertambangan secara terbuka.
Melihat kondisi yang ada banjir yang terjadi bukan lagi murni bencana alam. Sudah ada campur tangan manusia yang merusak alam. Bagaimana menghadapinya? Bapak Dian Cahyadi, akademisi dari Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar mengatakan "Jika kita melihat bencana selalu dengan sabar. Mestinya, melihatnya dengan sadar". Dua kata kunci yang disampaikan yaitu sabar dan sadar.
Sabar dalam menghadapi musibah, mengutip kata Aa Gym, maka kita akan mampu HHN: hadapi, hayati, nikmati. Mampu menghadapi musibah dengan jiwa dan raga yang tetap stabil. Tidak akan stress berlebihan, mengeluh berkepanjangan atau putus asa. Untuk itu harus mampu menghayati musibah tersebut. Apa makna dan hikmah di balik semua kejadian. Ajaran agama sangat penting pada tahap "hayati". Jika mampu menghayati akhirnya bisa "menikmati". Muncul ridha dalam jiwa dan tawakkal kepada Allah. Pasrah kepada Allah dan menerima segala ketentuan-Nya.
Sabar wajib tapi tidak cukup. Perlu juga sadar. Apalagi musibah yang terjadi karena kerusakan alam. Manusia perlu sadar pada 3 hal yaitu PMI: pemimpin, manfaat, ibadah. Manusia harus menyadari bahwa ia adalah makhluk yang paling unggul sehingga dipilih oleh Allah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Pemimpin tugasnya menciptakan kehidupan di bumi yang aman, nyaman dan tenteram. Bukan membuat kerusakan termasuk merusak alam.
Kesadaran kedua yaitu hidup untuk memberi manfaat. Manusia terbaik bukan yang paling kaya, pintar, berkuasa dan ukuran materialistis lainnya. Manusia terbaik sesuai sabda Rasulullah yaitu yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain. Bermanfaat kuncinya memberi apa yang dimiliki untuk kemaslahatan orang lain. Wujudnya berupa tenaga, pikiran dan harta sesuai kemampuan.
Kesadaran ketiga yaitu ibadah. Tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Ibadah perlu dimaknai secara ekologis yang ruang lingkupnya terdiri atas individu, populasi, dan ekosistem. Ibadah individu yaitu ibadah yang dilakukan yang dampaknya kepada diri sendiri. Contohnya shalat dan puasa.
Ibadah populasi yaitu ibadah yang dilakukan yang dampaknya kepada diri sendiri dan orang lain.Contohnya zakat, infak dan shadaqah. Zakat ada penerima seperti fakir, miskin, anak yatim, dan sebagainya. Selain ZIS, segala aktivitas manusia yang terkait dengan orang lain yang dampaknya positif dapat dikategorikan ibadah populasi atau sosial.
Level ketiga yaitu ibadah ekosistem. Bisa juga disebut sebagai ibadah lingkungan. Implementasi ibadah di level ini yaitu manusia terlibat aktif dalam menjaga lingkungan di darat, laut maupun udara. Contohnya penanaman pohon penghijauan untuk mengurangi kadar CO2 yang berdampak pada pemanasan global. Dampak ibadah lingkungan bukan hanya pada diri sendiri dan orang lain tapi juga pada hewan, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, gunung, pantai dan makhluk Allah lainnya yang ada di bumi ini.
Semoga bencana yang terjadi kita sikapi dengan sabar dan sadar. Sabar sehingga bisa HHN: hadapi, hayati dan nikmati. Sadar PMI: pemimpin, manfaat, ibadah. Sadar sehingga dapat menjalankan peran sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, memberi manfaat, sebagai wujud ibadah kepada Allah. Ibadah yang dampaknya kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan alam semesta.
Makassar, 17 Mei 2024
Syamril
Akhir pekan lalu media sosial di Sulsel diramaikan oleh video meninggalnya Dr. H. Mujahid, M.Ag, dosen IAIN Bone. Beliau merupakan Dewan Hakim pada acara MTQ Provinsi Sulsel yang sedang berlangsung di Takalar. Meninggal saat menjadi imam shalat subuh berjamaah di Mesjid Agung Takalar pada hari Ahad 5 Mei 2024. Kematian yang indah. Akhir kehidupan yang baik atau husnul khotimah. Banyak orang yang merindukan kematian seperti itu, meninggal saat sedang melakukan ketaataan.
Apa yang menjadi rahasia sehingga beliau bisa meninggal dengan indah husnul khotimah? Syamsul Bahri, M.Pd, Wakil Direktur Athirah Wilayah Bone yg merupakan mahasiswa S1 dan S2 almarhum di IAIN Bone menyampaikan kesaksiannya tentang Dr. H. Mujahid. Ada 5 hal yang bisa diteladani dalam kehidupan almarhum.
Teladan pertama yaitu kunci akhir yang baik (husnul khotimah) adalah menjalani kehidupan dengan baik. Syamsul menuturkan "Dr. Mujahid Said, M.Ag sosok dosen dan ulama yang kharismatik. Memiliki pribadi yang ramah dan tenang, sangat disiplin dan menghargai waktu. Sangat menghindari pembicaraan yang sia-sia dan aktivitas tidak produktif.
Penuh integritas dan sangat objektif dalam memberikan nilai kepada mahasiswa. Sangat terukur berdasarkan kualitas tugas, hasil ujian, dan keaktifan kuliah".
Sikap dan perilaku beliau bisa kita teladani. Bagaimana menjalani hidup dengan disiplin, produktif, jujur, adil, hati-hati dalam bertutur, ramah, tenang, jauh dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia apalagi maksiat. Waktu terbatas dan hidup sangat singkat. Mari isi usia dengan kebaikan.
Teladan kedua yaitu senantiasa menambah ilmu melalui belajar dan mengajar. Syamsul menceritakan "Dr. Mujahid Said, M.Ag sangat konsen mendalami ilmu hadis. Aktif mengisi ceramah, khutbah, dan pengajian di berbagai tempat".
Mari kuasai bidang ilmu tertentu sampai level expert (ahli). Caranya terus belajar, segera praktekkan, berani mencoba (eksperimen), mencari pengalaman baru (experience), lakukan refleksi untuk mengambil pelajaran dan hikmah kehidupan. Jangan lupa berbagi dengan mengajarkannya kepada orang lain. Mengajar salah satu cara yang efektif untuk belajar.
Teladan ketiga yaitu menjaga shalat berjamaah. Syamsul menceritakan " dalam hal ibadah, beliau sangat menjaga shalat jamaah". Shalat yang terbaik dilakukan di awal waktu. Bagi laki-laki dilaksanakan secara berjamaah di masjid. Itulah yang beliau jaga hingga akhir hayatnya bahkan meninggal dalam keadaan shalat berjamaah. Semoga kita bisa meneladani almarhum dengan menjaga shalat berjamaah di awal waktu.
Teladan keempat yaitu mencintai Al Quran dengan rutin membaca dan mempelajarinya. Syamsul menuturkan " Dr. Mujahid Said, M.Ag memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap Al Quran. Hari-harinya diisi dengan banyak membaca Al Quran dan kitab karya para ulama".
Pada bulan Ramadhan lalu banyak umat Islam yang tiap hari membaca Al Quran bahkan tamat 30 juz selama sebulan. Selepas Ramadhan mari lanjutkan kebiasaan itu seperti almarhum Dr. Mujahid. Jika tidak bisa satu juz satu hari maka sesuai kemampuan dan kesempatan saja. Amalkan tiada hari tanpa membaca Al Quran.
Teladan kelima yaitu bercita-cita dan berdo'a agar meninggal dalam keadaan sedang berbuat baik. Syamsul menuturkan "dalam ceramahnya beliau memang sering menyinggung betapa indahnya akhir hidup dalam keadaan taat beribadah kepada Allah". Itulah cita-cita beliau dan disampaikan kepada orang lain. Tentu juga disampaikan kepada Allah melalui do'a agar senantiasa istiqamah di jalan agama.
Mari senantiasa menjalani dan mengisi hidup dengan kebaikan, menambah ilmu melalui belajar dan mengajar, menjaga shalat berjamaah di masjid pada awal waktu, membaca dan mempelajari Al Quran setiap hari, serta bercita-cita dan berdo'a agar meninggal dalam keadaan taat beribadah kepada Allah. Itulah lima teladan dari Dr. Mujahid, M.Ag agar bisa meraih husnul khotimah. Akhir yang baik dalam menjalani hidup di dunia ini. Selamat mencoba.
Makassar, 10 Mei 2023
Syamril
Kamis, 25 April 2024 bertempat di kampus Universitas Hasanuddin diadakan sosialisasi Beasiswa Kalla di kalangan mahasiswa. Saya diundang dalam sesi Meet the Leader sebagai penerima beasiswa Kalla yang sudah berkiprah sebagai leader. Saya mendapat beasiswa Kalla dari tahun 1989 saat masuk SMAN 5 Bandung sampai tahun 1997 masa kuliah S1 di ITB.
Pada akhir sesi merespon pertanyaan salah seorang peserta, saya menyampaikan 4 hal yang harus diperhatikan dalam mencari beasiswa. Apa saja? Dapat disingkat dalam kata KIDS yaitu keyakinan, ikhtiar, do'a, dan sabar.
Keyakinan terkait aspek spiritual yaitu percaya bahwa setiap makhluk hidup di bumi ini termasuk manusia telah Allah jamin rezekinya. Allah berfirman dalam Al Qur'an Surat Hud ayat 6 yang artinya: "Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya..."
Saya teringat dengan ungkapan Ummi Wahida pimpinan Pesantren Nurul Iman di Bogor pada sebuah podcast dengan Coach Yudi. Pesantren Nurul Iman memberikan beasiswa kepada 15.000 santri. Setiap hari pesantren harus memasak 7 ton beras untuk memberi makan seluruh santrinya. Apa yang menjadi keyakinan beliau sehingga bisa membiayai 15.000 santri? "Setiap santri datang membawa rezekinya masing-masing".
Keyakinan menjadi syarat wajib tapi tidak cukup. Mengutip kata-kata Aa Gym: "tugas manusia adalah menjemput rezeki melalui ikhtiar". Setelah yakin akan jaminan rezeki dari Allah, harus menjemput rezeki tersebut melalui berusaha dan bekerja. Jika ingin mendapat beasiswa maka mendaftarlah. Kirim permohonan dan penuhi semua persyaratan. Pastikan Anda layak mendapatkannya.
Sebagaimana halnya Pesantren Nurul Iman agar dapat membiayai 15.000 santrinya. Mereka memiliki sawah wakaf seluas 200 hektar yang digarap oleh masyarakat dengan sistem bagi hasil. Juga menjalankan bisnis sejumlah 59 bidang usaha. Semua dilakukan dengan pengelolaan yang profesional, bekerja sama dengan berbagai pihak. Bahkan ada kerja sama dengan Jepang.
Allah memerintahkan manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika dilakukan secara ikhlas dan tidak melanggar aturan maka bekerja akan bernilai ibadah. Allah berfirman dalam Surat At Taubah 105 yang artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu..."
Setelah keyakinan dan ikhtiar selanjutnya yang harus dilakukan yaitu berdo'a. Berdo'a dianjurkan saat hendak melakukan kegiatan, termasuk sebelum bekerja. Dengan izin Allah SWT, pekerjaan yang dilakukan dapat terselesaikan dengan lancar. Selain itu, dengan berdo'a diharapkan rezeki yang didapatkan memperoleh keberkahan. Berdo'a juga dapat memberikan ketenangan hati sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik sesuai harapan.
Do'a juga dapat menjadi jalan Allah memberikan solusi. Dikisahkan oleh Ust. Syafiq Basalamah, seorang pengangguran konsultasi ke Syaikh agar dapat pekerjaan. Syaikh memintanya untuk bangun tengah malam shalat tahajjud dan berdo'a. Setelah dilakukan selama beberapa hari dia mendapatkan ilham agar mendatangi sebuah kantor untuk melamar pekerjaan. Setelah mendatangi kantor tersebut, ternyata memang ada lowongan dan diapun diterima bekerja.
Hal terakhir yang harus diperhatikan yaitu sabar. Mengapa sabar dibutuhkan? Sekali ikhtiar belum tentu berhasil. Jika gagal harus kembali berusaha. Gagal-ulangi, salah-perbaiki hingga berhasil. Dibutuhkan daya juang dan pantang menyerah. Demikian pula dalam berdo'a, belum tentu terkabul dalam sekali berdo'a. Jangan putus asa, teruslah berdo'a. Tetaplah sabar dalam berikhtiar dan berdo'a.
Itulah 4 hal yang disingkat KIDS: keyakinan, ikhtiar, do'a, sabar. Hendaknya dimiliki oleh para mahasiswa yang mencari beasiswa, dan sarjana yang melamar pekerjaan. Juga pengusaha yang mengembangkan bisnisnya, pengelola lembaga pendidikan yang mengembangkan lembaganya, serta siapa saja yang sedang menjalani segala urusannya. Semoga keempat hal di atas dapat membantu menjalani segala urusan dengan sukses dan bahagia. Aamiin.
Makassar, 3 Mei 2024
Syamril
Kalla Institute dan Sekolah Islam Athirah
Sekitar 20 tahun lalu saya mengikuti Pelatihan Guru IPA di SDIT Nur Arrahman Cimahi Jawa Barat. Pada acara tersebut saya mendapatkan 5 kunci menjalani hidup yang disingkat 5K. Kunci ini disampaikan oleh Ust. Hanif dari Jombang, Jatim (pengembang metode Hanifida menghafal Al Quran. Apa saja? Agar mudah ingat saya mencoba menggunakan otak kanan dengan lokasi dan imaginasi.
Kunci pertama saya letakkan di kepala. Imaginasinya bahwa segala yang dilakukan harus terlebih dahulu dipikirkan secara matang dan direnungi dalam-dalam. Sehingga dilakukan sukarela dengan penuh kesadaran, bukan keterpaksaan. Jadi kunci pertama adalah kesadaran.
Ada 3 aspek kesadaran dalam hidup yang disingkat PMI yaitu pemimpin, manfaat, ibadah. Manusia harus sadar bahwa Allah menciptakannya sebagai pemimpin atau khalifah. Pemimpin diri sendiri, keluarga, masyarakat, organisasi bahkan negara. Tentu diharapkan menjadi pemimpin yang memberi manfaat, rahmatan lil 'alamin. Semua dilakukan dalam rangka menjalankan tujuan penciptaan untuk beribadah kepada Allah.
Kunci kedua saya letakkan di telinga. Allah memberikan telinga yang selalu terbuka. Tidak bisa ditutup seperti mata. Maknanya dalam hidup hendaknya kita memiliki keterbukaan pikiran, hati dan perasaan. Mau mendengarkan hal yang benar dan baik dari siapapun. Tentu saja menjalankannya sesuai kemampuan. Jadi kunci kedua yaitu keterbukaan. Keterbukaan dibutuhkan dalam 3 keadaan yang disingkat MBS yaitu musyawarah, belajar, saran.
Setiap masalah dan keputusan hendaknya dibahas melalui musyawarah. Akan diperoleh solusi terbaik jika ada keterbukaan. Setiap peserta dapat menyampaikan pendapat dan pemimpin serta peserta lain mendengarkan dengan baik. Demikian pula saat belajar juga butuh keterbukaan. Kosongkan gelas pikiran dan buka penutupnya agar dapat menerima ilmu dengan baik. Juga pada saat meminta saran dan masukan kepada orang lain. Juga butuh keterbukaan pikiran dan perasaan. Jangan baper dan merasa benar.
Kunci ketiga saya letakkan di mata. Imaginasinya, setiap hari kita melihat banyak hal namun tidak semuanya bisa diingat. Akan diingat jika hal itu dilihat dengan penuh kesungguhan. Diamati dan dicermati dengan fokus dan penuh konsentrasi. Jadi kunci ketiga yaitu kesungguhan. Menjalani hidup dengan penuh kesungguhan atau mujahadah membutuhkan pengorbanan. Ada 5 hal yang biasanya dikorbankan yang disingkat WTP HaJi yaitu waktu, tenaga, pikiran/perasaan, harta, jiwa.
Belajar, bekerja, beribadah, bergaul, berkarya dan aktivitas lain merupakan wujud kesungguhan menjalani hidup. Itu semua butuh waktu, tenaga dan pikiran/perasaan. Ada juga yang butuh harta seperti ibadah zakat, haji, umroh, sedekah dan lainnya. Bahkan sampai butuh pengorbanan jiwa seperti perang atau jihad melawan musuh seperti Palestina melawan penjajahan Israel di Gaza.
Kunci keempat saya letakkan di mulut. Saat kita makan ada banyak organ dan zat yang ikut bekerja. Ada gigi, lidah, air liur dan lainnya. Semua saling membantu dan bekerja dalam kebersamaan. Jadi kunci keempat yaitu kebersamaan. Bekerja dalam tim menjadi kebutuhan karena tidak ada manusia yang serba bisa. Dalam hidup butuh kerja sama.
Ada 3 syarat agar kebersamaan dalam tim dapat terbangun. Dapat disingkat dalam PHP yaitu percaya, hargai, peduli. Saling percaya menjadi pondasi kerja sama. Tanpa rasa percaya, tidak mungkin bisa bekerja sama. Kemudian didukung oleh saling menghargai dan peduli. Hal itu membuat suasana tim menjadi dinamis dan saling support.
Kunci kelima saya letakkan di dada. Di dalam rongga dada ada jantung yang terus berdetak sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia. Jantung merupakan organ tubuh yang sangat setia. Terus berdetak dalam kondisi apapun. Jadi kunci kelima adalah kesetiaan. Menjalani kehidupan dengan segala interaksinya butuh kesetiaan.
Ada 4 jenis kesetiaan yang dapat disingkat dalam kata IPMI yaitu institusi, profesi, misi, ilahi. Bagi karyawan dituntut setia dan loyal pada tempat kerjanya. Selain itu juga setia pada profesi yang digeluti. Lebih jauh lagi setia pada misi pribadi dan organisasi. Akhirnya setia pada Ilahi dengan beribadah kepada Allah, berusaha menjalankan perintah Nya dan menjauhi larangan Nya sampai akhir hayat.
Mari berusaha memiliki lima kunci kehidupan yang disingkat 5K yaitu kesadaran PMI (pemimpin, manfaat, ibadah), keterbukaan MBS (musyawarah, belajar, saran), kesungguhan WTP HaJi (waktu, tenaga, pikiran, harta, jiwa) kebersamaan PHP (percaya, hargai, peduli) dan kesetiaan IPMI (institusi, profesi, misi, Ilahi). Semoga kelimanya dapat membantu menjalani hidup yang berkah dan penuh manfaat sukses dunia akhirat. Selamat mencoba.
Makassar, 26 April 2024
Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Rektor Kalla Institute
Hari senin 16 April 2024 program kultum subuh masjid Al Ukhuwah Bukit Baruga Makassar kembali jalan setelah Ramadhan. Hari senin diisi oleh ust. Faizal Abdillah dan membahas tentang tiga tanda sukses Ramadhan. Menurut ust. Faizal, Ramadhan adalah bulan madrasah atau pendidikan. Ada 3 ciri-ciri mereka yang berhasil lulus dalam pendidikan ramadhan yaitu ikhlas, sabar, dan semangat. Dapat disingkat dalam akronim ISS.
Ciri pertama yaitu ikhlas. Ikhlas artinya tulus tanpa pamrih, melakukan sesuatu semata-mata karena Allah. Cirinya tetap berbuat baik meskipun tidak mendapat pujian. Atau tidak berhenti berbuat baik meskipun mendapatkan cacian dan hinaan. Semua tetap dilakukan karena Allah.
Puasa sebagai ibadah rahasia antara manusia dan Allah. Hanya Allah dan yang berpuasa yang tahu. Bisa saja manusia berpura-pura puasa. Tapi itu tidak dilakukan karena yakin Allah pasti Tahu. Keyakinan ini akan membuat kita ikhlas dalam beramal. Melakukan sesuatu bukan karena penilaian dan malu kepada manusia. Semua dilakukan karena Allah semata.
Ciri kedua yaitu sabar. Puasa melatih kita menahan diri dari 3 hal yang membatalkan puasa yaitu makan, minum dan hubungan suami istri. Ketiga hal itu di kondisi normal adalah hal yang halal dan mubah. Namun menjadi haram saat puasa. Logikanya yang mubah dan halal saja bisa dihindari apalagi yang haram.
Harapannya setelah bulan Ramadhan lebih mudah menjauhkan diri dari yang diharamkan. Tidak lagi berbuat maksiat dan dosa. Meskipun tantangannya besar karena saat Ramadhan kita terkondisikan oleh suasana dan lingkungan. Keberkahan ramadhan membuat kita semangat beribadah dan menjauhi maksiat dan dosa.
Sabar ada tiga jenis yaitu sabar menghadapi musibah, menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Puasa melatih sabar jenis kedua dan ketiga. Sabar menghadapi musibah kadang lebih 'mudah' karena tidak ada pilihan. Sabar menjalankan perintah dan menjauhi larangan lebih sulit karena melawan hawa nafsu dan rasa malas. Itulah yang dilatih di bulan Ramadhan.
Pada bulan Ramadhan berpuasa dan shalat berjamaah wajib dan tarawih terasa lebih mudah karena dilakukan bersama-sama. Pada bulan Syawal ada perintah puasa sunnah 6 hari. Biasanya terasa lebih berat karena tidak semua orang melakukannya secara bersama-sama. Puasa di saat orang lain makan dan minum tentu lebih berat tantangannya. Di sinilah hasil pendidikan Ramadhan diuji. Apakah tetap berpuasa karena Allah dan sabar menjalankannya. Untuk memudahkan bisa juga lakukan bersama-sama satu keluarga atau jamaah masjid.
Ciri ketiga yaitu semangat. Madrasah ramadhan telah melatih kita memiliki semangat ibadah yang semakin tinggi pada 10 terakhir Ramadhan. Ibarat kuda pacu, semakin kencang berlari menjelang garis finish. Tidak hanya shalat tarawih tapi juga shalat tahajjud memburu lailatul qodar. Banyak masjid besar dan kecil yang penuh dan hidup dengan shalat tahajjud berjamaah.
Harapannya semangat itu tetap ada meskipun Ramadhan telah berlalu. Harapannya di bulan Syawal masih semangat shalat tahajjud dan tilawah Al Quran. Meskipun lebih sulit karena lelah seharian keliling berkunjung ke keluarga dan teman. Lelah baru pulang mudik dari kampung halaman.
Di sinilah hasil pendidikan Ramadhan diuji. Tetap semangat meski Ramadhan telah berlalu. Jangan sampai pasca Ramadhan kita tidak lagi shalat malam. Tidak lagi membaca Al Quran karena sudah khatam di Ramadhan. Mari tetap semangat shalat malam dan tilawah Al Quran. Meskipun intensitas dan kuantitasnya tidak seperti di Ramadhan.
Semoga kita menjadi manusia yang sukses menjalani pendidikan Ramadhan. Sukses karena memliki tiga ciri-ciri yaitu ikhlas, sabar, dan semangat (ISS). Dengan tiga ciri tersebut menjadikan kita seperti membuka lembaran baru kehidupan. Menjadi manusia terbaik yaitu manusia bertakwa. Amin.
Makassar, 19 April 2024
Syamril
Pada tahun ini 1 Syawal 1445 akan jatuh pada hari Rabu 10 April 2024. Umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Fitri setelah sebulan penuh berpuasa. Umat Islam akan berlebaran baik di kota maupun desa. Mudik tahun 2024 yang diperkirakan mencapai 193.6 juta pemudik atau naik 30% dari tahun sebelumnya, dilakukan untuk berlebaran di kampung halaman.
Mari merenung sejenak, selepas puasa apakah lebaran kita tipe ular atau ulat? Ular dan ulat dalam fase hidupnya menjalani puasa. Namun terdapat perbedaan ‘hasil’ dari puasanya. Puasa ular hanya menghasilkan pergantian kulit. Ular karakternya tetap sama dengan sebelumnya. Tetap berbisa dan berbahaya bagi manusia.
Berbeda dengan ulat. Setelah puasa dalam kepompong, ulat berubah menjadi kupu kupu yang cantik. Tidak hanya secara fisik berubah juga karakternya. Jika saat masih berwujud ulat, ia adalah musuh tumbuh-tumbuhan karena memakan daun dengan sangat rakus. Namun setelah berubah menjadi kupu-kupu, ia menjadi sahabat tumbuh-tumbuhan karena membantu penyerbukan.
Puasa yang dijalani oleh umat Islam pada bulan Ramadhan ini juga bisa seperti ular atau ulat. Jika puasanya hanya sekadar ritual rutin belaka, saat lebaran hanya memakai baju baru tanpa ada perubahan akhlak yang lebih baik. Itu tipe puasa ular, lebarannya pun lebaran ular. Jadi hanya menggugurkan kewajiban saja, tidak mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah SWT.
Lebaran tipe ulat diperoleh jika selama puasa juga melatih pembiasaan akhlaqul karimah. Seluruh panca indera, pikiran dan hati berpuasa dari dosa dan maksiat. Lalu memperbanyak amal shaleh melalui berbagi dan peduli kepada kaum dhuafa. Setelah selesai puasa, diharapkan menjadi karakter baik yang sudah menjadi kebiasaan baru. Maka itulah puasa tipe ulat karena berubah menjadi lebih baik. Lebarannya pun lebaran ulat.
Kebiasaan baik yang menjadi karakter, tidak akan bisa terwujud jika hanya karena dorongan kewajiban belaka. Akhlak yang baik akan kokoh tumbuh pada diri jika didasarkan pada kesadaran yang dibangun oleh iman dan ilmu. Iman berarti keyakinan yang kokoh khususnya pada Allah dan Hari Akhir.
Bukan hanya keyakinan bahwa Allah itu Ada tapi juga Allah Maha Melihat, Menyaksikan apa diperbuat oleh manusia. Lalu semua amal perbuatan yang dilakukan di dunia kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Ini akan membuatnya berhati hati menjalani kehidupan ini dan berusaha untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Dasar kedua yaitu ilmu. Sudah menjadi logika universal bahwa manusia menyenangi kebenaran, kebaikan dan keindahan. Seseorang yang memiliki akhlak mulia seperti jujur, menghargai orang lain, santun, penyantun, mampu menahan amarah dan pemaaf akan banyak disenangi oleh orang lain. Itu semua merupakan ciri orang bertakwa yang merupakan tujuan puasa.
Semoga ibadah puasa yang kita lakukan selama sebulan terhindar dari tipe puasa ular yang hanya mendapatkan baju baru tanpa ada karakter baru. Mari berusaha meraih puasa tipe ulat yang menghasilkan perubahan akhlak baru yang lebih baik, bermanfaat dan memberi rahmat bagi seluruh alam.
Mari bertekad selepas Ramadhan tetap melanjutkan amal kebajikan. Gaskan kebaikan melalui ibadah puasa sunnah, shalat wajib berjamaah, rawatib, dhuha dan tahajjud, juga tilawah Al Qur'an, dzikir dan doa. Rajin belajar ilmu agama agar iman tetap bersemi di hati. Tetap berinfak harta, waktu, tenaga dan pikiran untuk kemaslahatan sesama.
Juga berhenti berbuat maksiat karena dorongan hawa nafsu syahwat, serakah, sombong dan amarah. Semoga taqwa berdampak sepanjang masa. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan - Nya. Semoga Allah menerima seluruh amal kita selama Ramadhan. Taqabbalallahu minna wa minkum, Aamiin.
Makassar, 9 April 2024
Syamril
Mobil matic yang semakin banyak dipakai di era sekarang, hanya punya dua injakan yaitu gas dan rem. Saat awal belajar naik mobil yang dipelajari adalah kapan menginjak rem dan kapan menginjak gas. Salah menginjak rem atau gas akibatnya bisa fatal. Tabrakan dan kecelakaan bisa terjadi jika terlambat menginjak rem atau terlalu kencang menginjak gas.
Antara rem dan gas mana yang paling penting? Mana yang lebih berbahaya mobil yang gasnya rusak atau yang remnya blong? Ternyata banyak kecelakaan terjadi bukan karena gasnya rusak tapi karena remnya blong.
Demikian pula dengan kehidupan. Begitu berbahaya jika rem kehidupan ini blong. Akibatnya hawa nafsu tidak akan terkendali. Apapun yang diinginkan harus terwujud. Nafsu syahwat, nafsu amarah, nafsu serakah dan nafsu lain yang membahayakan serta menghancurkan kehidupan menjadi penguasa.
Nafsu syahwat yang tidak terkendali maka terjadi perzinahan, pemerkosaan, pelecehan, dan penyimpangan seksual di mana-mana apalagi di era sekarang ini.
Nafsu amarah yang tidak terkendali akibatnya tawuran antar kampung, geng motor, begal sampai pembunuhan terjadi setiap hari. Bahkan dalam tingkat yang lebih luas mengakibatkan perang antar negara sejak zaman dahulu kala.
Nafsu serakah yang dipelihara akibatnya penipuan, penindasan dan cara-cara licik dan manipulatif dilakukan khususnya di bidang bisnis dan politik.
Mengapa banyak suami istri yang bercerai? Karena nafsu syahwat yang tidak terkendali sehingga terjadi perselingkuhan dan perzinahan.
Mengapa KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan bullying banyak terjadi? karena nafsu amarah tidak terkendali, hanya karena hal yang sepele memancing kekerasan terjadi.
Mengapa ekonomi rumah tangga kacau balau? Karena nafsu serakah yang tidak terkendali, tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Tergoda oleh iklan dan gengsi meskipun harus terbebani cicilan yang tinggi.
Bagaimana mencegah dan mengatasi itu semua? Perlu pengendalian diri. Menahan nafsu syahwat dan menyalurkannya hanya pada yang halal. Menahan amarah dengan berpikir sebelum bertindak. Menghancurkan keserakahan dengan mendahulukan kebutuhan daripada keinginan serta peduli pada orang lain. Peduli dengan berbagi.
Bulan Ramadhan yang didalamnya setiap orang yang beriman selama 1 bulan berpuasa adalah latihan pengendalian diri. Nafsu syahwat terkendali dengan melarangnya pada yang halal dari fajar sampai magrib.
Nafsu amarah terkendali karena puasa membuat orang tidak mudah marah karena tubuh kurang energi. Orang yang berpuasa dilarang marah karena akan menghapuskan pahala puasanya.
Nafsu serakah pun terkendali karena manusia jadi sadar bahwa kebutuhan perutnya terbatas meskipun telah seharian berpuasa. Kita pun diajurkan berbagi melalui zakat, infak dan shadaqah untuk mengikis keserakahan dan menyuburkan kebersamaan.
Lebih penting lagi pengendalian diri kita bukan karena orang lain tapi karena Allah. Kita tidak berani melakukan berbagai perbuat keji dan kemungkaran karena kita malu pada Allah yang Maha Melihat.
Ibadah puasa melatih kita untuk merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan. Inilah pengendalian diri yang paling ampuh. Bukan malu pada orang lain saja. Bukan juga malu pada diri sendiri, tapi malu pada Allah.
Makassar, 22 Maret 2024
Syamril
Rektor Kalla Institute
Direktur Sekolah Islam Athirah
Prophetic dari kata prophet yang artinya nabi. Jika diterjemahkan secara bebas prophetic leadership artinya kepemimpinan yang bersifat kenabian. Hal ini merujuk kepada kepemimpinan Muhammad SAW selama 23 tahun memimpin masyarakat Islam mewarnai peradaban dunia. Ada 4 sifat dari kepemimpinan Muhammad SAW. Agar mudah diingat disingkat dalam kata FAST yaitu fathonah, amanah, shiddiq, tabligh.
Mengapa disingkat FAST? Karena keempat sifat itu membuat Muhammad saw tidak hanya berhasil dalam memimpin tapi juga meraih keberhasilan dengan cepat (fast). Tulisan ini mencoba menjabarkan keempat sifat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Hal ini merujuk pada pemikiran Dr. Muhammad Syafii Antonio (MSA), pakar yang telah mengkaji dan menuliskan puluhan buku tentang kepemimpinan Muhammad SAW yang diterbitkan oleh Tazkia Publishing pada tahun 2013. Juga video pendek beliau di youtube pada tahun 2024.
Fathonah artinya cerdas. Mampu memahami suatu permasalahan dengan cepat dan tepat. Juga menguasai bidang keilmuan tertentu. Biasanya ditunjukkan dalam kualifikasi pendidikan seperti sarjana, magister atau doktor. Juga menguasai data-data sesuai bidang atau cakupan kepemimpinannya. Jika pemimpin publik dia menguasai data pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya.
Ada 7 value dari fathonah yaitu knowledge and learning, itqan & quality, strategic & tactful, mushawarah, time management, evaluation & continuous improvement, dan tawakkal. Pemimpin yang cerdas itu berpengetahuan dan terus belajar sehingga bekerja dengan kualitas tinggi. Memiliki strategi dan taktik yang baik. Selalu bermusyawarah, dan mengelola waktu dengan efektif. Melakukan evaluasi dan perbaikan berkelanjutan serta berserah diri kepada Allah dalam segala tindakan. Hal itu akan membentuk pemimpin yang memiliki profesionalism, quality and competence.
Amanah artinya terpercaya. Bisa mengemban tanggung jawab. Mengelola anggaran dengan laporan Wajar Tanpa Pengecualian. Pejabat yang amanah tidak akan ada kenaikan hartanya yang tidak wajar. Tidak akan menggunakan kekuasaan untuk bisnis, penambahan aset dan proyek.
Amanah akan menjadikan pemimpin memiliki interpersonal capital atau modal hubungan antar personal. Hal itu terwujud jika memiliki 7 value yaitu trustability (dapat dipercaya), justice (adil), fulfilling commitment (komitmen penuh), transparency (transparan), independency (kemerdekaan), emotional physical fitness (fisik dan emosional yang sehat), dan accountability & responsibility (akuntabilitas dan tanggung jawab).
Shiddiq artinya integritas, kejujuran, apa adanya. Memiliki pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci dan sesuai. Suci dalam arti benar, baik dan indah. Sesuai dalam arti sejalan tidak bertentangan. Merupakan cerminan kepribadian, intelektualitas, dan spiritualitas.
Shiddiq akan membentuk pribadi yang unggul (personal excellence). Hal itu terwujud jika memenuhi 7 value yaitu tauhid (mengesakan Allah), honest (jujur), peace of mind (tenang), patience (sabar), thankful (syukur), halal oriented (anti korupsi), dan istiqamah (konsisten).
Tabligh artinya mengkomunikasikan dengan seksama. Tutur katanya santun, bahasanya teratur, sistematis, dapat dipahami semua kalangan baik di desa, kota maupun mancanegara. Bicaranya padat dan dalam waktu singkat materi tersampaikan. Juga dapat mendengarkan dengan baik ide, masukan dan pemikiran dari orang lain. Berani berdialog untuk membangun saling memahami dan mencari ide dan solusi yang terbaik.
Tabligh dapat mewujudkan visionary and communicative leadership. Syaratnya memenuhi 7 value yaitu clear vision (visi yang jelas), shared mission (misi yang terbagi), effective communication (komunikasi yang efektif), teamwork (kerja sama), motivating and inspiring (memotivasi dan menginspirasi), care compassionate (peduli dengan tulus), dan leading with example (memimpin dengan contoh).
Demikian penjelasan singkat tentang prophetic leadership, pemimpin yang bersifat kenabian dari Muhammad Syafii Antonio. Bagi kita yang mengemban amanah sebagai pemimpin dalam bidang dan tingkatan apapun, mari menerapkan kepemimpinan Muhammad saw yang FAST yaitu fathonah (cerdas), amanah (terpercaya), shiddiq (jujur), dan tabligh (komunikatif). Mari mengembangkan diri agar memiliki ciri-ciri pemimpin yang FAST.
Semoga penerapan prophetic leadership dapat membantu kita meraih keberhasilan dalam mengemban tugas sebagai pemimpin. Dapat menjadi pemimpin yang adil, sukses dunia dan akhirat. Sebagaimana Muhammad saw menjadi pemimpin yang dirindukan dan dikenang sepanjang zaman. Selamat mencoba.
Makassar, 2 Februari 2024
Syamril
Perkembangan teknologi di era industri 5.0 telah mengubah cara kerja dan budaya manusia. Kemajuan teknologi yang semakin pesat melahirkan berbagai alat yang memudahkan manusia berkomunikasi, belajar dan bekerja. Kemajuan teknologi berakibat pada gaya hidup manusia yang ingin serba cepat. Muncullah berbagai produk yang menawarkan kecepatan. Ciri pertama era sekarang adalah serba cepat.
Kemudahan manusia mengakses informasi membuat mereka bisa mendapatkan data yang lengkap tentang sesuatu. Meskipun juga banyak beredar hoax. Jika manusia dapat mengolah dan mengelola dengan cermat dan kritis informasi yang berlimpah tersebut maka ia dapat mengambil keputusan dengan tepat. Tindakannya berdampak positif, dan menguntungkan dirinya dan orang lain. Jadi ciri kedua era masa kini yaitu ketepatan.
Era sekarang ditandai dengan berkembangnya media sosial yang tanpa hirarki. Siapa saja dapat saling berkomunikasi dan menyapa tanpa protokoler birokrasi. Media sosial telah melahirkan kehidupan manusia yang serba terhubung. Dampak positifnya manusia memiliki banyak teman dan sahabat. Itulah era media sosial yang tanpa hirarki dan kasta. Membangun relasi dengan semangat bersahabat. Jadi ciri ketiga era masa kini yaitu bersahabat.
Kepedulian sosial, lingkungan, kemanusiaan dan keberlanjutan menjadi ciri era masa kini. Munculnya banyak relawan dan gerakan peduli lingkungan, penggalangan dana sosial dan kemanusiaan menjadi bukti nyata. Kepekaan terhadap nilai-nilai dan etika juga menjadi ciri pada era sekarang. Pencarian kembali makna menuju kebahagiaan sejati dan hidup yang bermartabat. Jadi ciri keempat masa kini yaitu bermartabat.
Itulah era 5.0 yang memiliki empat ciri utama yaitu cepat, tepat, bersahabat dan bermartabat. Bisnis yang ingin terus eksis, tumbuh dan berkembang harus mampu memberi layanan dengan cepat, tepat dan bersahabat. Juga bermartabat karena peduli pada lingkungan, kemanusiaan dan etika sesuai prinsip dan standar ESG (environmental, social, governance). Demikian pula dengan kepemimpinan, dibutuhkan yang cepat, tepat, bersahabat dan bermartabat. Itulah pemimpin 5.0.
Ciri pemimpin 5.0 yang cepat yaitu tanggap dalam merespon keluhan customer eksternal maupun internal. Keluhan pengguna jasa atau pembeli produk dilihat sebagai masukan yang sangat berharga. Keluhan dari karyawan didengarkan dengan baik dan direspon dengan cepat. Cepat dalam mengambil keputusan. Tentu saja keputusannya tidak sembrono tapi cermat dan tepat disertai eksekusi yang cepat dan tepat.
Pemimpin yang tepat memiliki ciri utama yaitu memiliki kecerdasan dan kompetensi personal, sosial dan profesional yang baik. Tantangan dan masalah semakin kompleks membutuhkan pemimpin handal yang mampu mengatasi masalah organisasi sesulit apapun. Permasalahan yang semakin kompleks membutuhkan kecerdasan dan kemampuan berpikir yang kritis, kreatif, fleksibel, komprehensif, mendalam dan multi perspektif. Memiliki wawasan yang luas sehingga mampu melihat masalah secara menyeluruh. Berani mencoba hal baru sebagai terobosan yang kreatif, inovatif dan adaptif.
Pemimpin juga harus memiliki kompetensi 'pedagogik' yang mampu mengembangkan diri sendiri dan timnya. Terus belajar hal baru dan mampu melatih, mendidik, mengajar, melakukan coaching dan menfasilitasi timnya untuk terus tumbuh dan berkembang. Membantu timnya agar mampu bekerja dengan baik. Menyiapkan timnya siap menjadi kader pelanjut kepemimpinan.
Pemimpin juga harus bersahabat. Dapat berempati dengan masalah timnya. Mendengarkan keluhan dengan penuh perhatian. Berbicara dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan. Perhatian dengan setiap anggota timnya. Bersikap ramah, sopan dan santun. Mudah berbicara secara personal. Tidak ada ketakutan tim untuk bertemu dengan pemimpinnya. Musyawarah, open communication, build trust, empowering, menghargai prestasi. Memotivasi tim dengan visi, imaginasi, harapan dan impian.
Pemimpin juga harus bermartabat. Mendasari segala keputusan, sikap dan perilakunya pada nilai-nilai, etika dan peraturan. Peduli sosial, lingkungan, kemanusiaan dan keberlanjutan. Memberi makna atas segala program, tindakan dan keputusannya demi kebahagiaan bersama, adil dan bijaksana. Serta niat mulia sebagai ibadah kepada Allah.
Semoga kita yang telah menjadi pemimpin dapat memiliki empat ciri pemimpin 5.0 yang cepat, tepat, bersahabat dan bermartabat. Jika masih ada yang kurang, segera benahi diri agar tetap eksis di era 5.0. Bagi yang ingin jadi pemimpin, mari siapkan diri agar bisa menjadi pemimpin 5.0. Bagi yang memilih pemimpin di level apapun, pilihlah yang cepat, tepat, bersahabat dan bermartabat. Seimbang intelektual, profesional, emosional, sosial dan spiritual.
Makassar, 19 Januari 2024
Syamril
Maulid Nabi Muhammad SAW hendaknya dijadikan momentum untuk merenungi nikmat paling besar yang Allah berikan kepada ummat manusia yaitu dilahirkannya Rasulullah Muhammad SAW. Beliau adalah manusia ciptaan Allah yang terbaik. Penutup para Nabi, penyempurna risalah yang dibawa oleh para nabi dan rasul sejak Nabi Adam sampai Nabi Isa as.
Kehadiran Nabi Muhammad SAW yang membawa ajaran Islam telah mengubah dunia. Semula masyarakat di Kota Mekkah dan sekitarnya di Jazirah Arab hidup dalam zaman jahiliyah. Kedzaliman, penindasan, ketidakadilan dalam segala kehidupan, penyembahan berhala dan berbagai kebiasaan buruk lainnya perlahan-lahan hilang dengan datangnya Islam. Setelah seluruh Jazirah Arab di bawah naungan Islam maka terciptalah keamanan, keadilan, ketenteraman dan kesejahteraan.
Dari renungan dan bacaan penulis, ditemukan ada 4 keyakinan dan kesadaran yang berhasil ditanamkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Keyakinan dan kesadaran itu kemudian tumbuh dan berkembang sampai sekarang dan menjadi kunci kejayaan Islam. Keyakinan dan kesadaran tersebut yaitu 'ubudiyah, ihsaniyah, ukhuwah dan jama'ah.
Keyakinan 'ubudiyah yaitu meyakini bahwa manusia adalah hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Segala aktivitas harus bernilai ibadah dengan syarat diniatkan ikhlas semata-mata untuk Allah, dan sesuai tuntunan syariah. Aktivitas tidak hanya ibadah khusus seperti shalat, puasa, haji, membaca Al Qur'an dan lainnya tapi juga aktivitas umum seperti bekerja, belajar, istirahat, tidur, berdagang dan lain sebagainya. Semuanya harus bernilai ibadah dan merupakan persembahan kepada-Nya.
Hidup di dunia bukan hanya mencari harta, tahta dan kesenangan duniawi lainnya. Hidup di dunia untuk menyiapkan bekal kehidupan akhirat yang kekal abadi. Bekalnya bukan uang dan jabatan tapi pahala. Agar dapat pahala maka niatkan segala aktivitas sebagai ibadah, berhati-hati menjalaninya, ikuti perintah dan jauhi larangan Allah.
Selanjutnya hal kedua yaitu kesadaran ihsaniyah. Ihsan artinya keutamaan atau kebaikan. Keutamaan dalam melakukan sesuatu secara baik dan benar, maksimal dan profesional. Semua itu dilakukan bukan karena pengawasan manusia atau atasan. Tapi timbul dari keyakinan bahwa ada Allah yang selalu mengawasi.
Kesadaran ihsaniyah meyakini segala aktivitas merupakan amal shaleh yang senantiasa diketahui dan dalam pengawasan Allah SWT. Dampaknya adalah lahirnya manusia yang jujur, bertanggung jawab, amanah dan profesional. Bekerja dengan sebaik-baiknya, tepat, sempurna, tuntas, efektif-efisien, kreatif, inovatif. Semua itu mendorong tercapaianya hasil dan prestasi yang terbaik.
Hal ketiga dan keempat yang ditanamkan oleh Rasulullah yaitu kesadaran ukhuwah dan jamaah. Ukhuwah adalah persaudaraan. Persaudaraan melahirkan kepedulian, tolong menolong, saling menghargai, toleransi, silaturrahim. Semuanya menjadi modal utama untuk bekerja sama dan sinergi dalam jamaah. Bekerja dalam tim, saling menopang dan menguatkan.
Jama'ah adalah kesatuan yang di dalamnya ada imam (pemimpin) dan makmum (pengikut) sebagaimana dalam shalat berjamaah. Hidup dalam jama'ah melahirkan kekuatan jika pemimpinnya adil dan penuh kasih sayang. Juga pengikutnya patuh dan taat pada pemimpin selama pemimpinnya berpegang teguh dalam kebenaran. Kekuatan jama'ah akan memudahkan mencapai tujuan dan visi bersama selama dalam jama'ah ada saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Berbekal 4 keyakinan dan kesadaran tersebut maka bangkitlah Islam from zero to hero. Semula tidak diperhitungkan karena lahir dari kawasan tandus di Jazirah Arabiyah. Kemudian menjadi kekuatan besar yang dapat mengalahkan Romawi dan Persia pada masa itu.
Makassar, 28 September 2023
Syamril
Kehidupan di kota besar bagi para kaum pekerja adalah kehidupan yang penuh perjuangan. Pergi subuh pulang malam bagi mereka yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya adalah rutinitas harian. Kemacetan menjadi menu dan teman perjalanan. Sehari bisa habis 4 jam di jalan. Apalagi saat jam berangkat dan pulang. Sungguh sebuah kehidupan yang kurang sehat lahir batin.
Kondisi itu juga mulai menular ke kota-kota lain termasuk Makassar. Kemacetan di sore hari saat pulang kerja sudah menjadi pemandangan biasa. Jalan protokol seperti Pettarani, Alauddin dan Urip Sumoharjo setiap hari selalu macet di pagi dan sore menjelang malam.
Kehidupan yang demikian berdampak pada tingkat stress warga yang tinggi. Akibatnya kesehatan mental menurun. Jiwa dan raga tidak imbang. Jika ini terus berlanjut dalam waktu panjang maka kebahagiaan menjauh dari kehidupan.
Apa solusinya? Mengurai kemacetan tentu sulit dilakukan. Maka sebagai warga yang bisa kita lakukan adalah mencoba pola hidup yang seimbang antara kerja dan kehidupan. Itulah yang disebut work life balance.
Konsepnya memanusiakan diri sendiri. Manusia terdiri atas 4 unsur yaitu 4R : raga, rasio, rasa dan ruh. Perhatikan dan berikan 'makanan' kepada keempat unsur tersebut maka hidup akan seimbang.
Raga diperhatikan selain dengan gizi yang seimbang juga dengan olahraga yang teratur. Perlu dijadwalkan minimal dua kali sehari olahraga yang berkeringat. Jika pun sulit minimal tiap hari jalan kaki 30 menit di pagi hari. Beberapa perumahan seperti Bukit Baruga warganya membuat komunitas pejalan kaki.
Rasio diperhatikan dengan melatih berpikir jernih melalui bacaan yang bergizi. Jauhkan diri dari hoax. Jangan ikut-ikutan sebar hoax. Saring sebelum sharing. Berpikir sebelum bertindak. Tahan sebelum merespon suatu berita. Periksa apakah benar, baik dan bermanfaat.
Rasa diperhatikan dengan seni dan kepedulian sosial. Mencari hiburan yang sehat dengan musik yang menyegarkan. Bisa juga dengan rekreasi sosial melalui silaturrahmi sesama teman. Atau membentuk atau bergabung dalam komunitas. Lebih bagus lagi jika komunitas itu punya aksi sosial membantu fakir miskin, anak yatim dan kaum dhuafa.
Jangan lupa unsur terakhir yaitu ruh. Makanannya adalah ibadah rutin sehari-hari. Shalat wajib dan sunnah, zikir, doa, puasa, membaca Al Qur'an, bersedekah, haji, umroh dan ibadah lainnya adalah santapan ruhani. Selain juga mengikuti pengajian rutin di masjid atau di manapun.
Itu semua akan menghidupkan ruhani kita yang akan meningkatkan keimanan dan kesadaran akan tujuan penciptaan yaitu beribadah kepada Allah. Jika itu telah tumbuh maka jiwa akan sehat karena memaknai segala aktivitas kehidupan sebagai ibadah.
Semoga dengan memberikan makanan yang seimbang pada raga, rasio, rasa dan ruh kita dapat meraih bahagia dalam kehidupan. Bahagia yang membuat kita produktif dan sukses di manapun kita berperan dan bertugas.
Makassar, 16 September 2023
Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Pada hari Rabu 19 Juli 2023 diadakan seminar kesehatan mental anak oleh TK Islam Athirah 1 Makassar dengan narasumber psikolog dari PLP Fakultas Psikologi UNM dan polisi dari Polrestabes Makassar.
Ada ungkapan pak Polisi yang cukup menyentak pada seminar yaitu kalau bapak dan ibu jadi pejabat dan punya posisi tinggi, belum dikatakan sukses jika anak-anak bapak ibu belum jadi orang sukses juga. Ada banyak pejabat yang anaknya jadi penjahat. Pelaku kriminal, pengguna narkoba dan pelanggaran hukum lainnya. Jadi ukuran kesuksesan ditentukan oleh keberhasilan orang tua membuat anaknya juga jadi orang sukses.
Sepulang dari acara itu saya merenung dan akhirnya merumuskan konsep tingkatan kesuksesan, modifikasi dari level pemimpin John Maxwell. Apa saja? Ada lima level yaitu sukses posisi, relasi, prestasi, regenerasi dan spiritualisasi. Mari kita bahas satu per satu.
Level pertama yaitu posisi. Bisa berupa jabatan, gelar akademik, dan strata ekonomi. Biasanya level posisi ini yang banyak jadi ukuran di masyarakat. Seseorang dikatakan sukses karena jadi pejabat, bergelar S1, S2, S3. Atau tingkat ekonomi menengah ke atas, tinggal di kawasan elit, rumah dan kendaraan mentereng. Jadi berkisar pada harta, tahta dan wisuda.
Level kedua yaitu relasi. Seseorang dikatakan sukses jika punya banyak teman, jaringan pergaulan luas dan lebih hebat lagi jika pengikutnya banyak. Biasanya tampak pada saat ada acara di mana banyak tamu undangan. Jika banyak tamu karena pejabat tentu wajar. Yang hebat jika tidak menjabat lagi namun tetap banyak teman yang bersamanya.
Beberapa hari yang lalu seorang Kyai meninggal dunia di Jawa Timur. Pengantar beliau ke pemakaman mencapai ratusan ribu jamaah. Ini bukti bahwa beliau orang sukses karena punya relasi yang luas.
Level ketiga yaitu prestasi berupa capaian atau hasil istimewa di bidang kerja atau aktivitas. Pelajar dan mahasiswa dikatakan sukses jika meraih prestasi juara pada lomba akademik dan non akademik atau IPK tertinggi. Karyawan berprestasi jika berhasil mencapai kinerja istimewa dan menjadi best employee. Atlit berprestasi jika meraih juara pada lomba olahraga tingkat lokal, regional, nasional sampai internasional.
Prestasi membangun reputasi dan rekognisi atau pengakuan. Juga meningkatkan rasa percaya diri dan menjadi jalan untuk meraih posisi karir yang lebih tinggi melalui promosi.
Level keempat yaitu regenerasi. Di sinilah berlaku ungkapan great leader create leaders. Pemimpin yang hebat mampu melahirkan peminpin-pemimpin yg juga hebat. Orang tua sukses mampu mendidik anak-anaknya menjadi orang sukses. Guru yang hebat mampu mendidik muridnya lebih kompeten dari dirinya.
Inilah yang dimaksudkan oleh pak Polisi pada cerita di awal. Orang tua sukses karena anak-anaknya juga sukses. Apa kuncinya agar bisa sukses mendidik anak? Secara ringkas orang tua harus memahami dan menjalankan perannya secara paripurna. Tidak hanya jadi orang tua biologis dan ekonomis tapi juga sebagai orang tua sosiologis, psikologis dan agamis. Juga menjalankan amanah sebagai orang tua dengan penuh keyakinan, ikhtiar, do'a dan sabar. Pada kesempatan lain akan diulas lebih mendalam.
Level kelima yaitu sukses spiritualisasi. Maksudnya sukses bagi mereka yang menjalani hidupnya dengan nilai-nilai spiritual keimanan kepada Allah. Menjalankan tugasnya sebagai khalifah untuk ibadah dengan menjalani hidup yang penuh manfaat melalui amal shaleh. Juga mengajak orang lain kepada kebaikan dengan penuh kesabaran.
Itulah sukses sejati sesuai firman Allah pada Al Quran surat Al Asr 1 - 3: Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh serta nasehat-menasehati dalam kebenaran. Dan nasehat menasehati dalam kesabaran.
Sukses spiritualisasi dapat menjadi jembatan menuju sukses akhirat. Semoga dalam menjalani hidup yang sementara dan singkat ini kita tidak hanya sukses posisi, relasi dan prestasi. Tapi juga dapat mencapai sukses regenerasi dan spiritualisasi. Selamat berjuang.
Makassar, 24 Juli 2023
Syamril
Direktur Athirah
Qasim Mathar (Guru Besar)
Pesantren MATAHARI dusun Mangempang Maros
Maulid telah ada orang yang mencintai Nabi Muhammad secara sangat berlebihan sehingga melakukan hal yang mengundang tanya, apakah kecintaan kepada Nabi itu tidak lagi menyisakan walau sedikit pun kecintaan kepada yang lainnya? Di sebaliknya, telah ada pula orang yang membencinya secara berlebihan sehingga berbuat sesuatu yang mengundang tanya, masih tersisakah kebenciannya kepada orang selain Nabi Muhammad? Di dalam riwayat keagamaan Islam, adalah perempuan bernama Rabiah Al-Adawiyah telah menjadi contoh kecintaan yang sangat berlebihan kepada Nabi Muhammad. Sehingga saat ditanya apakah dia membenci setan, mistikus perempuan itu menjawab, "kecintaannya kepada Sang Nabi sudah menghapus seluruh rasa bencinya, hatta kepada setan sekalipun". Dalam riwayat keagamaan diceritakan orang-orang yang sangat membenci Sang Nabi itu hingga melampaui batas, ingin membunuhnya. Dalam riwayat keagamaan yang lebih luas, diceritakan para pembenci itu membunuh Nabi-Nabi mereka. Dalam acara memperingati kelahiran seorang nabi, pada umat Nasrani disebut Hari Natal dan pada umat Muslim disebut Maulid Nabi Saw., umat menunjukkan kecintaannya kepada Nabinya dalam wujud beraneka rupa. Wejangan keagamaan di acara itu tidak mustahil juga dituturkan secara berlebihan. Mungkin tidak sesuai lagi sebagai yang diwejangkan oleh Sang Nabi itu sendiri. Sikap berlebihan tidak dianjurkan. Bersikap tengah-tengah atau moderat adalah ajaran semua agama dan filsafat. Sikap berlebihan, berikutnya mengundang fanatisme. "Fanatisme merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin fanaticus, yang memiliki arti amarah atau gangguan jiwa. Hal tersebut merupakan gambaran bahwa amarah yang terdapat dari seseorang yang fanatik merupakan luapan karena tidak memiliki faham yang sama dengan orang orang lain". Sedang, "Fanatisme agama adalah sikap meyakini agama secara dalam dan kuat. Hal tersebut sering mengakibatkan konflik di masyarakat, dan sulit untuk meredakannya. Pandangan orang lain yang fanatik terhadap beragama menganggap orang-orang yang berbeda keyakinan dengan mereka sebagai ancaman". Acara Maulid Nabi Muhammad Saw. dimaksudkan agar wahyu Alquran dan wejangan Nabi mampu mencerahkan umat untuk menjadi manusia berkeadaban. Jika diamati, ada saja acara Maulid yang menggiring umat menjauhi kehidupan yang berkeadaban. Indikasinya ialah, jika acara Maulid itu meluap-luapkan kebencian dan menyirnakan rasa cinta kepada sesama.
Oleh : Syamril Al Bugisyi
Direktur Sekolah Islam Athirah
Ritual mudik yang selalu terjadi tiap tahun meskipun melelahkan namun sangat membahagiakan. Apalagi kita dapat memahami maknanya, bukan sekadar rutinitas tahunan. Agar dapat meraih mudik yang bermakna mari kita renungi bersama fenomena mudik ini.
Menurut Arvan Pradiansyah ada 3 jenis mudik yaitu fisik, emosional dan spiritual. Mudik fisik berarti secara fisik kita kembali ke kampung, berada di tempat kelahiran dan dibesarkan. Biasanya akan muncul rasa senang, bernostalgia sehingga teringat kembali kejadian masa lalu saat bersama saudara-saudari, karib kerabat, teman sepermainan, tetangga dan warga kampung.
Nostalgia tersebut akan menumbuhkan rasa bahagia apalagi bertemu dengan orang tua, kakak adik dan karib kerabat, juga teman masa kecil. Berkumpul dan bercerita kejadian masa lalu yang lucu sehingga membuat tertawa dan gembira.
Inilah mudik emosional, muncul rasa puas dan bahagia. Seolah-olah waktu berhenti dan semua kejadian masa lalu baik suka dan duka menjadi indah. Ibarat lukisan, aneka warna hitam, putih merah dan biru semua berpadu membentuk gambar kehidupan yang mempesona. Pulang dari kampung balik lagi ke tempat bekerja terasa ada nuansa baru dalam hidup.
Ternyata, hidup di dunia ini hakikatnya juga perjalanan mudik ke tempat asal sejati yaitu Allah. Sebelumnya kita tidak ada, lalu Allah menciptakan ruh kita, kemudian mendiami rahim ibu sampai akhirnya lahir ke dunia. Siapa yang menciptakan ruh kita yang menjadikan kita ada? Dialah Allah. Kita berasal dari Allah.
Seiring dengan waktu, kita pun semua akan mati, meninggal dunia. Fisik kita dikebumikan, dan ruh kita melanjutkan perjalanan ke alam barzakh sampai akhirnya ke alam akhirat. Ruh kita akan kembali kepada Allah. Jadi kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Inilah mudik spiritual.
Agar mudik fisik berjalan aman dan lancar, kita harus hati hati dalam perjalanan, perhatikan rambu-rambu lalu lintas dan siapkan bekal yang cukup. Demikian pula dengan mudik spiritual. Agar mudik ke Allah juga selamat maka perlu hati-hati dalam menjalani hidup. Perhatikan dan ikuti rambu rambu kehidupan dan agama. Siapkan bekal berupa amal saleh dengan ibadah personal dan sosial.
Mudik fisik dan emosional bahagia tertingginya yaitu saat bertemu dengan kedua orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Maka mudik spiritual bahagia tertingginya yaitu saat bertemu dengan Allah yang Menciptakan kita. Dialah asal sejati kita.
Apakah semua yang mudik pasti tiba ke kampung dan bertemu dengan kedua orangtuanya? Ternyata tidak karena banyak pemudik yang mengalami kecelakaan di perjalanan sampai meninggal dunia. Demikian pula perjalanan mudik ke Allah. Tidak semua dapat bertemu dengan Allah.
Ada syarat yang Allah sampaikan jika ingin bertemu dengan Dia kelak yaitu :
Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal shaleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (Q.S. Thahaa : 75)
… Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Kahfi : 110)
Ternyata Allah akan menerima kita dan mengijinkan kita bertemu dengan-Nya bukan karena harta, pangkat dan jabatan kita. Tapi semua karena iman, amal shaleh dan keikhlasan dalam beramal.
Harta, pangkat, jabatan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan dengan ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena ingin pujian,dan penghargaan. Jika pun dapat pujian dan penghargaan anggap semua itu sebagai bonus. Yang penting adalah semua amal dan kerja yang dilakukan diniatkan semua untuk ibadah.
Oleh : Syamril (Direktur Institut Teknologi dan Bisnis Kalla / Direktur Sekolah Islam Athirah)
Seorang polisi sangat kaget melihat pencuri yang ditangkapnya shalat di dalam tahanan. Dia bertanya ke pencuri "bapak kok shalat padahal pencuri?" Apa jawaban pencuri "shalat itu ibadah mencuri itu pekerjaan".
Apa yang aneh dari jawaban pencuri itu? Dia merasa wajar saja karena dia memisahkan antara ibadah dan pekerjaan. Pekerjaan boleh apa saja baik halal atau haram yang penting jangan lupa shalat. Urusan pekerjaan tidak ada hubungan dengan Allah. Jadi kerja dan ibadah sesuatu yang terpisah.
Cerita di atas mungkin kita anggap hanya fiktif dan tidak mungkin terjadi. Anda salah. Ini banyak terjadi dalam kehidupan kita. Seorang teman bercerita saat temannya mengurus ijin usaha ke sebuah instansi terjadi negosiasi pembayaran sogokan dengan salah seorang pejabatnya. Tiba-tiba terdengar adzan. Si pejabat berkata "kita shalat dulu pak. Setelah shalat kita lanjutkan".
Mereka pun menuju masjid untuk shalat dan setelah selesai lanjut lagi negosiasinya. Si pengusaha ini bingung juga. Kok bisa ya orangnya rajin shalat tapi juga suka terima sogokan. Suka korupsi. Pemahaman si pejabat mirip dengan si pencuri. Bahwa shalat itu ibadah, negosiasi sogokan itu pekerjaan.
Seolah-olah ruang dan waktu kehidupan kita tersekat. Saat di ruang rapat secara terbuka kita membahas rencana manipulasi dan tindakan yang tidak sesuai ajaran agama. Tidak masalah yang penting menguntungkan.
Saat di masjid tiba-tiba kita berubah menjadi sangat khusyu dalam zikir dan shalat, membaca Al Qur'an, menyimak ceramah. Apalagi di bulan ramadhan. Orang yang melihat kita di masjid tidak akan menyangka kalau di ruang rapat kita membahas rencana yang tidak sesuai ajaran agama.
Apa akar masalah dari berbagai perilaku seperti di atas? Itu karena kita belum secara utuh 'meletakkan' Allah dalam kehidupan kita. Allah hanya ada di masjid, atau tempat shalat, tidak ada di kantor. Padahal Allah ada di mana saja ruang dan waktu kehidupan kita. Di mana saja dan kapan saja Allah Maha Menyaksikan apa yang kita lakukan.
Selanjutnya itu terjadi karena kita memaknai ibadah hanya ibadah khusus seperti shalat. Sehingga di luar itu bukan ibadah. Padahal tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah. Jadi seluruh aktivitas kita baik shalat, bekerja, makan, tidur dan lainnya harus bernilai ibadah.
Bulan Ramadhan dengan ibadah puasa selama sekitar 13,5 jam melatih kita untuk merasakan keberadaan Allah di luar waktu shalat. Kita berada dalam keadaan beribadah puasa sambil melakukan pekerjaan sehari-hari.
Harapannya terjadi penyatuan antara pekerjaan dan ibadah. Tumbuh rasa takut untuk berbuat salah di aktivitas pekerjaan karena sedang beribadah puasa. Semoga itu terus terbawa di luar bulan Ramadhan.
H. Abdul Rauf, Lc,MA (Ketua Majelis Ulama Indonesia Kec.Biringkanaya Makassar)
Pembahasan mengenai hal ini termasuk baru dalam fiqhi dan hampir tidak dikenal dalam buku-buku fiqhi klasik. Zakat profesi termasuk pembahasan baru dalam dunia fiqhi modern. Tetapi karena maraknya wacana mengenai bab ini (termasuk pro kontra sampai ada yang menyebutnya bid’ah), dan telah banyak dipraktekkan ummat islam di seluruh dunia, maka kami berpendapat bahwa zakat profesi perlu terus dibahas. Pertimbangannya adalah karakter dasar fiqhi yang dinamis, berkembang mengikuti perkembangan zaman. Pertimbangan lain adalah maslahat besar yang dikandungnya khususnya dalam mengangkat derajat ummat Islam dari segi ekonomi. Dan boleh jadi, pertimbangan kedualah yang mengemuka saat ini.
Profesi yang dimaksud dalam hal zakat profesi adalah pekerjaan atau usaha yang menghasilkan uang atau kekayaan baik usaha itu dilakukan sendiri, tanpa tergantung kepada orang lain, maupun dengan bergantung kepada orang lain, seperti pemerintah, perusahaan maupun dengan perorangan yang memperoleh upah, gaji atau honorarium. Seperti dokter, Insinyur, Desainer, Advokat, Seniman, penjahit, tenaga pengajar, (guru, dosen dan guru besar), konsultan, Pegawai Negeri Sipil, konsultan dan sebagainya.
Zakat profesi berarti zakat penghasilan seperti gaji, honorarium, komisi, bonus dan semacamnya. Dengan kata lain, zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha halal yang dapat mendatangkan uang yang relatif banyak melalui keahlian tertentu. Semua profesi tersebut apabila menghasilkan uang senilai minimal 86 gram emas murni selama setahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Dasar Hukum Zakat Profesi
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Al Baqarah: 267)
Dan juga dalil umum tentang zakat, seperti firman Allah:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (Adz Zariyaat: 19)
Dalil lain adalah qiyas zakat profesi dengan zakat panen dalam hal ini qiyasul aula (qiyas lebih utama). Dengan logika, jika seorang petani yang menggarap lahan dengan susah payah, rentang waktu yang lama, modal sekian, hasil belum pasti dan sebagainya, diwajibkan membayar zakat dengan kadar antara 5 sampai 10%, maka orang yang mendapatkan uang banyak dengan relatif mudah, penghasilan tetap, lebih pantas untuk mengeluarkan zakat.
Berdasarkan uraian singkat mengenai zakat profesi ini kami berkesimpulan bahwa zakat jenis ini lebih baik diamalkan mengingat azas manfaat dan maslahatnya yang besar untuk ummat. Diamalkan meskipun ada sedikit perbedaan di kalangan ulama. Dan jika dicermati perbedaan para ulama itu, perbedaannya adalah pada jumlah kadar zakatnya dan apakah harus menunggu haul atau tidak, bukan pada apakah zakat profesi wajib atau bukan wajib. Semoga dengan zakat, (termasuk zakat profesi) harta menjadi bersih, berkemabang, berkah, bermanfaat bagi masyarakat dan meneyelamatkan pemiliknya dari murka Allah SWT.
Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi kehidupan dan dapat memasuki bulan Ramadhan. Bulan istimewa. Bisa jadi ada saudara, keluarga, tetangga dan teman yang tahun lalu masih bersama kita di bulan Ramadhan. Sekarang sudah telah meninggal dunia.
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi kesehatan. Ada banyak orang yang terbaring sakit di rumah sakit atau di rumahnya. Tak bisa berpuasa karena sakit. Kesehatan adalah nikmat yang sering dilupakan sehingga Rasulullah mengingatkan khusus dalam sabdanya "ada dua nikmat yang sering dilupakan yaitu kesehatan dan waktu luang".
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi keimanan yang membuat kita memasuki Ramadhan dengan penuh kebahagiaan. Bahagia karena melaksanakan perintah puasa dan ibadah lainnya. Banyak orang yang masih hidup sehat di bulan Ramadhan tapi tidak menjalankan perintah puasa. Bukan karena tidak sanggup. Tapi karena tak ada iman di dalam hatinya.
Bersyukur kepada Allah karena Allah masih memberikan rezeki harta yang dapat mencukupi kebutuhan. Masih ada penghasilan tetap yang diterima di tiap awal bulan. Kita masih dapat memenuhi kebutuhan pokok bahkan dapat berbagi dengan orang lain. Banyak orang yang memasuki Ramadhan dalam keadaan di PHK tak punya lagi penghasilan tetap.
Bersyukur kepada Allah karena kita hidup di Indonesia dalam keadaan aman. Meskipun ada wabah Covid 19 sehingga kita tidak bisa shalat ke masjid tapi masih bisa tarawih di rumah bersama keluarga.
Apa yang diharapkan oleh Allah dari seluruh nikmat yang telah Allah anugerahkan tersebut? Pertama, kita diperintahkan untuk senantiasa ingat kepada-Nya. Allah berfirman :
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (Q.S. Al Baqarah : 152)
Salah satu cara untuk mengingat Allah yaitu menjalankan shalat. "... dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku" (Q.S. Thaha : 14).
Mari perbaiki kualitas dan kuantitas shalat kita sebagai jalan ingat kepada Allah wujud syukur kepada-Nya. Rasulullah yang telah dijamin masuk surga, diampuni seluruh dosanya masih tetap shalat tahajjud sampai kakinya bengkak. Ditanya oleh istrinya Aisyah mengapa seperti itu shalatnya padahal sudah dijamin masuk surga. Apa jawaban Rasulullah "apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?"
Selanjutnya wujud syukur nikmat yaitu menjaga dan memanfaatkan nikmat tersebut sesuai tujuannya. Mari gunakan waktu sebaik-baiknya untuk hal yang bermanfaat. Jaga kesehatan dengan makanan halalan thayyibah dan olahraga. Belanjakan harta untuk hal yang berguna. Bantu kaum dhuafa yang membutuhkan.
Bagi yang status karyawan, mari bekerja dengan baik sesuai tupoksi masing-masing. Berikan kinerja yang maksimal agar perusahaan terus maju dan berkembang. Jauhkan diri dari perilaku menyimpang yang dapat merugikan perusahaan.
Bagi kita semua warga Indonesia. Mari jaga perdamaian dan persatuan. Hindarkan diri dari perilaku saling fitnah.
Akhirnya sebagai wujud syukur nikmat Ramadhan maka mari bertekad jadikan Ramadhan tahun ini sebagai Ramadhan yang terbaik. Di tengah wabah Covid 19 mari tetap berusaha lakukan yang terbaik.
Isi hari harinya dengan ibadah terbaik. Puasa, shalat, infak, zakat, menuntut ilmu, silaturrahmi online. Semuanya dengan kualitas yang terbaik. Sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan menjadi manusia yang terbaik. Manusia yang bertakwa. Amin.
Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi kehidupan dan dapat memasuki bulan Ramadhan. Bulan istimewa. Bisa jadi ada saudara, keluarga, tetangga dan teman yang tahun lalu masih bersama kita di bulan Ramadhan. Sekarang sudah telah meninggal dunia.
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi kesehatan. Ada banyak orang yang terbaring sakit di rumah sakit atau di rumahnya. Tak bisa berpuasa karena sakit. Kesehatan adalah nikmat yang sering dilupakan sehingga Rasulullah mengingatkan khusus dalam sabdanya "ada dua nikmat yang sering dilupakan yaitu kesehatan dan waktu luang".
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi keimanan yang membuat kita memasuki Ramadhan dengan penuh kebahagiaan. Bahagia karena melaksanakan perintah puasa dan ibadah lainnya. Banyak orang yang masih hidup sehat di bulan Ramadhan tapi tidak menjalankan perintah puasa. Bukan karena tidak sanggup. Tapi karena tak ada iman di dalam hatinya.
Bersyukur kepada Allah karena Allah masih memberikan rezeki harta yang dapat mencukupi kebutuhan. Masih ada penghasilan tetap yang diterima di tiap awal bulan. Kita masih dapat memenuhi kebutuhan pokok bahkan dapat berbagi dengan orang lain. Banyak orang yang memasuki Ramadhan dalam keadaan di PHK tak punya lagi penghasilan tetap.
Bersyukur kepada Allah karena kita hidup di Indonesia dalam keadaan aman. Meskipun ada wabah Covid 19 sehingga kita tidak bisa shalat ke masjid tapi masih bisa tarawih di rumah bersama keluarga.
Apa yang diharapkan oleh Allah dari seluruh nikmat yang telah Allah anugerahkan tersebut? Pertama, kita diperintahkan untuk senantiasa ingat kepada-Nya. Allah berfirman :
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (Q.S. Al Baqarah : 152)
Salah satu cara untuk mengingat Allah yaitu menjalankan shalat. "... dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku" (Q.S. Thaha : 14).
Mari perbaiki kualitas dan kuantitas shalat kita sebagai jalan ingat kepada Allah wujud syukur kepada-Nya. Rasulullah yang telah dijamin masuk surga, diampuni seluruh dosanya masih tetap shalat tahajjud sampai kakinya bengkak. Ditanya oleh istrinya Aisyah mengapa seperti itu shalatnya padahal sudah dijamin masuk surga. Apa jawaban Rasulullah "apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?"
Selanjutnya wujud syukur nikmat yaitu menjaga dan memanfaatkan nikmat tersebut sesuai tujuannya. Mari gunakan waktu sebaik-baiknya untuk hal yang bermanfaat. Jaga kesehatan dengan makanan halalan thayyibah dan olahraga. Belanjakan harta untuk hal yang berguna. Bantu kaum dhuafa yang membutuhkan.
Bagi yang status karyawan, mari bekerja dengan baik sesuai tupoksi masing-masing. Berikan kinerja yang maksimal agar perusahaan terus maju dan berkembang. Jauhkan diri dari perilaku menyimpang yang dapat merugikan perusahaan.
Bagi kita semua warga Indonesia. Mari jaga perdamaian dan persatuan. Hindarkan diri dari perilaku saling fitnah.
Akhirnya sebagai wujud syukur nikmat Ramadhan maka mari bertekad jadikan Ramadhan tahun ini sebagai Ramadhan yang terbaik. Di tengah wabah Covid 19 mari tetap berusaha lakukan yang terbaik.
Isi hari harinya dengan ibadah terbaik. Puasa, shalat, infak, zakat, menuntut ilmu, silaturrahmi online. Semuanya dengan kualitas yang terbaik. Sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan menjadi manusia yang terbaik. Manusia yang bertakwa. Amin.
Doa mempunyai banyak nilai dan keutamaan. Sekian banyak ayat al-Quran dan hadis Nabi saw. yang menjelaskan hal tersebut. Di antaranya, pada surah al-Baqarah ayat 186, Allah SWT telah menjanjikan melalui firman-Nya:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Terjemah:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran."
Allah swt. juga telah menjanjikan pada ayat yang lain, yaitu surah Ghafir ayat 60:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Terjemah:
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-ku, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang membesarkan diri dari beribadah kepada-Ku, akan masuk ke dalam neraka dalam keadaan hina dina.
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa doa adalah ibadah, bahkan inti dari ibadah. Selain itu, doa merupakan cara seorang hamba berkomunikasi dengan Allah swt.
Berdoa juga akan menumbuhkan rasa pengharapan dan sikap optimisme dalam hidup. Doa juga adalah senjata bagi orang yang beriman. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn al-Qayyim, dalam kitab al-Jawab al-Kafi, doa ibarat senjata. Ketika senjata tersebut adalah senjata yang sempurna tanpa cacat, tangan yang memegang senjata adalah tangan yang kuat dan tidak ada penghalang, maka senjata tersebut akan mengenai sasaran.
Begitulah doa, ketika isi doa tersebut sesuai dengan tuntunan agama, orang yang berdoa memenuhi syarat-syaratnya dan tidak ada yang menghalanginya, maka doa akan dikabulkan.
Melalui kekuatan doa dan dengan izin Allah, maka ketentuan Allah bisa berubah. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. Dalam hadis berikut:
"Doa itu bermanfaat terhadap sesuatu yang telah turun (terjadi) maupun sesuatu yang belum terjadi, maka kalian wahai hamba Allah- harus berdoa." (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadis lain yang juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak bisa menolak qadha (takdir yang sudah terjadi) kecuali doa, dan tidak bisa menambah umur selain kebaikan." (HR. At-Tirmidzi).
Ibnul Qayyim menuturkan bahwa doa termasuk obat yang paling bermanfaat dan lawan dari bala’. Doa menolaknya, menahannya atau mengangkatnya Bahkan apabila bala’ itu sudah terjadi, maka doa akan meringankannya.
dikutip dari Buku "Mengetuk Pintu Langit" karangan : Dr.Syahrir Nuhun, Lc, M.Thi
Oleh : Syamril (Direktur Sekolah Islam Athirah)
Ada dua orang karyawan di perusahaan pembuat rumah (developer) berminat pensiun dini setelah bekerja selama 20 tahun. Maka mereka berdua menghadap ke atasannya sambil membawa surat permohonan.
Setelah menyampaikan maksudnya maka atasannya mengatakan "anda berdua boleh pensiun dini. Tapi mohon bantu saya untuk membangun dua rumah baru. Tolong masing-masing dari Anda menjadi mandor dari satu rumah. Semoga 3 bulan rumah itu selesai. Dan setelah itu Anda boleh pensiun".
Mereka berdua setuju. Cuma respon keduanya berbeda. Karyawan pertama berucap "karena ini proyek terakhir saya maka saya akan bangun rumah yang terbaik. Semoga menjadi kenangan yang indah bagi atasan saya di akhir masa tugas saya". Karyawan kedua lain lagi ucapannya "karena ini proyek terakhir saya maka saya akan bangun seadanya. Toh tidak ada lagi penilaian kinerja setelah ini. Saya sudah langsung pensiun".
Mulailah mereka membangun masing-masing satu rumah. Satu pekan, satu bulan dan akhirnya tiga bulan waktu kerja berlalu. Rumah pun selesai. Maka menghadaplah mereka berdua ke atasannya sambil membawa kunci rumah yang telah dibangun.
Alangkah kagetnya mereka saat atasannya berkata "saya ingin memberikan hadiah kepada Anda atas kesetiaan Anda selama 20 tahun bekerja di sini. Hadiahnya adalah rumah yang telah Anda bangun. Ambillah kunci rumah itu dan rumah itu jadi milik Anda".
Karyawan pertama bersyukur sambil berucap "Alhamdulillah saya telah membangun rumah yang terbaik. Sekarang saya bisa menempatinya bersama keluarga dan hidup nyaman di masa pensiun saya".
Karyawan kedua dengan penuh penyesalan berkata "saya menyesal membangun rumah asal jadi. Kualitasnya kurang bagus. Jika saya tinggali bisa membahayakan saya karena konstruksinya tidak sesuai standar. Coba kalau saya bangun dengan baik, saya akan punya rumah yang akan saya tinggali dengan tenang ".
Cerita di atas adalah gambaran kehidupan dunia dan akhirat kita. Membangun rumah ibarat amal ibadah kita di dunia. Pensiun adalah kematian. Menempati rumah hasil kerja itulah kehidupan akhirat. Apa yang dilakukan di dunia ini akan mendapat balasan di akhirat. Jika melakukan yang terbaik balasannya pun juga terbaik. Allah berfirman :
"Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya" (Q.S. Az-Zalzalah : 7-8).
Mari lakukan amal ibadah yang terbaik di sisa umur yang Allah masih berikan. Sungguh itu semua untuk kita juga. Bukan untuk kemuliaan Allah. Agar dapat melakukan yang terbaik maka bayangkanlah itu amal ibadah kita yang terakhir. Seperti seorang terpidana mati yang akan segera dieksekusi. Dia meminta waktu untuk shalat yang terakhir sebelum dibawa ke ruang eksekusi. Maka tentu dia akan shalat yang terbaik. Khusyu' dan berdo'a penuh linangan air mata agar shalatnya diterima dan dosanya diampuni.
Kita tidak pernah tahu akhir kehidupan kita. Kematian bisa datang kapan saja. Maka coba bayangkan setiap akan shalat itu adalah shalat yang terakhir. Semoga dapat membantu kita menjadi khusyu'. Kita juga tidak dapat menjamin kita masih ketemu Ramadhan tahun depan. Bisa jadi ajal telah datang menjemput.
Oleh karena itu mari bertekad mengisi hari-hari dengan amal ibadah yang terbaik. Puasa, shalat, tilawah Al Qur'an, infak, sedekah, zakat dan amal ibadah lainnya mari lakukan dengan sebaik-baiknya. Semoga kita menjadi manusia yang dirindukan oleh surga.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc,M.THI
Banyak orang yang menyangka bahwa kebahagiaan akan dirasakan dengan limpahan harta, tingginya jabatan dan banyaknya teman, padahal kebahagiaan tidak terletak pada banyaknya harta, tingginya jabatan dan banyaknya kawan. Sesungguhnya kebahagiaan sejati akan dirasakan apabila menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Allah swt.
Adakah orang di dunia ini yang tidak menginginkan kebahagiaan?
Tentu saja tidak ada. Semua manusia yang normal, pastilah menginginkan kebahagiaan. Kalau ada orang yang tidak menginginkan kebahagiaan, maka itu artinya dia tidak normal, tidak sehat akal pikirannya. Bahkan boleh jadi, dia menjadi tidak normal karena tidak merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya.
Pendeknya semua manusia ingin bahagia.
Hanya saja sebagian manusia ada yang hanya menginginkan kesenangan dan kebahagiaan di dunia dan sebagian yang lain, selain menginginkan kebahagiaan di dunia juga menginginkan kebahagiaan di akhirat.
Allah swt. berfirman:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ. وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ.
Terjemah:
“… Maka sebagian manusia ada yang berkata: “Tuhan kami! Berilah kami (bagian) di dunia”. Dan (dia) di akhirat tidak mendapatkan bagian apapun. Dan di antara mereka ada yang berdoa: “Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Mereka itulah yang dapat bagian sesuai dengan hasil usahanya dan Allah sangat cepat perhitungannya.
(QS. al-Baqarah: 200-202)
Di dalam ayat di atas, Allah swt. membagi manusia menjadi dua macam. Golongan pertama adalah mereka yang hanya menginginkan kesenangan dunia, sedangkan golongan yang kedua adalah mereka yang menginginkan kebaikan dunia dan akhirat. Bagi yang hanya menginginkan kesenangan dunia, Allah swt. menegaskan bahwa dia tidak akan mendapatkan bagian sesedikit dan sekecil apapun di akhirat.
Adapun orang yang menginginkan kebaikan dunia dan akhirat, maka Allah swt menjanjikan bagi mereka bagian sesuai dengan usaha yang dikerahkan.
Lalu apakah yang bisa mendatangkan kebahagiaan tersebut?
Banyak orang yang menyangka bahwa kebahagiaan akan dirasakan dengan banyaknya harta. Tidak sedikit orang yang menduga bahwa kebahagiaan akan dirasakan dengan jabatan yang tinggi. Ada pula yang beranggapan bahwa kebahagiaan akan dirasakan dengan banyaknya teman yang mengelilinginya. Sesungguhnya kebahagiaan tidak terletak pada banyaknya harta, tingginya jabatan dan banyaknya kawan. Kebahagiaan sejati akan dirasakan apabila mendapatkan keridhaan Allah.
Maka jalanilah hidup di dunia ini sesuai dengan tuntunan Allah swt., karena Dia hanya akan memberikan ridha-Nya kepada mereka yang senantiasa menyesuaikan hidupnya dengan tuntunan-Nya.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THi
Banyak orang yang menyangka bahwa ketenangan hati akan didapatkan dengan limpahan harta. Tidak sedikit orang yang menduga bahwa ketentraman batin akan diraih dengan jabatan tinggi. Ada pula yang beranggapan bahwa ilmu yang tinggi yang akan melahirkan ketenangan. Ternyata rahasia ketenangan hati dan ketentraman batin, Allah letakkan dalam zikir. Ingatlah kebesaran Allah dalam hatimu, sebut nama-Nya dengan lisanmu, niscaya Allah akan menenangkan hatimu dan menentramkan batinmu.
Apa sesungguhnya yang bisa mendatangkan ketenangan hati dan ketentraman batin?
Harta yang melimpah? Rumah, kendaraan, perhiasan? Jabatan yang tinggi? Kekuasaan yang luas dan hampir tanpa batas? Massa yang banyak? Pendukung yang berjibun? Atau ilmu yang tinggi Popularitas?
Memang banyak orang yang menyangka bahwa ketenangan hati akan didapatkan dengan limpahan harta. Tidak sedikit orang yang menduga bahwa ketentraman batin akan diraih dengan jabatan tinggi. Ada pula yang berpandangan bahwa ketenangan akan diperoleh jika punya banyak massa, popularitas atau ilmu yang tinggi.
Padahal sejatinya bukan itu semua yang bisa menenangkan hati dan menentramkan batin. Ketenangan hati dan ketentraman batin, kuncinya Allah swt. jelaskan dalam ayat berikut ini:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Terjemah:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ketahuilah! Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram.
(QS ar-Ra’d: 28)
Ternyata, menurut ayat di atas, rahasia ketenangan hati dan ketentraman batin, Allah letakkan swt. dalam zikir.
Zikir artinya mengaitkan atau menghubungkan, maka Zikrullah maknanya adalah menghubungkan sesuatu dengan Allah swt. Apabila ada seseorang memperoleh nikmat, lalu ia menghubungkan nikmat tersebut dengan Allah, dalam bentuk mengakui dalam hatinya bahwa nikmat tersebut adalah karunia dari Allah, kemudian memuji Allah dengan lisannya, maka pada hakikatnya, saat itu ia sedang berzikir.
Begitu pula sebaliknya, apabila ada seseorang ditimpa musibah, lalu ia menghubungkan musibah tersebut dengan Allah, dalam bentuk adanya kesadaran dalam hati bahwa musibah tersebut adalah ketetapan Allah swt. sebagai ujian baginya dan mengembalikan musibah tersebut kepada Allah dengan membaca istirja’, maka pada saat itu sedang berzikir.
Zikir akan mengantarkan kepada ketenangan hati dan ketentraman batin apabila zikir itu dimaksudkan untuk mendorong hati menuju kesadaran akan kebesaran dan kekuasaan Allah swt. Limpahan harta, jabatan tinggi, massa yang banyak, ilmu yang tinggi dan popularitas tidak akan melahirkan ketenangan justru akan melahirkan kecemasan apabila tidak disertai dengan kesadaran akan kemahabesaran Allah swt.
Menyebut nama Allah dengan lisan yang didasari oleh Ingatan akan kebesaran Allah dalam hati, akan mendatangkan ketenangan hati dan ketentraman batin.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THI
Yang terpenting dari sebuah do’a bukanlah dipenuhinya apa yang diminta, tetapi bagaimana menyadari keterbatasan diri dan mampu merasakan kedekatan dengan Sang Maha Kuasa. Apabila kedekatan dengan-Nya sudah dirasakan, maka seperti apapun perlakuan makhluk tidak akan pernah lagi menyusahkan.
Seorang jamaah pengajian mendatangi saya lalu berkata dengan suara pelan: “Ustadz! Minta tolong saya didoakan, mudah-mudahan doa Ustadz lebih didengar oleh Allah swt., karena saya sendiri sudah tidak mau lagi berdoa kepada Allah swt.?”
Saya kaget sekaligus prihatin dengan apa yang disampaikannya. Ucapan tersebut menyiratkan keputusasaan dan perasaan ketidakberdayaan.
Masalah apa Pak yang sedang dihadapi?
Dengan wajah yang menunjukkan kesedihan, bapak tersebut kemudian menjawab: “Tolong doakan saya supaya bisa sembuh dari impotensi. Sudah dua kali saya menikah dan kedua istri saya meninggalkan saya karena masalah tersebut. Saya sudah tidak yakin lagi bahwa Allah akan mengabulkan doa saya. Siapa tahu kalau Ustadz yang berdoa lebih mudah diijabah oleh Allah swt. karena lebih dekat kepada-Nya.”
Perasaan yang dialami oleh Bapak yang saya ceritakan kisahnya di atas, boleh jadi juga pernah dirasakan oleh anda. Perasaan dan asumsi seperti itu biasa muncul karena adanya anggapan bahwa suatu doa baru dinilai dikabulkan apabila Allah swt. memberi sesuai dengan permintaan.
Sejatinya Allah swt. mengabulkan doa dengan berbagai macam cara. Selain Allah swt. mengabulkan doa dengan cara memberi sesuai dengan permintaan, Allah swt. juga terkadang memberi berbeda dengan yang diminta karena Allah swt. yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hambanya. Selain itu, Allah swt. juga bisa mengabulkan doa dengan cara tidak memberikan apa-apa, tetapi sebagai ‘kompensasi’-nya, Allah swt. menghindarkan dari satu bala’.
Bahkan, sekiranya Allah swt. tidak memberikan apapun di dunia, maka tetaplah bersyukur karena itu artinya Allah swt. telah meng’investasi’kannya untuk kehidupan di akhirat.
Doa adalah ibadah, senjata, benteng, obat dan pintu segala kebaikan. Doa mempunyai banyak keutamaan. Dengan izin Allah doa bisa mengubah segalanya, bahkan doa juga tetap mempunyai manfaat terhadap qadha (putusan takdir) karena doa termasuk bagian dari qadha yang bisa menolak bala (petaka). Jadi doa merupakan penyebab untuk menolak bala dan untuk menghadirkan rahmat, sebagaimana sebuah tameng yang menjadi penyebab untuk menghalau anak panah, dan air yang menjadi penyebab tumbuhnya tanaman. Maka sebagaimana tameng itu menolak panah, yang berarti saling mendorong, begitu pula antara doa dan bala.
Dalam beberapa hadis, Rasulullah saw. bersabda:
"Doa itu bermanfaat terhadap sesuatu yang telah turun (terjadi) maupun sesuatu yang belum terjadi, maka kalian wahai hamba Allah berdoalah." (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak bisa menolak qadha (takdir yang sudah terjadi) kecuali doa, dan tidak bisa menambah umur selain kebaikan." (HR. At-Tirmidzi).
Agar doa lebih mudah diijabah oleh Allah swt, maka seyogyanya senantiasa menjaga adab-adabnya, di antaranya:
Keikhlasan adalah sesuatu yang paling utama untuk diperhatikan oleh setiap orang yang berdoa. Ikhlas artinya memurnikan doa hanya untuk Allah semata, baik dalam ucapan, perbuatan maupun tujuan.
Apabila anda ingin menyapa Allah, berdo’alah. Apabila anda ingin disapa Allah, bacalah al-Qur’an. Dan apabila anda ingin berjumpa Allah dan saling menyapa, shalatlah.
Siapakah yang paling engkau inginkan untuk menyapamu?
Kepada siapakah keinginan terbesarmu untuk berbicara?
Seorang hamba yang benar-benar mencintai Tuhannya dan merindukannya, akan menjawab ALLAH.
Dengan Allah-lah, seorang hamba paling memendam kerinduan untuk berkomunikasi.
Apabila anda ingin menyapa Allah, berdo’alah. Apabila anda ingin disapa Allah, bacalah al-Qur’an. Dan apabila anda ingin berjumpa Allah dan saling menyapa, shalatlah. Doa, membaca al-Qur’an dan shalat adalah media komunikasi seorang hamba dengan tuhannya.
Ketika seorang hamba berdoa, pada saat itu sesungguhnya ia sedang menyapa Tuhannya, berbisik kepada-Nya, mengeluhkan masalahnya dan mengajukan permohonannya. Maka jagalah adab ketika sedang berdoa.
Sebaliknya, ketika seorang hamba membaca al-Qur’an, pada saat itu Allah swt. sedang bebicara kepadanya. Maka bacalah al-Quran seakan-akan al-Qur’an itu diturunkan kepadamu. Bacalah dengan perlahan tanpa terburu-buru, berusahalah memahami kandungannya dan meresapi maknanya.
Puncak komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhannya, tentu saja di dalam shalat. Terutama dalam pembacaan surah al-Fatihah. Rasulullah saw. menjelaskan dalam hadis berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهْىَ خِدَاجٌ - ثَلاَثًا - غَيْرُ تَمَامٍ ». فَقِيلَ لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الإِمَامِ. فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِى نَفْسِكَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى - وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى - فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ »
Artinya:
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda: “Barang siapa yang melaksanakan satu shalat tanpa membaca Umm al-Quran, maka shalatnya buntung (beliau mengucapkan tiga kali), yaitu tidak sempurna. Maka dikatakan kepada Abu Hurairah: Sesungguhnya kami (shalat) di belakang imam. Maka Abu Hurairah berkata: Bacalah dalam hatimu karena sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, Allah berfirman: “Saya membagi shalat antara saya dengan hambaku menjadi dua bagian dan untuk hambaku apa yang dia minta. Maka apabila seorang hamba membaca: “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah tuhan semesta alam)”, Allah berfirman: “Hambaku telah memujiku”. Apabila ia membaca: “Arrahmanirrahim (yang Maha pengasih, Maha Penyayang)”, Allah berfirman: “Hambaku telah menyanjungku”. Apabila ia membaca: “Maliki yaumiddin (Yang memiliki hari pembalasan)”, Allah berfirman: “Hambaku telah mengagungkanku”, pada kesempatan lain ia berkata: “Hambaku telah menyerahkan dirinya kepadaku”, Apabila ia berkata: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada-Mu, kami beribadah dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan”, Allah menjawab: “Ini antara saya dengan hambaku dan untuk hambaku apa yang dia minta”. Apabila ia membaca: “Ihdinasshirathal mustaqim, shiratalladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghdubi ‘alaihim waladhdhallin”, Allah menjawab: “Ini untuk hambaku dan untuk hambaku apa yang dia minta”.
(HR. Muslim)
Sungguh indah dialog antara seorang hamba dengan tuhannya ketika membaca surah al-Fatihah di dalam shalatnya sebagaimana yang terekam di dalam hadis di atas. Dialog yang menggambarkan betapa Allah swt. begitu dekat dengan hamba-Nya dan Dia akan memberikan kepada hamba-Nya apa yang diminta.
Oleh karena itu, semakin sering seseorang melaksanakan shalat, semakin sering pula ia berdialog dengan Allah swt. Maka jagalah shalat, rasakanlah kedekatan Allah dan resapilah dialog dengan-Nya.
Oleh : Dr.H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THi
Jangan pernah berkecil hati apabila ditolak di suatu tempat karena bumi Allah sangatlah luas. Yakinlah bahwa Allah telah menyiapkan tempat yang lebih tepat bagimu asalkan engkau ikhlas dalam berbuat. Jangan pernah merasa kecewa, apabila engkau diremehkan oleh sekelompok orang. Yakinlah Allah telah menyiapkan lebih banyak orang yang akan memuliakanmu asalkan engkau mampu untuk bersabar ketika diperlakukan tidak adil. Carilahlah tempat yang tepat dan berkumpullah bersama dengan orang yang tepat yang telah Allah siapkan.
Pernahkah anda mengalami penolakan di suatu tempat padahal anda merasa layak berada di tempat tersebut?
Kalau pernah, bagaimana cara anda bereaksi?
Kecewa, berkecil hati, Marah, dendam.
Kalau seperti itu, berarti anda telah bereaksi dengan negatif.
Seharusnya tidak perlu berkecil hati apabila ditolak di suatu tempat karena bumi Allah sangatlah luas. Apabila ditolak di suatu tempat, maka akan ada tempat lain yang akan menerima. Tanamkanlah keyakinan di dalam hati bahwa Allah telah menyiapkan tempat yang lebih tepat asalkan ikhlas dalam berbuat.
Allah swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Terjemah:
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh Allah dalam keadaan mendzalimi dirinya sendiri, mereka (para malaikat) bertanya: “Bagaimana kalian ini? Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah)” Mereka (para Malikat) bertanya: “Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian dapat berhijrah di dalamnya? Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.
(QS an-Nisa: 97)
Di dalam ayat di atas, Allah swt mengecam dengan keras orang-orang yang membiarkan dirinya teraniaya di suatu tempat dan tidak mempunyai inisiatif untuk berhijrah. Belajarlah dari sirah Nabi saw. ketika beliau mendapatkan penolakan di Makkah, di Taif dan di beberapa tempat lainnya, pada akhirnya beliau hijrah ke Madinah dan mendapatkan penerimaan di sana.
Ketika anda mendaftar di satu institusi pendidikan, lalu anda ditolak. Jangan kecewa. Yakinlah masih banyak institusi lain yang akan menerima.
Ketika anda melamar pekerjaan di satu kantor, lalu anda ditolak, jangan kecewa. Di luar sana, masih banyak kantor-kantor lain yang akan menerima.
Ketika satu pintu tertutup untukmu, carilah pintu-pintu lain yang terbuka dan jangan berhenti, terpaku hanya pada satu pintu yang telah tertutup
Jangan pernah merasa kecewa, apabila diremehkan oleh sekelompok orang. Yakinlah Allah telah menyiapkan lebih banyak orang yang akan memuliakanmu asalkan engkau mampu untuk bersabar ketika diperlakukan tidak adil. Terkadang seseorang diremehkan karena kemampuannya belum diketahui
Carilah tempat yang tepat dan berkumpullah bersama dengan orang yang tepat yang telah Allah siapkan. Ingat bahwa bumi Allah sangatlah luas dan kesuksesan bisa didapatkan dari belahan bumi manapun.
oleh : Dr.H. Syahrir Nuhun, Lc,M.THI
Semakin sering seseorang melakukan perjalanan akan semakin banyak tempat yang didatangi. Semakin banyak tempat yang didatangi, semakin banyak tanda-tanda Allah yang bisa disaksikan mata dan didengar oleh telinga. Semakin banyak tanda-tanda Allah yang terlihat dan terdengar, akan semakin menumbuhkan kepekaan perasaan dan semakin mempertajam mata hati. Maka senantiasalah bergerak dengan dinamis dan jangan terpaku hanya pada satu tempat yang akan membuatmu menjadi statis.
Sudah berapa banyak tempat, daerah, kota dan negara yang anda datangi dan kunjungi?
Perbedaan apa yang anda rasakan antara sebelum dan setelah mengunjungi tempat tertentu?
Ketika anda merenungkan jawaban atas kedua pertanyaan di atas, saya yakin anda akan menyadari betapa pentingnya mengadakan perjalanan.
Semakin sering seseorang melakukan perjalanan, tentunya akan semakin banyak tempat yang didatangi. Dan semakin banyak tempat yang didatangi akan semakin banyak peristiwa, kejadian dan fenomena yang yang bisa disaksikan mata dan didengar oleh telinga.
Semua yang bisa disaksikan mata dan didengar oleh telinga adalah tanda-tanda (ayat) Allah. Allah swt berfirman:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقّ
Terjemah:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri sampai jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu adalah benar
(QS Fushshilat: 53)
Ayat adalah tanda; sesuatu yang menunjukkan kepada sesuatu yang lain. Ayat Allah adalah tanda yang menunjukkan keberadaan, kesempurnaan, kekuasaan, kebesaran dan kasih sayang Allah swt.
Ayat Allah swt. ada dua macam, yaitu ayat yang terucap (qauliyah) seperti al-Qur’an dan ayat yang tercipta (kauniyah), yaitu seluruh alam semesta.
Memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat Allah swt. yang terhampar luas di alam semesta ini akan menumbuhkan kepekaan perasaan dan semakin mempertajam mata hati. Apa yang dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga akan memberikan pengaruh bagi seseorang dalam cara berpikir dan cara merasa.
Oleh : Dr.Syahrir Nuhun, Lc.M,THI
Semua manusia pasti mempunyai perasaan, pikiran dan keinginan. Jangan pernah membiarkan perasaan yang memperdayamu, engkaulah yang harus menundukkannya. Jangan biarkan keinginan yang mengarahkanmu, tetapi engkaulah yang harus mengontrolnya. Jangan biarkan pikiran yang menyetirmu, tetapi engkau yang harus mengendalikannya. Sesuaikanlah perasaan, keinginan dan pikiranmu dengan tuntunan Allah swt.
Kalau anda seorang laki-laki dan melihat perempuan di jalanan yang tidak menutup auratnya, adakah keinginan di dalam hatimu untuk menatapnya meskipun sesungguhnya perbuatan itu dilarang oleh Allah swt.?
Atau…
Kalau anda seorang perempuan dan melihat uang dalam jumlah besar di jalan, adakah keinginan di dalam dirimu untuk mengambil dan memilikinya, meskipun sebetulnya uang itu bukan hakmu?
Banyak laki-laki yang lebih mudah tergoda oleh kecantikan perempuan, sebagaimana banyak perempuan yang penglihatannya sangat mudah silau oleh kemilau harta.
Semua manusia pasti mempunyai perasaan, juga pikiran dan keinginan. Namun tidak sepatutnya seseorang membiarkan perasaan yang memperdayanya, dialah yang harus menundukkan perasaannya. Tidak selayaknya membiarkan keinginan yang mengarahkannya, tetapi dialah yang harus mengontrolnya. Jangan membiarkan pikiran yang menyetirnya, tetapi dia yang harus mengendalikan pikirannya.
Perasaan harus tunduk kepada kehendak Allah. Keinginan harus mengikuti keinginan Allah dan pikiran harus selaras dengan tuntunan Allah. Sesuaikanlah perasaan, keinginan dan pikiran dengan aturan Allah swt. Semua potensi yang dikaruniakan oleh Allah swt. mestilah disalurkan dan digunakan sesuai dengan peintah Allah swt, bukan sebaliknya perintah dan larangan Allah swt. yang diabaikan dan ditundukkan kepada perasaan, keinginan dan syahwat manusia.
Allah swt. mengingatkan dalam firmannya:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
Terjemah:
Pernahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan dan Allah membiarkannya tersesat atas sepengetahuannya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan menjadikan pada matanya ada penutup. Maka siapakah yang bisa memberinya petunjuk setelah Allah (menyesatkannya)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajarannya?
(QS al-Jatsiyah: 23)
Ayat di atas menegaskan bahwa orang yang mempertuhankan hawa nafsunya akan dibiarkan oleh Allah swt. berada dalam kesesatan, hatinya akan terhalang dari petunjuk, indranya akan kehilangan kemampuan untuk menjadi alat menemukan kebenaran.
Maka kemampuan untuk menundukkan hawa nafsu di bawah tuntunan agama adalah ciri kesempurnaan iman seseorang.
Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ "
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash dari Nabi saw, beliau bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang saya bawa.
(HR. al-Baghawi)
Sebanyak apapun permasalahan hidup yang dialami, tetapi itu masih lebih sedikit dibandingkan dengan nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadamu. Sebesar apapun cobaan yang menimpamu, tetapi itu masih lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan buruk yang lain yang bisa terjadi sekiranya Allah menghendakinya. Seberat apapun penderitaan yang engkau rasakan, tetapi itu masih lebih ringan dibandingkan dengan kekuatan besar yang telah Allah berikan kepadamu. Bahkan sebanyak, sebesar dan seberat apapun musibah yang engkau derita, masih jauh lebih banyak dan lebih besar pahala yang telah Allah siapkan untukmu, asalkan engkau bisa bersabar menghadapinya. Bersabarlah! Allah akan menggembirakan orang-orang yang bersabar.
Adakah orang yang tidak punya masalah?
Kalau masalah dipersepsikan sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, maka jawabannya sudah pasti semua orang punya masalah, karena tidak semua keinginan bisa diwujudkan.
Ketika ada seseorang yang merasa tidak punya masalah, maka perasaan tidak bermasalah itu sendiri adalah satu masalah. Itu artinya dia tidak sensitif dengan dirinya, apalagi dengan orang lain.
Masalah akan selalu ada menemani manusia dalam seumur hidupnya. Masalah adalah salah satu bentuk ujian yang ditimpakan oleh Allah swt kepada manusia dan ujian itu adalah satu keniscayaan hidup.
Allah swt. telah menegaskan hal tersebut dalam firman-Nya berikut ini:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ.
Terjemah:
Dan pasti Kami akan menguji kalian berupa “sesuatu” dari rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Maka gembirakanlah orang-orang yang sabar. (yaitu) mereka yang apabila ditimpa musibah mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali.
(QS al-Baqarah: 155-156)
Selain Allah swt menegaskan dalam ayat di atas bahwa ujian merupakan keniscayaan dan kepastian dalam hidup, Allah swt. juga mengingatkan bahwa ujian darinya hanyalah berupa “sesuatu”.
Kata “sesuatu” bisa dipahami kecil, ringan dan sedikit. Itu artinya permasalahan hidup yang dialami oleh seorang manusia sesungguhnya kecil ringan dan sedikit.
Mengapa demikian?
Paling tidak ada empat penjelasan yang bisa dikemukakan:
Pertama, Sebanyak apapun permasalahan hidup yang dialami, tetapi itu masih lebih sedikit dibandingkan dengan nikmat Allah yang telah dikaruniakan dalam hidup.
Bandingkanlah misalnya antara masa sakitmu dengan masa sehatmu. Bukankah pada umumnya manusia lebih sering berada dalam masa sehat, dibandingkan berada dalam masa sakit.
Kedua, Sebesar apapun cobaan yang menimpa, tetapi itu masih lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan buruk yang lain yang bisa terjadi sekiranya Allah menghendakinya.
Ketika anda kehilangan uang satu juta, pada awalnya itu akan terasa besar, tetapi kalau anda merenung jumlah itu sebetulnya kecil jika dibandingkan dengan kemungkinan yang bisa terjadi. Bukankah anda bisa kehilangan sampai sepuluh juta misalnya
Ketiga, Seberat apapun penderitaan yang engkau rasakan, tetapi itu masih lebih ringan dibandingkan dengan kekuatan besar yang telah Allah berikan kepadamu.
Allah swt. telah memberikan kekuatan yang sangat besar kepada manusia dan Allah tidak akan memberi beban di atas kapasitas manusia untuk memikul beban tersebut.
Keempat, Bahkan sebanyak, sebesar dan seberat apapun musibah yang engkau derita, masih jauh lebih banyak dan lebih besar pahala yang telah Allah siapkan, asalkan bisa bersabar menghadapinya.
Selalulah bersabar karena Allah swt. menggembirakan orang-orang yang bersabar dan menjanjikan pahala yang akan disempurnakan
(Dr.Syahrir Nulun, Lc,M.THI)
Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Setelah Ramadhan berlalu kita berharap tercipta kehidupan masyarakat surgawi yang aman, damai lahir dan batin. Apa ciri-ciri masyarakat surgawi? Ada 4 ciri yang dapat diambil dari 4 huruf pada kata ramadhan yaitu huruf ra, mim, dhad, dan nun.
Ciri pertama dari huruf “ra” dan terbentuklah kata “rahmat” atau kasih sayang. Ciri pertama dari masyarakat surgawi yaitu adanya cinta dan kasih sayang. Wujudnya dalam kehidupan keluarga yaitu bapak ibu yang saling mencintai, orang tua sayang pada anaknya, anak hormat pada orang tuanya.
Kehidupan bertetangga berupa saling membantu, menghormati dan menghargai. Dalam kehidupan masyarakat pemimpin mengayomi rakyatnya dan rakyat mendukung pemimpinnya dan sesama rakyat saling akur dan gotong royong.
Selanjutnya ciri kedua dari masyarakat surgawi dari kata ramadhan yaitu huruf “mim” yang membentuk kata “maghfirah” atau “ampunan”. Ampunan itu terkait pada hubungan dengan Allah (hablum minallah). Jika dalam hubungan antar sesama manusia maka ia berupa saling memaafkan.
Tidak ada manusia yang suci yang tidak punya salah. Jadi manusia yang hebat bukanlah yang tidak punya dosa dan kesalahan. Tapi manusia yang hebat adalah manusia yang jika melakukan dosa dan kesalahan segera bertobat dan memohon maaf. Tentu lebih hebat lagi adalah mereka yang mau mema’afkan orang lain. Meminta maaf relatif lebih mudah dibandingkan dengan memaafkan.
Orang yang mema’afkan orang lain akan mudah mendapatkan kebahagiaan. Mengapa memaafkan bisa membahagiakan? Karena saat mema’afkan kita sedang melepaskan rasa benci dan dendam. Jika benci dan dendam disimpan, ia akan membuat hidup kita tidak tenteram. Jika ia dilepaskan dengan mema’afkan orang lain maka beban berat dalam jiwa kita akan lepas.
Ciri ketiga dari masyarakat surgawi diambil dari kata “dhad” yang membentuk kata “dhuyuf” yang artinya tamu. Selepas Idul Fitri manusia banyak saling bertamu dan mengunjungi untuk memperat silaturahim dan ukhuwah. Dari pertemuan berkembang menjadi komunikasi dan dialog untuk saling memahami.
Masyarakat surgawi yaitu masyarakat yang saling memahami jika ada perbedaan dan permasalahan. Permasalahan dihadapi dengan pikiran yang jernih, komunikasi yang positif untuk mencari solusi. Bukan dengan saling menyalahkan, pertengkaran, permusuhan dan perkelahian.
Ciri keempat diambil dari kata “nun” yang membentuk kata “nur” yang artinya cahaya. Maksudnya cahaya hidayah yang menyinari hati sehingga dapat membedakan baik – buruk, benar – salah. Jadi masyarakat surgawi yaitu masyarakat yang pembelajar (learning society), saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran.
Semoga ciri-ciri masyarakat surgawi yang penuh kasih sayang, saling memaafkan, silaturrahmi dan berbasis ilmu dapat tampak di masyarakat apalagi dalam suasana pasca Pilpres yang masih menunggu proses di MK.
Oleh : Syamril
Setiap tahun menjelang idul fitri mudik menjadi tradisi di Indonesia dan beberapa negara. Tapi paling heboh itu di Indonesia. Penuh perjuangan di perjalanan. Makanya perlu persiapan fisik, mental dan dana.
Apa yang membuat orang mau mudik meskipun harus bersusah payah? Jawabannya adalah mudik menjadi kebutuhan jiwa. Bertemu dengan orang tua, keluarga, sanak saudara, teman lama. Bernostalgia dengan kampung halaman yang penuh cerita dan kenangan. Melepas diri dari kesibukan kerja sebagai rehat jiwa yang jenuh di kehidupan kota.
Kembali ke asal menjadi kata kunci dari aktivitas mudik. Setiap orang punya asal. Kampung asal, rumah asal sampai rahim tempat dia berasal. Itulah rahim ibu. Kembali bertemu orang tua khususnya ibu menjadi panggilan batin. Makanya selama ibu masih ada maka kerinduan itu tetap ada.
Agar mudik juga bersifat sosial maka perlu dilengkapi dengan fungsi silaturrahmi dan berbagi. Silaturrahmi artinya menyambung kasih sayang. Salah satu caranya adalah bertemu langsung. Keliling dari rumah ke rumah atau bertemu khusus di suatu acara adalah cara yang lazim selain melalui media sosial. Tapi tetap pertemuan tak bisa tergantikan nilai rasanya oleh media sosial. Saat pertemuan itu juga dilengkapi dengan saling maaf memaafkan. Maka menjadi lengkaplah kebahagiaan jiwa karena melepaskan segala ganjalan.
Ajaran agama Islam memerintahkan untuk bersilaturrahmi. Allah berfirman : "... Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 1)
Keluarga dalam Islam sangat diperhatikan karena keluarga adalah tiang negara. Agar mudik menjadi tradisi yang berdampak positif maka silaturrahmi dan berbagi menjadi aktivitas yang berdampak positif. Berbagi khususnya kepada keluarga dekat yang kurang mampu akan berfungsi ganda. Selain fungsi ekonomi juga menguatkan persaudaraan.
Namun hati-hati, mudik juga dapat berdampak negatif jika disertai dengan kesombongan. Orang kota ke desa memamerkan keberhasilan materialnya berupa kendaraan, barang-barang dan sebagainya. Juga merasa lebih mulia karena lebih kaya atau lebih berhasil. Waspadalah, itu semua sifat syaitan. Takabur, riya' tidak akan membuat kita lebih bahagia. Malah bisa memutuskan silaturrahmi serta menghancurkan pahala amaliah ramadhan. Dan orang yang dalam dirinya ada kesombongan walau seberat atom tidak akan bisa mencium bau surga apalagi memasukinya kelak di akhirat.
Orang kota yang ke desa juga perlu hati-hati. Jangan sampai malah membawa budaya dan tradisi kota yang negatif seperti konsumerisme. Bawalah tradisi positif yaitu kerja keras dan perjuangan menuntut ilmu sebagai proses meraih sukses. Beri inspirasi kepada generasi muda agar berani bermimpi tinggi. Selamat mudik. Semoga selamat sampai tujuan.
Oleh : Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Apa persamaan ular dan ulat? Keduanya jalannya merayap. Bukan cuma itu, ternyata ular dan ulat sama sama dalam fase hidupnya menjalani puasa. Namun terdapat perbedaan ‘hasil’ dari puasanya. Puasa ular hanya menghasilkan pergantian kulit. Ular tetap jadi ular dengan karakter yang sama dengan sebelumnya. Tetap berbisa dan berbahaya bagi manusia.
Berbeda dengan ulat. Setelah puasa dalam kepompong, ulat berubah menjadi kupu kupu yang cantik. Tidak hanya secara fisik berubah juga karakternya. Jika saat masih berwujud ulat, ia adalah musuh tumbuh-tumbuhan karena memakan daun dengan sangat rakus. Namun setelah berubah menjadi kupu-kupu, ia menjadi sahabat tumbuh-tumbuhan karena membantu penyerbukan.
Puasa yang dijalani oleh umat Islam selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan ini juga bisa seperti ular atau ulat. Jika puasanya hanya sekadar ritual rutin belaka, saat lebaran hanya berubah jadi memakai baju baru tanpa ada perubahan akhlak baru yang lebih baik maka itu tipe puasa ular.
Jadi hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, hanya menggugurkan kewajiban saja, tidak mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah SWT. Rasulullah bersabda : “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Thabrani, shahih lighairihi)
Mengapa hanya mendapatkan lapar dan dahaga? Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga tapi juga harus menahan lisan dari berkata-kata yanga tidak baik, berkata kotor, menggunjing, menggibah, dan mengadu domba.
Jadi puasa melatih pembiasaan akhlakul karimah salah satunya dengan menjaga lisan untuk hanya membicarakan kebaikan. Jika ini bisa dilakukan maka puasa akan menghasilkan perubahan akhlak pada orang yang mengerjakannya. Setelah selesai puasa, diharapkan menjadi karakter baik yang sudah menjadi kebiasaan baru. Maka itulah puasa tipe ulat karena berubah menjadi lebih baik.
Kebiasaan baik yang menjadi karakter, tidak akan bisa terwujud jika hanya karena dorongan kewajiban belaka. Akhlak yang baik akan kokoh tumbuh pada diri jika didasarkan pada kesadaran yang dibangun oleh iman.
Iman berarti keyakinan yang kokoh khususnya pada Allah dan Hari Akhir. Bukan hanya keyakinan bahwa Allah itu Ada tapi juga Allah Maha Melihat, Menyaksikan apa diperbuat oleh manusia. Lalu semua amal perbuatan yang dilakukan di dunia kelak di Hari Akhir akan dipertanggungjawabkan di Majelis Akhirat.
Semoga ibadah puasa yang kita lakukan terhindar dari tipe puasa ular yang hanya mendapatkan baju baru tanpa ada karakter baru. Mari berusaha meraih puasa tipe ulat yang menghasilkan perubahan akhlak baru yang lebih baik, bermanfaat dan memberi rahmat bagi seluruh alam. Amin.
Oleh : Syamril
Menurut Arvan Pradiansyah ada 3 jenis mudik yaitu fisik, emosional dan spiritual. Mudik fisik berarti secara fisik kita kembali ke kampung, berada di tempat kelahiran dan dibesarkan. Biasanya akan muncul rasa senang, bernostalgia sehingga teringat kembali kejadian masa lalu saat bersama saudara-saudari, karib kerabat, teman sepermainan, tetangga dan warga kampung. Masa kecil yang indah, bermain di sungai, main bola di tegalan, mendaki gunung, pergi ke sawah dan sebagainya. Juga saat sekolah di SD, SMP atau SMA.
Nostalgia tersebut akan menumbuhkan rasa bahagia apalagi bertemu dengan orang tua, kakak adik dan karib kerabat, juga teman masa kecil. Berkumpul dan bercerita kejadian masa lalu yang lucu sehingga membuat tertawa dan gembira.
Inilah mudik emosional, muncul rasa puas dan bahagia. Seolah-olah waktu berhenti dan semua kejadian masa lalu baik suka dan duka menjadi indah. Ibarat lukisan, aneka warna hitam, putih merah dan biru semua berpadu membentuk gambar kehidupan yang mempesona. Pulang dari kampung balik lagi ke tempat bekerja terasa ada nuansa baru dalam hidup.
Mudik fisik dan emosional itu perjalanan ke kampung halaman tempat kita dilahirkan dan dibesarkan, tempat di mana kita berawal.
Ternyata, hidup di dunia ini hakikatnya juga perjalanan mudik ke tempat asal sejati yaitu Allah. Sebelumnya kita tidak ada, lalu Allah menciptakan ruh kita, kemudian mendiami rahim ibu sampai akhirnya lahir ke dunia. Siapa yang menciptakan ruh kita yang menjadikan kita ada? Dialah Allah. Kita berasal dari Allah.
Seiring dengan waktu, kita pun semua akan mati, meninggal dunia. Fisik kita dikebumikan, dan ruh kita melanjutkan perjalanan ke alam barzakh sampai akhirnya ke alam akhirat. Ruh kita akan kembali kepada Allah. Jadi kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Inilah mudik spiritual.
Agar mudik fisik berjalan aman dan lancar, kita harus hati hati dalam perjalanan, perhatikan rambu-rambu lalu lintas dan siapkan bekal yang cukup. Demikian pula dengan mudik spiritual.
Agar mudik ke Allah juga selamat maka perlu hati-hati dalam menjalani hidup. Perhatikan dan ikuti rambu rambu kehidupan dan agama. Siapkan bekal berupa amal saleh dengan ibadah personal dan sosial.
Mudik fisik dan emosional bahagia tertingginya yaitu saat bertemu dengan kedua orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Maka mudik spiritual bahagia tertingginya yaitu saat bertemu dengan Allah yang Menciptakan kita. Dialah asal sejati kita.
Apakah semua yang mudik pasti tiba ke kampung dan bertemu dengan kedua orangtuanya? Ternyata tidak karena banyak pemudik yang mengalami kecelakaan di perjalanan sampai meninggal dunia.
Demikian pula perjalanan mudik ke Allah. Tidak semua dapat bertemu dengan Allah. Ada syarat yang Allah sampaikan jika ingin bertemu dengan Dia kelak yaitu :
… Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Kahfi : 110)
Ternyata Allah akan menerima kita dan mengijinkan kita bertemu dengan-Nya bukan karena harta, pangkat dan jabatan kita. Tapi semua karena iman, amal shaleh dan keikhlasan dalam beramal.
Harta, pangkat, jabatan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan dengan ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena ingin pujian dan penghargaan. Jika pun dapat pujian dan penghargaan anggap semua itu sebagai bonus. Yang penting adalah semua amal dan kerja yang dilakukan diniatkan semua untuk ibadah.
Oleh : Syamril
Ramadhan tahun ini sedikit 'spesial' karena bersamaan dengan Liga Champion Eropa. Sampai akhir Ramadhan sudah ada juaranya yaitu Liverpool setelah mengalahkan Tottenham 2-0. Seperti halnya Liga Champion, kita semua pun di bulan Ramadhan sedang 'bertanding'. Bedanya jika di sepakbola cuma satu yang juara maka di Piala Ramadhan semua bisa menjadi juara asal memenuhi kriteria takwa sebagai tujuan kita berpuasa.
Kejuaraan Ramadhan juga berbeda dengan Liga Champion. Liverpool yang meraih juara maka perjuangannya telah selesai. Predikat juara akan terus melekat selamanya. Berbeda dengan Liga Ramadhan. Perjuangan sesungguhnya justru baru dimulai selepas Ramadhan di 11 bulan berikutnya. Jadi hakikat dari juara Ramadhan adalah mereka yang dapat terus istiqamah dengan ketakwaannya di kehidupan pasca Ramadhan.
Apa saja ciri-ciri orang yang bertakwa? Banyak indikator yang dicantumkan Allah dalam Al Qur’an. Para ulama mencoba menyederhanakannya.
Dari kata TAQWA ulama membagi empat ciri-ciri yang diambil dari huruf pada kata taqwa yaitu Tawadhu, Qana’ah, Wara’, dan Ikhlas.
Tawadhu artinya rendah hati. Orang yang tawadhu’ jauh dari sikap sombong. Menurut Rasululullah ada dua ciri-ciri orang sombong yaitu merendahkan orang lain dan menolak kebenaran. Orang yang tawadhu akan jauh dari kesombongan karena dia sadar hakikatnya dia tidak memiliki apa-apa. Segalanya berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. Saat lahir kita tidak membawa apa-apa dan saat meninggal pun kita tidak bawa apa-apa kecuali amal shaleh.
Kesadaran bahwa segalanya berasal dari Allah dan dalam kendali Allah menjadikan kita memiliki sifat qana’ah atau merasa cukup atas segala nikmat yang Allah berikan. Merasa cukup bukan berarti tidak semangat mencari yang lebih banyak. Qana’ah berarti bersyukur atas apa yang ada sambil mencari apa yang belum ada. Qana’ah berarti tidak mudah iri dan dengki pada apa yang dimiliki oleh orang lain. Qana’ah berarti jauh dari sifat serakah dengan menghalalkan segala cara.
Kesadaran bahwa segalanya milik Allah dan manusia hanya menerima titipan akan membuat kita menjalani kehidupan dengan penuh hati-hati atau Wara’. Mengapa? Karena apa yang dititipkan kelak dipertanggungjawabkan. Sebelum bertindak kita akan selalu bertanya apakah tindakan ini sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Apakah pikiran, perkataan dan perbuatan kita tidak melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya.
Pada akhirnya kesadaran bahwa segalanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah, segalanya dalam kendali Allah dan untuk Allah sebagai wujud ibadah membuat kita jadi ikhlas dalam segala aktivitas. “Ikhlas itu saat engkau mengerjakan sesuatu suasana hatimu sama saja apakah engkau dipuji atau dicaci”, demikian definisi dari seorang ulama’. "Mengapa suasana hatimu sama saja? Karena bukan pujian yang engkau harapkan. Tapi semua engkau lakukan karena mengharapkan penilaian dan ridha dari Allah SWT”.
Semoga Ramadhan melatih kita menjadi manusia yang tawadhu’ (rendah hati), qana’ah (merasa cukup), wara’ (hati-hati) dan ikhlas. Itulah sang juara liga Ramadhan dan bekal terbaik untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Oleh : Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Seorang ulama menulis dalam kitabnya tentang ciri-ciri orang yang celaka. Menurut beliau ada 4 ciri-cirinya. Pertama, tidak mengingat dosa dosa yg telah berlalu. Akibatnya tidak ada penyesalan. Tidak ada keinginan untuk bertobat dan mudah untuk mengulangi kembali.
Padahal ciri orang bertakwa bukanlah orang yang tidak punya dosa. Tapi jika melakukan salah segera ingat Allah, memohon ampun kepada-Nya dan berjanji tidak mengulangi. Jika punya salah pada manusia segera memohon maaf.
Ciri kedua orang yang celaka yaitu selalu menyebut nyebut kebaikan yang telah diperbuat. Akibatnya pahala kebaikannya dapat hilang karena riya. Padahal amalan yang baik yaitu seperti ungkapan Rasulullah "tangan kanan memberi tangan kiri tidak tahu". Selain itu suka menyebut kebaikan juga dapat menyakiti perasaan orang yang menerima kebaikannya.
Memperlihatkan kebaikan bisa saja dilakukan jika dimaksudkan untuk memotivasi orang lain. Misalnya ada penggalangan dana untuk pembangunan masjid. Niatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Tentu dengan tetap menjaga keikhlasan hati.
Ciri ketiga orang yang celaka yaitu memandang harta orang lain lebih unggul. Akibatnya tumbuh iri hati dan susah bersyukur. Iri hati cirinya yaitu SOS. Sengsara melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain sengsara.
'Iri hati' bisa saja positif jika jadi motivasi kebaikan. Jika orang lain bisa beli mobil dari harta yang halal mengapa saya tidak bisa. Lebih bagus lagi jika itu amal ibadah. Misalnya orang lain bisa baca Al Qur'an dengan benar maka saya juga bisa. Jika orang lain bisa khatam 30 juz di bulan Ramadhan maka saya juga bisa.
Ciri keempat orang yang celaka yaitu memandang remeh orang lain karena penampilannya biasa saja. Dia terjebak pada bungkus bukan isi. Banyak ulama dan orang saleh yang sangat tawadhu. Penampilan biasa saja tapi ternyata ilmunya luar bisa. Maka pandanglah manusia apa adanya. Kemuliaan bukan karena penampilan. Bukan karena harta dan tahta. Tapi kemuliaan karena ketakwaan.
Oleh : Syamril
Ada dua orang karyawan di perusahaan pembuat rumah (developer) berminat pensiun dini setelah bekerja selama 20 tahun. Maka mereka berdua menghadap ke atasannya sambil membawa surat permohonan.
Setelah menyampaikan maksudnya maka atasannya mengatakan "anda berdua boleh pensiun dini. Tapi mohon bantu saya untuk membangun dua rumah baru. Tolong masing-masing dari Anda menjadi mandor dari satu rumah. Semoga 3 bulan rumah itu selesai. Dan setelah itu Anda boleh pensiun".
Mereka berdua setuju. Cuma respon keduanya berbeda. Karyawan pertama berucap "karena ini proyek terakhir saya maka saya akan bangun rumah yang terbaik. Semoga menjadi kenangan yang indah bagi atasan saya di akhir masa tugas saya". Karyawan kedua lain lagi ucapannya "karena ini proyek terakhir saya maka saya akan bangun seadanya. Toh tidak ada lagi penilaian kinerja setelah ini. Saya sudah langsung pensiun".
Mulailah mereka membangun masing-masing satu rumah. Satu pekan, satu bulan dan akhirnya tiga bulan waktu kerja berlalu. Rumah pun selesai. Maka menghadaplah mereka berdua ke atasannya sambil membawa kunci rumah yang telah dibangun.
Alangkah kagetnya mereka saat atasannya berkata "saya ingin memberikan hadiah kepada Anda atas kesetiaan Anda selama 20 tahun bekerja di sini. Hadiahnya adalah rumah yang telah Anda bangun. Ambillah kunci rumah itu dan rumah itu jadi milik Anda".
Karyawan pertama bersyukur sambil berucap "Alhamdulillah saya telah membangun rumah yang terbaik. Sekarang saya bisa menempatinya bersama keluarga dan hidup nyaman di masa pensiun saya".
Karyawan kedua dengan penuh penyesalan berkata "saya menyesal membangun rumah asal jadi. Kualitasnya kurang bagus. Jika saya tinggali bisa membahayakan saya karena konstruksinya tidak sesuai standar. Coba kalau saya bangun dengan baik, saya akan punya rumah yang akan saya tinggali dengan tenang ".
Cerita di atas adalah gambaran kehidupan dunia dan akhirat kita. Membangun rumah ibarat amal ibadah kita di dunia. Pensiun adalah kematian. Menempati rumah hasil kerja itulah kehidupan akhirat. Apa yang dilakukan di dunia ini akan mendapat balasan di akhirat. Jika melakukan yang terbaik balasannya pun juga terbaik. Allah berfirman :
"Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya" (Q.S. Az-Zalzalah : 7-8).
Mari lakukan amal ibadah yang terbaik di sisa umur yang Allah masih berikan. Sungguh itu semua untuk kita juga. Bukan untuk kemuliaan Allah. Agar dapat melakukan yang terbaik maka bayangkanlah itu amal ibadah kita yang terakhir. Seperti seorang terpidana mati yang akan segera dieksekusi. Dia meminta waktu untuk shalat yang terakhir sebelum dibawa ke ruang eksekusi. Maka tentu dia akan shalat yang terbaik. Khusyu' dan berdo'a penuh linangan air mata agar shalatnya diterima dan dosanya diampuni.
Kita tidak pernah tahu akhir kehidupan kita. Kematian bisa datang kapan saja. Maka coba bayangkan setiap akan shalat itu adalah shalat yang terakhir. Semoga dapat membantu kita menjadi khusyu'. Kita juga tidak dapat menjamin kita masih ketemu Ramadhan tahun depan. Bisa jadi ajal telah datang menjemput.
Oleh karena itu mari bertekad Ramadhan tahun ini sebagai Ramadhan yang terbaik. Isi hari-harinya dengan amal ibadah yang terbaik. Puasa, shalat, tilawah Al Qur'an, infak, sedekah, zakat dan amal ibadah lainnya mari lakukan dengan sebaik-baiknya. Semoga kita menjadi manusia yang dirindukan oleh surga.
Oleh : Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Pada setiap perlombaan selalu ada yang disebut finalis. Disebut finalis karena bisa bertahan sampai akhir. Jika ada yang bertahan maka ada juga yang gugur atau tidak bertahan.
Di awal perlombaan banyak peserta itu biasa. Seiring waktu maka mulai berguguran dan yang bertahan itulah finalis. Demikian pula dengan Ramadhan. Finalis ramadhan adalah mereka yang mampu bertahan di 10 hari terakhir.
Finalis Ramadhan harus lebih baik lagi dibandingkan 20 hari awal. Jika di awal biasa saja maka di 10 terakhir harus maksimal. Lakukan ibadah yang terbaik. Sedekah terbaik. Baca Al Qur'an terbaik.
Rasulullah di 10 hari terakhir mengencangkan sarungnya. Tidak mendekati istrinya. Beliau iktikaf di masjid. Menghidupkan malamnya dengan shalat. Mengkhatamkan Al Quran dalam sekali shalat lail. Jadi semalam 30 juz.
Rasulullah bersabda "amalan itu dinilai di akhirnya". Jika pada awal Ramadhan tidak mampu menyambut dengan baik karena masih kurang ilmu dan waktu maka tutup atau akhiri dengan yang terbaik. Maksimalkan 10 hari terakhir. Jadilah finalis ramadhan yang tidak pernah menyerah kecuali jadi pemenang.
Pada pertandingan sepakbola saat injury time di babak final semua pemain akan habis-habisan. Bahkan penjaga gawang juga maju menyerang. Kemenangan yang diraih saat final dan injury time akan menjadi kemenangan yang terindah. Bagi yang kalah itu juga menjadi kekalahan yang paling menyakitkan.
Ada perbedaan finalis Ramadhan dan sepakbola. Pada finalis Ramadhan semua bisa jadi juara. Lawannya bukan orang lain tapi diri sendiri. Siapa yang mampu menjaga semangat amalannya maka bisa jadi pemenang. Siapa yang malas maka itulah yang kalah.
Oleh karena itu di akhir Ramadhan mari perbanyak doa, istighfar, shalat dan tilawah. Hidupkan malamnya untuk meraih Lailatul Qadr yang lebih baik dari 1000 bulan. Siapa yang beribadah pada malam itu maka pahalanya lebih dari 83 tahun 4 bulan beribadah di bulan di luar Ramadhan.
Jangan sampai menyesal karena menjadi pecundang Ramadhan. Tidak ada jaminan masih ada umur sampai tahun depan. Mari isi tiap detik di akhir Ramadhan dengan ibadah.
Oleh : Syamril
Rasulullah adalah manusia yang dijamin oleh Allah masuk surga. Namun ada yang unik dari beliau. Adanya jaminan itu justru ibadahnya semakin banyak dan berkualitas.
Bayangkan jika kita yang dapat jaminan masuk surga. Mungkin ibadah kita biasa-biasa saja. Alasannya, buat apa lagi toh sudah dijamin masuk surga. Bukankah ibadah untuk dapat pahala sebagai bekal di akhirat agar dapat masuk ke dalam surga.
Suatu hari Aisyah istri Rasulullah menanyakan hal itu. Jawaban beliau sungguh luar biasa. "Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur". Jadi adanya jaminan itu beliau syukuri dengan ibadah yang semakin intensif.
Rasulullah telah melepaskan diri dari ibadah transaksional menjadi ibadah cinta. Transaksional karena imbalan dan hukuman. Cinta karena rasa syukur dan persembahan. Ini perlu kita renungi. Transaksional tidak masalah asalkan dilandasi oleh cinta.
Intensifikasi ibadah Rasulullah juga sangat luar biasa pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Apa saja kebiasaan beliau? Pertama, menghidupkan malamnya sehingga tdk bisa dibedakan bangun dan tidurnya. Seolah-olah sepanjang malam beliau terjaga terus dalam aktivitas ibadah.
Rasulullah i'tikaf di masjid. Melepaskan diri dari segala urusan sehari-hari sebagai pemimpin masyarakat. Masuk dalam bilik khusus di masjid melakukan shalat, zikir dan do'a. Keluar dari biliknya hanya saat urusan pribadi seperti bersuci dan merapihkan diri. Itu dilakukan selama 9 atau 10 hari penuh. Sejak masuk malam ke 21 sampai dapat dipastikan di sore hari terakhir Ramadhan sudah tampak hilal. Berarti besoknya sudah 1 Syawal.
Ibadah utama yang dilakukan di malam hari yaitu shalat malam. Khusus bagi Rasulullah shalat witir menjadi wajib hukumnya sehingga tdk pernah ditinggal oleh beliau baik dalam keadaan.mukim ataupun safar atau perjalanan.
Kedua, Rasulullah membangunkan istri-istrinya. Juga anak dan menantunya untuk beribadah bersama. Jadi ada kebersamaan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah lakukan itu sampai beliau meninggal. Setelah itu istri-istrinya melanjutkan kebiasaan tersebut.
Ketiga yaitu banyak meminta atau berdoa agar diampuni segala dosa. Aisyah secara khusus minta agar diajarkan doa khusus di malam itu. Maka Rasulullah mengajarkannya untuk membaca doa "Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa'fuanni". Artinya wahai Allah yang Maha Pengampun, ampunilah aku.
Mulai tadi malam kita sudah memasuki 10 malam terakhir. Mari intensifkan ibadah. Jika tidak sanggup penuh 9 atau 10 hari x 24 jam karena masih harus masuk kerja maka bisa i'tikaf di malam hari.
Jika itu juga sulit maka bisa datang ke masjid untuk shalat tahajjud berjamaah. Biasanya mulai jam 2 pagi sampai subuh. Jadi sekalian sahur di masjid. Kemudian pagi harinya kembali ke rumah dan masuk kerja lagi.
Jika ingin mencoba penuh bisa saat nanti sudah cuti bersama. Bisa ada 5 hari x 24 jam. Selamat mencoba.
Oleh : Syamril
Setiap manusia ingin rezekinya lancar. Tidak hanya harta tapi juga kesehatan, persahabatan, keluarga yang bahagia dan lainnya. Juga ingin setiap masalah dalam kehidupan ada solusinya karena ada ilmu yang memadai.
Lalu karir juga naik terus dan derajat dan kehormatan di masyarakat menanjak. Tentu tidak ada berita negatif tentang dirinya yang tersebar baik hoax apalagi benar. Harga dirinya terjaga meskipun sebagai manusia biasa tetap ada kekurangan.
Lalu hubungan dengan Allah juga baik. Mendapat ampunan dan kasih sayang dari Allah. Setiap hari pasti ada perbuatan salah baik dari panca indra, pikiran, perbuatan maupun hati. Pembersihannya dengan ampunan dan rahmat dari Allah.
Untuk meraih itu semua dibutuhkan usaha atau kerja keras dan do'a. Jangan hanya mengandalkan kerja keras karena itu kesombongan. Jangan lupakan do'a karena jika Allah menghendaki maka hal yang mustahil bisa terjadi. Do'a bisa menyempurnakan usaha.
Sebenarnya kita sudah berdoa minimal 17 kali dalam sehari untuk meminta itu semua. Raka'at shalat wajib yang kita kerjakan pada setiap satu raka'at ada do'a antara dua sujud. Jika membaca do'a yang diajarkan waktu di sekolah maka ada 8 permintaan yang dipanjatkan.
Arti dari do'a itu adalah "Ya Allah ampuni aku, maafkan aku, tutupi aibku, angkat derajatku, beri aku rezeki, beri aku petunjuk, beri aku kesehatan dan maafkan aku". Kita memohon ampunan, kasih sayang, kekurangan ditutupi, derajat dinaikkan, diberi rezeki, diberi petunjuk, diberi kesehatan dan maaf.
Inilah do'a yang paling sering dipanjatkan sehari semalam. Melebihi do'a sapujagat kebaikan dunia akhirat yang dibaca selepas shalat. Shalat wajib ditambah sunnah rawatib, dhuha, tarawih dan tahiyatul masjid jumlahnya bisa mencapai 50 rakaat. Jadi 50 kali sehari permohonan itu dipanjatkan.
Namun mengapa rasanya belum juga dikabulkan oleh Allah. Boleh jadi karena tidak memenuhi syarat sebagai do'a yang akan dikabulkan. Rasulullah bersabda "Allah tidak mengabulkan do'a dari hati yang lalai".
Coba periksa hati dan pikiran kita saat shalat dan membaca do'a di antara dua sujud. Apakah pikiran dan hati kita tersambung dengan apa yang diucapkan oleh lisan kita? Bisa jadi sebagian besar tidak tersambung karena sudah otomatis maka mulut berbicara tapi pikiran dan hati entah ke mana. Itulah do'a dari hati yang lalai. Maka wajar saja tidak dikabulkan.
Mari coba perbaiki. Saat membaca do'a antara dua sujud, hadirkan hati dan pikiran sejalan dengan lisan. Tunjukkan bahwa kita sungguh-sungguh ingin ampunan, kasih sayang, ditutupi kekurangan, dinaikkan derajat, diberi rezeki, hidayah, kesehatan dan maaf. Berdo'alah dengan khusyu'. Sadarlah bahwa kita sedang berdo'a bukan hanya membaca do'a. Pahami, hayati dan resapi. Semoga Allah memgabulkan.
Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Manusia dalam menjalani aktivitas hiduphnya membutuhkan energi. Energi tersebut tidak hanya berwujud fisik yang diperoleh dari makanan dan minuman. Juga ada energi sosial dan spiritual. Energi sosial diperoleh dari pergaulan dengan orang lain. Energi spiritual diperoleh dari hubungan dengan Sang Pencipta.
Melalui pergaulan yang harmonis dengan orang lain maka tumbuh semangat kerja yang tinggi karena adanya spirit the corps. Lahirlah teamwork, kolaborasi atau kerja sama. Setiap anggota tim dapat saling membantu (sipatuo) dan saling menopang (sipatokkong). Muncul kolaborasi dan saling mengisi kekurangan masing-masing. Itulah synergy atau synchronize energy.
Tidak semua kumpulan orang disebut tim. Ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu kesamaan tujuan dan kepedulian pada sesama. Satunya tujuan membuat kita fokus untuk meraihnya. Terjadi kerja sama, bukan sama sama kerja.
Kerja sama tidak akan terwujud jika tidak ada kepedulian dan empati. Masalah yang dihadapi oleh orang lain juga masalah bersama karena dampaknya untuk semua.
Demikian pula dengan rakyat Indonesia yang berjumlah lebih dari 250 juta. Belum bisa dikatakan satu tim jika tidak satu tujuan dan tidak ada kepedulian. Apalagi masih egois dan dendam pasca Pilpres di mana terjadi dua kubu yang sangat keras perbedaannya. Ini membuat energi sosial kita menjadi negatif.
Bagaimana agar energi sosial ini dapat berubah menjadi positif? Dibutuhkan kesatuan tujuan bahwa kita berbangsa dan bernegara untuk membangun kehidupan masyarakat yang adil, makmur sejahtera lahir dan batin.
Kemudian dibutuhkan kepedulian pada keselamatan bersama. Ibarat naik perahu tidak boleh ada yang egois dan bertindak di luar prosedur. Sangat berbahaya tindakan di luar prosedur karena dapat menenggelamkan seluruh penumpang.
Tentu semuanya dibarengi dengan kesabaran dan pengendalian diri. Jika ada perbedaan dahulukan persaudaraan bukan permusuhan. Berpikir jangka panjang. Berpikir dua kali sebelum bertindak.
Akhirnya jangan lupa untuk memohon pertolongan kepada Allah yang menguasai hati semua manusia. Jika Allah berkehendak maka pikiran yang berbeda dapat menjadi satu hati yang sama.
Bulan Ramadhan adalah bulan latihan pengendalian diri dan kesabaran. Semoga berkah Ramadhan membangkitkan energi positif bangsa untuk bersatu.
Oleh : Syamril
Pagi ini Rabu 22 Mei 2019 / 16 Ramadhan 1440 kami melayat ke rumah duka Pak Arif, Tata Usaha SD Baruga yang meninggal dunia selasa malam di Rumah Sakit Faisal Makassar. Kepergiannya begitu mengagetkan karena tidak ada kabar sebelumnya jika beliau punya penyakit berat.
Saat di rumah duka itulah kejadiannya jadi jelas. "Sebelum masuk rumah sakit, pak Arif tabrakan dengan bentor. Tidak ada luka luar. Cuma terasa sakit di dada. Dianggap biasa saja sampai mulai ada sesak nafas. Maka diperiksalah ke dokter dan ada luka dalam di paru-paru", demikian kisah bu Wati kakak Pak Arif yang juga karyawan Athirah.
Maka dirujuklah untuk dirawat di rumah sakit Faisal. Setelah lima hari rawat inap Allah memanggilnya untuk kembali ke haribaan-Nya. Selasa malam kejadiannya. Tak ada yang menduga, kakaknya yang menjaganya juga kaget. Sore hari saat dijenguk sama rekan kerja pak Arif masih bisa bercanda sebagaimana kebiasannya.
"Setelah mengucap kata Laa Ilaaha Illallah wajah pak Arif berubah pucat. Saya panik panggil perawat. Diperiksa ternyata sudah tiada", Bu Wati mengisahkan saat-saat akhir hayat adiknya. Sungguh akhir hayat yang indah, husnul khotimah. Dapat mengucapkan kalimat tauhid di ujung kehidupannya. Rasulullah menjamin siapa yang dapat mengucapkan kalimat tauhid di akhir hayatnya maka akan masuk surga.
Meninggal di bulan Ramadhan saat pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup rapat. Sepulang dari melayat saya merenungi apa kelebihan pak Arif sehingga dapat anugrah seperti itu? Saya menemukan ada 3 hal positif yang menjadi ciri beliau.
Pertama, ibadahnya terjaga. Ciri khas pak Arif selalu pakai peci di sekolah. Saat waktu shalat tiba beliau ke masjid shalat berjamaah. Hablum minallah terjaga dengan baik.
Kedua, komentar dari rekan kerja dan orang tua kesannya sama yaitu pak Arif sangat ramah. Tidak pernah marah. Malah suka bercanda. Tidak punya 'musuh'. Jadi hubungan dengan sesama manusia atau hablum minannas sangat baik.
Ketiga, bekerja tuntas, memuaskan dan sepenuh hati. Beberapa orang tua menceritakan pengalamannya saat ada urusan anaknya di tata usaha. Pak Arif melayaninya dengan ramah dan mengerjakannya dengan cepat dan baik. Orang tua puas dengan hasil kerjanya. Jadi sikap kerja dan profesionalismenya luar biasa.
Kesimpulannya pak Arif ini orang yang baik sehingga akhir hayatnya pun juga baik (husnul khotimah). Jika ingin meninggal dengan cara yang baik maka jalanilah hidup dengan baik. Jika menjalani hidup dengan buruk, maka besar kemungkinan meninggal dengan cara yang buruk pula (su'ul khotimah).
Jika dikaitkan dengan Jalan Kalla maka pak Arif telah mengamalkan dengan baik Kerja Ibadah, Apresiasi Pelanggan, Lebih Cepat Lebih Baik, Aktif Bersama. Hubungan yang baik dengan Allah, manusia dan profesional dalam bekerja.
Semoga kejadian ini menjadi contoh, ibrah dan pelajaran bagi kita semua khususnya Keluarga Besar Athirah. Kita semua ingin kembali kepada Allah dalam keadaan akhir yang baik (husnul khotimah), jiwa yang tenang (nafsul muthmainnah).
Bulan Ramadhan dengan puasa, shalat dan tilawah serta amal saleh lainnya melatih diri kita untuk senantiasa menjadi orang baik. Jika itu dilakukan ikhlas karena Allah maka iman dan amal sebagai ciri orang yang tidak merugi telah kita miliki. Jika itu terus kita jalani secara istiqamah dalam kehidupan, insyaallah kita bisa meraih husnul khotimah.
Oleh : Syamril
Bulan Ramadhan sungguh sangat semarak dengan aktivitas ibadah. Ada tiga jenis ibadah yang sangat intens dilakukan yaitu shiyam (puasa), qiyam (shalat malam/tarawih) dan tadarusan (membaca Al Qur'an).
Fenomena yang umum terjadi kaum muslimin terjebak pada kuantitas bukan kualitas khususnya qiyam dan tadarusan. Seperti tarawih ada yg tidak hanya mengejar rakaat yang banyak tapi juga yang cepat. Sampai ada yang shalat tarawih 23 rakaat dalam 7 menit.
Demikian pula dengan tadarusan. Umumnya 1 juz sehari sehingga bisa 30 juz sebulan. Ada juga yang targetnya 5 juz sehari tapi cara baca yang tidak tepat (tartil). Mengejar kuantitas dan kecepatan. Akhirnya salah baca.
Hati-hati, jangan hanya mengejar kuantitas. Mohon perhatikan juga kualitas. Jangan sampai tidak dapat apa apa selain hanya letih dan lelah. Shalat tanpa tuma'ninah dan ketenangan hanya gerakan fisik seperti olahraga. Mengaji tanpa cara baca yang benar malah bisa salah arti.
Bagaimana caranya agar shalat berkualitas? Shalatlah dalam keadaan sadar. Hati-hati, karena sangat sering dilakukan jadi otomatis saja. Takbir sampai salam tanpa ada kehadiran pikiran dan hati pada aktivitas shalat yang sedang dilakukan.
Agar bisa khusyu maka hadirkan pikiran dan hati dalam shalat. Di dalam shalat ada pujian dan do'a selain gerakan. Maknai apa pujian yang diucapkan dan apa do'a yang dipanjatkan. Contohnya do'a antar dua sujud. Ada tujuh permintaan. Saat duduk antar dua sujud coba maknai dan hayati apa yang diminta. Dengan cara itu semoga bisa khusyu dalam shalat.
Pada surat Al Fatihah ada pujian dan permintaan. Coba pahami dan hayati satu demi satu ayat yamg dibaca. Akan terasa ketenangan dalam jiwa jima khusyu membacanya. Sangat berbeda jika membacanya secara otomatis.
Tarawih yang dilakukan di malam bulan Ramadhan harapannya ada bekas di jiwa. Ini sejalan dengan arti kata tarawih. Untuk meraih itu butuh khusyu dan tenang bukan banyak dan cepat.
Demikian pula tadarus yang 1 juz sehari. Membaca surat dari atasan saja bisa membekas di hati jika itu berupa pujian atau teguran. Apalagi suratnya dari Allah yang Maha Kuasa. Syaratnya tentu saja dipahami apa yang dibaca. Jika sulit karena tidak bisa bahasa Arab maka coba baca terjemahan tiap menjelang tidur sambil diresapi maknanya.
Puasa juga mari jaga kualitasnya. Bukan hanya menahan lapar dan haus tapi juga menjaga lisan, pandangan, pendengaran dari maksiat dan hal lain yang dilarang oleh Allah. Puasa yang mampu merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan.
Semoga kita dapat memgoptimalkan Ramadhan tahun ini dengan kuantitas dan kualitas ibadah yang maksimal. Apalagi menjelang 10 hari terakhir di mana terdapat lailatul qadar yang lebih mulia daripada 1000 bulan. Selamat berjuang.
Oleh : Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Prof. dr. Budu Dekan Fakultas Kedokteran Unhas menceritakan pengalamannya saat masih dokter muda. Beliau beberapa kali mendampingi pasien di saat akhir hayatnya atau sakaratul maut. Ada beragam kejadian yang bisa jadi pelajaran.
Suatu saat ada pemuda korban kecelakaan yang kondisinya kritis. Saat akan diambil tindakan dalam keadaan tidak sadar pemuda itu masih bisa mengucapkan kata yang tidak sopan "sund*la" sambil mengacungkan jari telunjuk ke dokter.
Sampai akhirnya tiba bapak dari pemuda itu. "Ada apa ini pak, kok anak bapak seperti ini?" Prof. Budu bertanya kepada orang tua pemuda itu. "Memang begitu kesehariannya. Kalau minta sesuatu dan tidak dipenuhi dia tunjuk kita dan teriak kata sund*la". Jawab orang tuanya. "Biarkan saja mati. Sudah pusing saya melihatnya", lanjut bapaknya.
Kisah di atas adalah contoh akhir hayat yang buruk atau su'ul khotimah. Apa yang diucapkan di akhir hayatnya merupakan kebiasaan dia yang lama dan berulang. Masuk ke dalam otak dan jiwa sehingga di saat yang sangat menentukan kata-kata itu keluar secara otomatis.
Tentu kita tidak ingin mengalami hal seperti itu. Kita ingin akhir yang baik atau husnul khotimah. Kita ingin di akhir hayat kita bisa mengucapkan "laa ilaaha Illallah" atau kalimah thayyibah lainnya. Jika itu bisa kita lakukan maka Allah menjamin akan masuk ke dalam surga.
Menurut Prof. dr. Budu ada 2 cara yang bisa dilakukan. Pertama membiasakan diri mengucapkan kalimah thayyibah dalam keseharian. Bisa dalam bentuk aktivitas dzikir rutin pagi dan petang atau di saat senggang maupun sibuk tetap dalam aktivitas berzikir. Sering kita lihat ada orang yang membawa tasbih atau counter digital. Tiap saat terus berzikir.
Apakah cukup dengan itu? Tentu tidak. Bisa jadi itu hanya di lisan saja belum masuk ke dalam hati. Oleh karena itu menurut Prof. Budu perlu langkah kedua yaitu menghadirkan hati dengan menghayati apa yang diucapkan. Zikir dengan memahami apa yang diucapkan lalu direnungi dan diresapi ke dalam jiwa.
Lebih lanjut juga harus dibarengi dengan kebersihan jiwa dan raga dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh ketakwaan kepada Allah. Kalimah thayyibah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Memurnikan niat dalam segala aktivitas semata-mata karena Allah, senantiasa bersyukur dengan segala nikmat dari Allah, berusaha sungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, ridha dan sabar dengan segala ketetapan Allah.
Semoga dengan itu semua maka kalimah thayyibah itu mendarah daging dalam raga dan diresapi ke dalam jiwa dengan penuh rasa iman kepada Allah. Hadir dalam setiap nafas dan denyutan jantung kehidupan sehingga bisa hadir di alam bawah sadar.
Semoga bulan Ramadhan dengan puasa, shalat dan tilawah serta amal saleh lainnya melatih diri kita untuk senantiasa dzikrullah, ingat kepada Allah. Jika itu masuk ke dalam alam bawah sadar dan menjadi darah daging kehidupan, insyaallah kita bisa meraih husnul khotimah.
Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Hari Sabtu 18 Mei 2019 di Wisma Kalla Makassar berlangsung Konser Kemanusiaan Sulsel Peduli Palestina. Acara dimeriahkan oleh Melly Goeslaw dan siswa SD, SMP dan SMA Islam Athirah. Melly hadir menyanyikan beberapa lagu favoritnya seperti KCB dan Bunda.
Penggalangan dana seperti biasa dengan menawarkan paket bantuan dari 20 juta, 10 juta, 5 juta, 2.5 juta, 1 juta dan 0.5 juta. Alhamdulillah terkumpul dana lebih dari 418 juta rupiah.
Mengapa banyak yang tersentuh untuk membantu? Video paparan kondisi Palestina memang sangat memprihatinkan. Bayangkan, 7 dari 10 orang menderita kelaparan. Kekurangan air dan hanya 5% air yang bisa digunakan. Saat bulan puasa seperti sekarang mereka sudah bersyukur jika bisa berbuka puasa dengan air minum. Di saat yang sama kita di Makassar berlebih makanan buka puasa bahkan air minum dalam kemasan gelas belum habis sudah dibuang.
"Nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan". Ayat dalam surat Ar Rahman yang diulang 27 kali sangat cocok dan dipilih panitia jadi pembuka acara. Begitu banyak nikmat yang Allah berikan dibandingkan dengan saudara kita di Palestina. Namun sayang terkadang nikmat itu dianggap biasa saja atau malah "didustakan" dengan perilaku mubazir.
Lihatlah keseharian di masjid bagaimana penggunaan air untuk berwudhu. Bisa jadi lebih banyak yang terbuang daripada yang terpakai dengan cara membuka kran air secara penuh. Padahal di Palestina begitu sulitnya mendapatkan air bersih apalagi air minum. Belum lagi listrik yang hanya mengalir 4 jam sehari. Di Makassar 24 jam non stop listrik tersedia. Teringat saat terjadi black out karena kerusakan jaringan PLN. Saat itu karena tidak tahan kepanasan banyak warga yang pindah ke hotel. Palestina hampir tiap hari black out.
Bulan Ramadhan banyak kegiatan pengumpulan dana bantuan untuk menolong warga Palestina. Ini yang banyak dilakukan oleh lembaga kemanusiaan seperti ACT, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa dan lainnya. Momentum Ramadhan saat pahala dibalas berlipat ganda menjadi motivasi tambahan.
Saat ikut di acara itu saya merenung apakah benar ini untuk menolong orang Palestina saja? Atau sebenarnya ini untuk menolong diri sendiri? Memang tampaknya membantu orang lain. Tapi hakikatnya membantu diri sendiri menjadi hamba yang bersyukur.
Selama ini Allah memberi nikmat yang banyak tapi rasanya biasa saja. Melihat gambaran kondisi Palestina yang demikian memprihatinkan, tumbuh rasa syukur atas nikmat yang selama ini Allah berikan.
Memberi juga membantu diri berempati dan menolong sesama. Selama ini kita bahagia karena menerima. Ternyata memberi itu lebih membahagiakan. Ada rasa bermakna karena bermanfaat.
Salah satu sifat dasar manusia yaitu egois. Inginnya diperhatikan. Juga inginnya mendapatkan bukan memberikan. Jadinya kadang kikir dan hitung-hitungan. Program membantu Palestina ini juga dapat membantu diri sendiri untuk lepas dari sifat kikir. Memberi tanpa mengharap kembali.
Pada akhirnya semua amalan kita di dunia sebagai bekal di akhirat. Jika infak yang dikeluarkan ikhlas karena Allah maka itu akan menjadi jalan menuju surga dan meringankan kita saat kelak hisab harta di akhirat.
Mari optimalkan ramadhan ini dengan menjadi manusia yang dermawan. Mari meniru Rasulullah yang dermawan dan semakin dermawan di bulan Ramadhan. Dermawan untuk menolong orang lain dan juga menolong diri sendiri agar pandai bersyukur, berempati, peduli, tidak kikir, meraih pahala dan meringankan hisab harta menuju surga.
Oleh : Syamril
Manusia dalam hidupnya memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Bukan cuma makan, minum dan bernafas tapi juga tidur. Bahkan tidur bisa jadi lebih penting daripada makan dan minum. Buktinya saat mengantuk datang menyerang dan kondisi perut lapar maka biasanya tidur yang didahulukan. Minimal makan sambil tertidur.
Allah menciptakan tidur sebagai mekanisme alamiah agar manusia dapat istirahat. Saat tubuh lelah beraktivitas di siang hari maka Allah ciptakan malam hari untuk beristirahat. Lama waktu tidur juga diatur. Normalnya untuk orang dewasa antara 4-8 jam.
Pergantian malam dan siang jika kita amati juga penuh keajaiban. Ada waktu sekitar 1 jam antara sore hari menuju malam hari dan subuh hari menuju pagi hari. Waktu transisi ini Allah ciptakan agar manusia memiliki masa penyesuaian diri. Secara perlahan dari gelap ke terang atau dari terang ke gelap membuat manusia tidak kaget. Bayangkan jika seperti gelap dan terang di lampu kamar. Tentu saja tidak nyaman bagi manusia.
Demikianlah Allah Menciptakan kehidupan ini dengan penuh keteraturan dan perhitungan. Itu semua adalah tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berakal seperti termaktub dalam Q.S. Ali Imran 190.
Tidur yang dapat memulihkan tubuh adalah tidur yang berkualitas. Itu terjadi saat kita dalam keadaan "deep sleep". Jadi bukan asal tidur atau asal tidur yang lama. Suasana pribadi dan lingkungan sangat menentukan kualitas tidur seseorang.
Jika aktivitas tidur seseorang tiap hari rata-rata 6 jam maka itu setara dengan 25% umurnya. Jika umurnya 40 tahun maka dia telah tidur selama 10 tahun. Bisa dipastikan tidur adalah aktivitas yang paling banyak mengambil waktu kita.
Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada Nya. Artinya seluruh aktivitas manusia termasuk tidurnya harus bernilai ibadah. Apa syaratnya agar tidur bernilai ibadah?
Mari kita perhatikan hadist Nabi yang dapat jadi petunjuk. Tentu pertama secara umum adalah niat. Sebelum tidur, niatkan untuk ibadah. Makanya diajarkan do'a sebelum tidur yaitu bismika Allahumma ahya wa bismika amut (dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati).
Jika ingin lebih lengkap maka dianjurkan membaca ayat Kursi, surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas lalu meniupkan ke tangan dan menyapukan ke seluruh badan yang dapat dijangkau. Hal itu untuk menjaga diri dari gangguan jin selama tidur.
Aktivitas pendahuluan sebelum do'a akan tidur yaitu berwudhu dan membersihkan tempat tidur. Berwudhu sebagaimana akan shalat agar saat tidur dalam keadaan suci lahir dan batin. Membersihkan tempat tidur dengan membaca bismillah selain menjaga kebersihan fisik tempat tidur juga membersihkannya dari jin yang dapat mengganggu.
Kemudian dianjurkan untuk tidur dengan badan menghadap ke kanan dan tangan di bawah pipi. Secara medis posisi ini sangat bagus untuk jantung dan lambung.
Saat bangun tidur diperintahkan untuk membaca do'a alhamdulillahilladzi ahyana ba'da ma amatana wailaihinnusyur (segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan setelah mati di saat tidur). Bersyukur kepada Allah atas nikmat masih bisa bangun.
Demikianlah beberapa petunjuk agar aktivitas tidur kita bernilai ibadah sehingga berpahala. Apalagi di bulan Ramadhan di mana segala pahala berlipat ganda. Tapi jangan juga tidur berlebihan dan bermalas-malasan dengan alasan sedang berpuasa. Mari tetap produktif di bulan Ramadhan.
Oleh : Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Hal yang sangat berharga bagi orang sibuk yaitu waktu luang. Saat jam kerja beragam agenda rapat, acara, ketemu relasi, mengajar, ceramah dan sebagainya. Tak terasa dari pagi mulai, lanjut siang dan di sore hari belum selesai agenda harian. Terkadang masih berlanjut sampai malam. Jika tidak mungkin maka lanjut di esok hari.
Rasanya waktu 24 jam sehari tidak cukup karena banyak amanah dan urusan yang harus diselesaikan. Belum lagi jika harus berpindah tempat dari satu kantor ke kantor lain. Atau berpindah kota antar provinsi, bahkan antar negara. Kadang sahur di Makassar, buka puasa di Jakarta dan berlanjut sahur di kota lain.
Akibatnya badan menjadi lelah. Energi terkuras untuk perjalanan dan pikiran. Masalah yang banyak dan beragam menuntut solusi. Otak berpikir keras dan hal itu butuh energi yang besar. Tak terasa badan juga ada batas energinya. Akhirnya mulai lemas, letih dan lesu. Jika terus berlanjut dan tidak cukup istirahat maka sakit akan datang menerpa.
Tak ada pilihan, harus istirahat. Berhenti sejenak dari segala kesibukan dan aktivitas yang padat. Tidur yang banyak untuk memulihkan kondisi tubuh. Jika dirasakn ada virus atau bakteri yang mengganggu maka harus ke dokter untuk cek kesehatan. Diberilah obat-obatan yang harus dikonsumsi agar kondisi tubuh kembali pulih.
Saat tubuh terbaring lemah terasa sangat mahal dan istimewa yang namanya sehat. Maka wajar saja ungkapan yang mengatakan "sehat itu ibarat mahkota di kepala raja yang terlihat indah oleh orang sakit". Bagi raja yang menggunakan mahkota tidak terlihat keindahan mahkotanya kecuali dia bercermin. Raja itu adalah orang sehat.
Terkadang bagi orang sehat, kesehatan itu biasa saja, bukan barang yang istimewa dan berharga. Toh demikianlah tiap hari badan segar bugar. Baru terasa jika sakit mendera. Ibarat mahkota lepas dari kepala dan terlihat utuh di atas meja. Oh ternyata indah sekali mahkotaku. Oh ternyata sehat itu nikmat sekali.
Mencermati tulisan di atas teringat hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari Rasulullah bersabda "dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang".
Terkadang kita alami karena kesibukan yang sangat padat jangankan untuk shalat berjamaah di masjid dan lengkap dengan shalat sunnah rawatib, shalat 5 waktu saja kita lakukan di akhir waktu. Untung masih sempat dikerjakan. Mungkin pernah malah terlewatkan satu atau dua waktu.
Namun terkadang saat sakit datang, kita punya waktu luang yang banyak. Cuma sering waktu itu tak bisa dimanfaatkan untuk hal yang bermanfaat dan berkualitas. Dengan alasan istirahat akhirnya waktu habis untuk tidur. Jika masih ada tersisa habis untuk aktivitas pasif seperti menonton televisi, media sosial atau acara hiburan lainnya.
Padahal sebenarnya waktu luang yang ada masih bisa digunakan untuk membaca buku atau tadarus Al Qur'an. Agar hal itu bisa berjalan usahakan berpisah dulu dengan smartphone. Saya pernah mencobanya dan Alhamdulillah berhasil. Waktu luang saat istirahat karena sakit hari itu dapat menyelesaikan tadarus 5 juz. Di waktu lain dapat menuntaskan satu buku yang tebalnya hampir 300 halaman.
Namun pernah juga di hari yang lain karena terjebak sama smartphone akhirnya keasyikan di media sosial, menonton di youtube atau membaca berita di portal berita online. Waktu berjam-jam berlalu namun kurang bermakna dan tidak banyak manfaatnya.
Sebagai penutup, mari jaga kesehatan dengan makanan bergizi seimbang, istirahat yang cukup dan pikiran yang rileks. Hati-hati terhadap waktu luang anda. Jangan biarkan berlalu tanpa manfaat. Ingat, semua adalah titipan yang kelak akan diminta pertanggungjawaban. Apalagi di bulan Ramadhan saat amal dibalas pahala berlipat ganda. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa aktivitas yang bernilai ibadah.
Oleh : Syamril
Anak yang sedang belajar berpuasa terasa sangat berat terutama di puasa pertama awal Ramadhan. Sampai jam 15 mungkin masih kuat. Masuk sore hari jam 17 sudah tidak kuat. Sudah menangis ingin makan dan minum. Sebagai orang tua ada dua pilihan. Apakah membiarkannya makan dan minum atau memotivasinya untuk bersabar 1 jam lagi sampai waktu buka puasa.
Menentukan pilihan tindakan bisa karena "sayang" atau "kasihan". Jika karena "kasihan" maka diperbolehkan makan dan minum. Kasihan membuat kita tidak tega melihat anak menderita atau merengek untuk makan. Berpikirnya cenderung jangka pendek.
Beda dengan cara pandang "sayang". Lebih berpikir jangka panjang. Tindakannya memotivasi anak untuk bersabar menunggu buka puasa. Sayang tinggal 1 jam lagi. Ini momentum pembelajaran untuk berjuang sampai akhir. Tidak menyerah di ujung perjalanan. Jika berhasil sampai akhir maka ada kenikmatan tersendiri dan menjadi pengalaman pertama bahwa dia bisa berpuasa. Jika hari pertama berhasil maka hari selanjutnya akan lebih mudah.
Hal ini juga yang sering terjadi dalam pola asuh anak. Ada dua pola yaitu "kasihan" dan "sayang". Jika aliran "kasihan" yang dipakai maka anak cenderung dimanjakan. Segala keinginannya dipenuhi meskipun belum masanya.
Masih balita sudah punya smartphone. Awalnya kelihatan positif karena anak ada aktivitas. Tapi lama kelamaan dia kecanduan dan kurang bergerak yang berdampak negarif kepada fisik dan mental.
Bisa juga karena "kasihan" maka segala tindakannya ditolerir karena alasan masih kecil. Atau tidak ditugaskan untuk mengerjakan aktivitas pribadi tertentu secara mandiri. Segalanya dibantu apalagi jika anak memang punya asisten khusus.
Beberapa tahun lalu ada kasus anak SMA belum bisa pakai baju, kaos kaki dan sepatu sendiri karena selama ini selalu dipakaikan. Akhirnya saat dia lulus SMA dan harus pindah kota untuk kuliah maka neneknya pun ikut pindah bersamanya agar ada yang membantunya.
Berbeda jika cara pandangnya karena "sayang". Sejak kecil anak-anak diajari untuk self help atau membantu dirinya sendiri. Belajar mandiri seperti makan sendiri, buang air kecil dan besar dan membersihkannya sendiri (toilet training). Pakai baju, kaos kaki dan sepatu sendiri.
Pada tahap awal itu sangat sulit dan butuh kesabaran. Jika tidak sabar maka akan muncul rasa kasihan akhirnya dibantu lagi semuanya. Maka gagallah proses belajar mandiri. Tapi jika orang tua berpikir jangka panjang dan ingin anaknya kelak mandiri maka tidak dibantu tapi dilatih. Hal yang biasa jika makannya masih belepotan dan makanan banyak yang tercecer. Tapi lama kelamaan dia akan bisa makan dengan bersih dan apik.
Demikian pula saat anak menghadapi masalah dengan temannya. Latih dia untuk secara ksatria menghadapinya. Jangan langsung dibela atau dibantu meskipun dia benar. Bantuan itu bisa dipersepsi lain. Merasa ada andalan dan pembela. Bisa jadi saat dia yang salah tidak mau minta maaf.
Akhirnya mendidik anak dengan paradigma "sayang" akan membantu anak untuk memiliki keterampilan hidup (life skill). Mampu membantu (self help) dan mengelola dirinya sendiri (personal skill). Jika itu dia miliki maka dia akan mandiri, siap menghadapi kondisi yang tidak ideal, mampu membedakan keinginan dan kebutuhan dan bersabar terhadap berbagai keinginan yang tiada batasnya.
Bulan Ramadhan hadir dengan berbagai aktivitas ibadah di dalamnya. Mari manfaatkan untuk melatih anak-anak kita untuk mengelola dirinya. Semoga berhasil.
Oleh Syamril
Pada awal tahun 2000 an Aa Gym mempopulerkan lagu Jagalah Hati dengan program MQ atau Manajemen Qolbu. Ada buletin yang diterbitkan rutin dengan nama Qolbun Salim. Inti pesan Aa Gym dari lagu itu sebagaimana hadist nabi bahwa hati adalah raja bagi diri ini.
Jika ia baik maka baiklah diri ini. Jika buruk maka buruk pulalah diri ini. Oleh karena itu hati harus dijaga jangan dikotori karena ia adalah lentera hidup ini. Hati harus dijaga jangan dinodai karena ia adalah lentera Ilahi.
Bagaimana cara menjaga hati? Menurut Ust. dr. Faizal Abdillah ada 5 amalan agar hati jadi selamat. Apa saja? Pertama, senantiasa membaca dan tadabur Al Quran. Bulan Ramadhan sebagai bulan Al Qur'an merupakan waktu yang istimewa untuk tadarus bukan tidurus (tidur terus).
Kedua yaitu banyak istighfar memohon ampun kepada Allah. Hati ibarat cermin dan dosa adalah debu kotoran di cermin. Cara membersihkannya yaitu dengan memohon ampun kepada Allah. Melalui istighfar maka debu dosa akan hilang.
Ketiga yaitu banyak berdzikir memuji Allah dengan kalimah thayyibah. Dzikir artinya ingat bukan semata menyebut di bibir tapi juga menghadirkan di hati sehingga bersemai rasa cinta, harap dan takut kepada Allah SWT.
Keempat yaitu menjaga lisan dari dosa dan ucapan yang sia-sia. Selain lisan juga panca indra lain seperti mata. Lisan dan mata ini bisa menjadi pipa yang menyalurkan sesuatu ke hati. Jika yang masuk adalah perbuatan dosa maka hati akan kotor. Oleh karena itu jauhkan lisan dari perkataan yang dilarang seperti dusta, fitnah, ghibah, sumpah palsu serta ucapan yang sia-sia. Juga jaga mata dari memandang yang dilarang oleh agama.
Kelima yaitu berpuasa di bulan kesabaran dan diluar ramadhan. Puasa dengan tujuan melatih pengendalian hawa nafsu juga dapat membersihkan hati jika dilaksanakan dengan ikhlas dan menghadirkan Allah dalam diri. Dengan puasa maka diri terhindar dari maksiat. Maka wajar saja hati menjadi hidup dan bersih.
Mari manfaatkan dengan baik bulan Ramadhan ini agar kita dapat memiliki hati yang selamat (qolbun salim). Jika hati kita sakit (qolbun marid) maka ia akan cepat sehat kembali dengan ketaatan dan ibadah. Jangan menunggu hati mati (qolbun mayyit) karena akan sulit untuk menghidupkannya lagi.
Dampak dari hati yang terjaga seperti syair Aa Gym yaitu berfikir pun selalu jernih, semangat hidupkan gigih, prestasi mudah di raih. Dalam pergaulan tak ada yang tersakiti, pribadi menawan hati.
Lebih lanjut bila hati kian lapang, hidup susah tetap senang. Walau sulit menghadang, di hadapi dengan tenang. Hidup pun terasa lapang, hidup bersamakan senang. Bila hati penuh tawadhu', hidup indah semanis madu. Akhlak menawan qolbu, berpisah pun selalu dirindu. Saling memaafkan, batin tentram menyejukkan. Asal lawan jadi kawan, hidup damai kita rasakan. Hati yang bersyukur, kebaikan tak pernah kendur.
Selamat berjuang menjaga hati.
Syamril
(Direktur Sekolah Islam Athirah)
Pernah lihat doger monyet? monyet yang dilatih untuk atraksi diiringi gendang dan musik. Beragam atraksi mulai bersepeda, jadi tentara dan juga shalat. Iya, monyet ini membuka sajadahnya dan melakukan gerakan shalat berdiri lalu sujud.
Lebih lanjut manusia dengan kecerdasannya bisa membuat robot yang bergerak sendiri. Bisa menari, mengangkat barang dan juga bisa shalat satu rakaat lengkap dari awal sampai akhir.
Apakah monyet dan robot dapat pahala karena shalat? Tentu saja tidak karena mereka hewan dan robot. Bukan manusia.
Bagaimana dengan anak-anak balita yang juga bisa shalat? Apa juga tidak dapat pahala? Ya, tidak dapat pahala karena apa yang dilakukannya hanya ikut-ikutan saja tanpa ada kesadaran.
Ibadah shalat agar dapat diterima selain memiliki amalan raga juga butuh amalan jiwa atau hati. Monyet, robot dan anak-anak melakukan shalat hanya amalan raga saja tanpa amalan jiwa. Jadi ia hanya gerakan yang tidak jauh beda dengan olahraga.
Hati-hati, seluruh ibadah jika ingin diterima harus punya amalan jiwa. Komponen pertama amalan jiwa adalah niat semata-mata karena Allah. Shalat, puasa, zakat, haji sebagai ibadah khusus semua harus niat lillahi ta'ala.
Komponen kedua dari amalan jiwa atau hati yaitu merasakan pengawasan atau keberadaan Allah. Shalat yang ihsan jika kita merasa 'melihat' Allah. Jika kita tidak dapat 'melihat'nya maka yakinlah bahwa Allah Melihat kita.
Puasa pun demikian. Tidak semata amalan raga dengan tidak makan dan tidak minum tapi juga harus ada amalan jiwa atau hati dengan merasakan Allah Maha Melihat sehingga tidak berani melanggar larangan puasa.
Juga ditambah membangun rasa empati dengan menghayati rasanya menjadi orang lapar. Harapannya muncul kepedulian kepada orang yang tidak mampu.
Zakat, infak dan shadaqah pun demikian. Punya amalan jiwa atau hati yaitu empati dan keinginan untuk memajukan orang lain. Juga amalan seperti zikir tidak semata ucapan kalimat thayyibah. Tapi juga harus ada rasa cinta, takut dan harap kepada Allah.
Demikianlah seluruh amalan ibadah baik yang khusus ataupun yang umum punya amalan raga dan jiwa. Bekerja setiap hari jangan hanya sebagai amalan raga datang ke kantor mengerjakan tugas. Tapi juga masukkan niat ibadah dengan maksud sebagai persembahan kepada Allah. Lakukanlah yang terbaik karena Allah Maha Baik dan suka dengan yang terbaik.
Syamril
Haji Umar menceritakan di mushalla Al Ukhuwah tiap jumat ada yang mengantar makanan kue untuk jamaah yang disajikan setelah shalat jumat. Setiap ditanyakan dari siapa, pengantarnya berucap "rahasia, ini pesan dari bapak".
Tak terasa sudah berjalan dua tahun. Akhirnya jumatan terakhir sebelum puasa siapa 'bapak' itu terkuak. Pengantar makanan mau membuka rahasia. Dia berucap "karena bapak yang selama ini pesan kue untuk jamaah sudah meninggal maka saya mau sampaikan siapa namanya. Dia adalah Pak Suhel".
Pak Umar kaget sekali. Ternyata donaturnya selama ini Pak Suhel yang hampir tiap hari datang shalat berjamaah dan duduk di shaf depan. Selepas magrib sambil menunggu isya atau selepas subuh sambil menunggu matahari terbit bersama sama mengaji tadarus Al Qur'an.
Pak Suhel Pulubuhu yang juga adik kandung Prof. Dwia Rektor Unhas sekarang telah wafat pada hari Selasa 5 hari sebelum bulan Ramadhan. Dia dikenal sebagai pribadi yang ramah, rajin beribadah. Ternyata juga dermawan tapi rahasia hingga dua tahun tak ketahuan oleh jamaah.
Amalan rahasia merupakan sunnah nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Mereka punya beberapa amalan yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Tidak ingin publisitas karena amalannya. Bukankah Nabi pernah bersabda "tangan kanan memberi tapi tangan kiri tidak tahu".
Tentu tidak semuanya juga disembunyikan. Malah banyak amalan Nabi yang harus ditampakkan karena menjadi contoh. Ditampakkan juga untuk memotivasi agar orang lain berbuat yang sama. Pernah Rasulullah membuka lelang sumbangan untuk membantu sahabatnya yang miskin.
Pernah juga dilakukan penggalangan dana untuk jihad fii sabilillah. Umar menginfakkan setengah hartanya. Tiba-tiba datang Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya. Saat ditanya oleh Rasulullah "apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu". Dengan penuh keyakinan Abu Bakar menjawab "Allah dan Rasul Nya".
Bulan Ramadhan dengan ibadah puasa setiap hari adalah latihan harian amalan rahasia. Hanya diri sendiri dan Allah yang Tahu bahwa kita sedang berpuasa. Bisa saja kita berbohong kepada orang lain. Mengaku berpuasa padahal diam-diam makan dan minum di dalam kamar. Lalu ke luar pura pura lemas karena haus dan lapar.
Amalan rahasia puasa bertujuan untuk melatih kejujuran dan keikhlasan kepada Allah. Tidak peduli dengan penilaian manusia. Juga melatih muraqabatullah, merasakan Pengawasan Allah. Allah Maha Melihat segala yang kita lakukan. Jika ini sudah tumbuh dalam diri maka kita akan terhindar dari segala perbuatan keji dan mungkar.
Selamat berlatih amalan rahasia. Semoga menjadi manusia yang jujur, ikhlas dan jauh dari perbuatan dosa.
Syamril
Suatu hari di acara sekolah sesi sambutan orang tua yang diwakili oleh seorang pengusaha sukses. "Kita bersyukur anak-anak kita sekolah di tempat yang fasilitasnya lengkap. Jika pada masa kita dahulu dengan fasilitas seadanya bahkan mungkin serba kekurangan kita bisa sukses. Pasti dengan kondisi sekarang anak kita akan lebih sukses lagi".
Apakah pernyataan orang tua tersebut benar? Apakah fasilitas lengkap menjamin kesuksesan? Apakah berbagai krmudahan dalam menjalani proses pendidikan juga memudahkan anak berhasil dalam menjalani hidupnya kelak?
Mari kita lihat dalam kenyataan sehari-hari. Apakah keluarga yang mapan semua anaknya juga dijamin mapan? Ternyata tidak ada jaminan. Tidak ada kepastian, tapi tetap ada peluang.
Menurut penelitian faktor penyebab kesuksesan ada kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan adversity (AQ). Tiga jenis kecerdasan IQ, EQ dan SQ sudah sering kita dengar. Saya ingin fokus ke kecerdasan AQ karena mungkin jarang didengar.
AQ ini secara sederhana bisa disebut daya juang, daya tahan menghadapi kesulitan, saat gagal dan jatuh siap untuk bangkit kembali. Dari mana AQ ini dibangun? Apa faktor dominan yang bisa menguatkan AQ.
AQ harus dilatih ibarat otot pada badan. Menu latihannya adalah kesulitan dan masalah. Semakin sering menghadapi kesulitan maka AQ semakin kuat. Daya tahan, agility, kelenturan dan kebijaksanaan tumbuh karena banyak makan asam garam kehidupan.
Kembali ke cerita awal. Bapak yang waktu kecil hidupnya susah bisa sukses karena AQ nya terlatih. Kesulitan dan penderitaan membuatnya memiliki mental baja dan daya juang tinggi sehingga berhasil dalam hidup.
Hati-hati, anak-anak dari orang tua sukses yang banyak menikmati kemudahan dalam hidupbisa tumbuh menjadi anak yang lemah daya juangnya. Ingin serba instant dan tidak mau proses yang panjang.
Ramadhan datang dengan ibadah puasa melatih kesabaran dan daya juang. Menahan lapar dari subuh sampai magrib itu adalah ujian kesabaran khususnya bagi anak-anak. Semoga dengan berpuasa Adversity Qoutiont (AQ) anak anak kita akan meningkat sebagai modal mental dalam menghadapi masa depan yang semakin penuh tantangan.
Oleh : Syamril
Mohammad Faris muslim AS dalam bukunya Muslim Produktif (terjemahan) menyampaikan rumus produktivitas = energi x waktu x fokus. Jika disingkat jadi Ewafo mirip slogan PSM Ewako.
Syarat pertama agar produktif yaitu punya energi yang cukup. Ibarat kendaraan tidak akan bisa berjalan jauh jika kehabisan bensin atau bahan bakar. Meskipun mobilnya baru dan kelas atas tidak akan bisa bergerak jika tidak ada bahan bakar.
Dalam kehidupan energi ini sama dengan kesehatan. Meskipun masih muda dan gagah jika dalam keadaan sakit maka tidak bisa berbuat apa-apa karena badan lemah sebab energinya tidak cukup untuk beraktivitas. Oleh karena itu mari jaga kesehatan dengan olahraga, istirahat yang cukup dan gizi yang seimbang.
Di bulan Ramadhan di mana aktivitas sangat padat sejak bangun sahur, shalat subuh berjamaah, berangkat ke tempat kerja, lalu shalat tarawih di malam hari di tambah tadarus Al Qur'an dan ibadah lainnya. Mari jaga asupan energi yang cukup tapi tidak berlebihan.
Kurangi aktivitas yang tidak penting. Jauhi kegiatan yang tidak bermanfaat. Begadang sampai tengah malam tanpa tujuan, menonton TV yang terlalu lama atau aktivitas di dunia maya media sosial. Itu bisa menyita energi dan mengambil waktu istirahat.
Syarat kedua agar produktif yaitu waktu. Setiap manusia diberi waktu 24 jam. Dari waktu yang sama berbeda produktivitasnya. Ada yang sangat tinggi. Tapi banyak juga yang waktunya sia-sia dan tidak menghasilkan apa-apa.
Agar dapat produktif menggunakan waktu maka harus mampu mengelola waktu dengan baik. Menyusun agenda kerja, menentukan prioritas dan dapat membedakan hal yang penting dan genting.
Selain itu juga harus hati-hati dengan para pencuri waktu seperti HP, TV, pasar dan dapur. Maksudnya alat seperti HP dapat menyita waktu kita untuk aktivitas yang sia-sia. Bermain game, browsing atau bermedsos yang tidak bermanfaat. Hanya untuk menhhabiskan waktu saja.
Syarat ketiga agar bisa produktif yaitu fokus. Melakukan satu pekerjaan dengan penuh konsentrasi sampai tuntas. Contoh fokus yaitu saat pekerjaan dekat deadline. Biasanya muncul the power of kepepet. Dalam waktu singkat bisa selesai karena fokus. Cuma kalau selalu kepepet bisa stress.
Agar bisa fokus harus mampu mengelola pikiran. Caranya jauhkan diri juga dari para pencuri konsentrasi. Kembali HP dengan akses medsos bisa menjadi alat yang mengganggu konsentrasi. Saat kerja penasaran membuka WA atau baca berita. Akhirnya hilang fokus dan mulai lagi dari nol.
Di bulan Ramadhan ini agar dapat produktif dalam bekerja, beribadah dan belajar maka mari kelola energi, waktu dan fokus. Bayangkan sebagai Ramadhan terakhir sehingga energi dapat digunakan secara efektif, waktu tidak terbuang sia-sia dan fokus terjaga kepada hal hal yang penting dan harus diselesaikan. Selamat mencoba.
Oleh : Syamril
Prof. dr. Veni Hadju, Ph.D dalam salah satu ceramahnya menguraikan bahwa pada tahun 1930 ilmuwan melakukan penelitian pertama tentang puasa dengan objek dua ekor kera. Kera pertama diberi makan secara bebas. Kera kedua diatur makannya seperti orang berpuasa. Setelah waktu yang cukup lama diperoleh hasil kera yang berpuasa lebih sehat. Kera yang makan secara bebas sakit-sakitan dan lebih cepat mati.
Penelitian dilanjutkan ke tikus dengan perlakuan yang sama. Hasilnya sama. Tikus yang tidak berpuasa mati lebih cepat. Saat isi perutnya dibedah ditemukan banyak sel kanker.
Salah satu ilmuwan AS bernama Andrea 14 thn lalu juga meneliti orang yang berpuasa (muslim) dibandingkan dengan yang tidak berpuasa. Ia menemukan manfaat puasa bagi kesehatan. Dari hasil penelitian itu dia pun masuk Islam karena melihat perintah puasa yang sangat bermanfaat.
Apa saja manfaat puasa bagi kesehatan? Dari kompilasi berbagai sumber ditemukan manfaat puasa. Pertama, orang yang berpuasa maka organ pencernaan seperti lambung, usus, hati, ginjal dan lainnya lebih sehat karena dapat waktu istirahat. Jika dalam kondisi tidak berpuasa maka organ tersebut bekerja non stop memproses makanan yang masuk ke dalam tubuh.
Puasa juga berdampak ke jantung yang lebih sehat karena kadar kolesterol dalam darah turun. Tubuh juga melakukan peningkatan HDL dan penurunan LDL yang baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Kedua, mengeluarkan racun atau detoksifikasi di sistem pencernaan. Juga menggunakan cadangan protein glikogen yang membuat tubuh lebih sehat. Cadangan makanan ini biasanya dikurangi melalui olahraga sehingga menyehatkan. Jadi puasa dan olahraga sama sama menyehatkan.
Ketiga, puasa juga membantu tubuh memproduksi lebih banyak sel-sel otak. Juga menurunkan tingkat stres karena jumlah hormon kortisol menurun. Juga membuat pikiran lebih tajam dan kreatif karena pikiran lebih tenang dan melambat.
Keempat, mengurangi kebiasaan buruk yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan tidak sehat yang mengandung gula berlebih. Dampaknya dapat menurunkan berat badan tanpa diet khusus.
Kelima, puasa juga dapat mencegah diabetes karena kadar gula dalam darah yang turun. Juga metabolisme menjadi lebih efisien dan tubuh menyerap banyak nutrisi. Selain itu juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang dapat menjaga dari berbagai virus.
Itulah penjelasan ilmiah tentang puasa dan kesehatan. Ini sejalan dengan firman Allah dalam Al Qur'an Surah Al Baqarah 184 " ..
dan puasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui".
Selamat berpuasa. Semoga dapat pahala dan juga tubuh lebih sehat.
Oleh : Syamril
Waktu kecil dulu tahun 80-an ada iklan baterai ABC yang masih saya ingat taglinenya sampai sekarang. "Baterai ABC Jaminan Mutu" diucapkan selalu di akhir iklan. Apa maksudnya? Baterai yang dijual dijamin mutunya bagus.
Lalu di era sekarang hampir semua produk seperti otomotif, telekomunikasi ada masa garansi. Itu juga dalam rangka jaminan mutu. Jika dalam masa garansi ada masalah maka bisa diperbaiki tanpa biaya. Bahkan jika sangat vital masalahnya barang bisa diganti dengan yang baru.
Di dunia pendidikan juga sudah dikenal istilah jaminan mutu atau quality assurance. Lembaga pendidikan memberikan indikator mutu lulusan yang dijamin akan diraih jika syarat, proses dan ketentuan yang berlaku diikuti dan dipenuhi. Contohnya Bimbingan Belajar berani memberi garansi uang kembali 100% jika tidak lulus di perguruan tinggi negeri. Tentu jika syarat sudah dipenuhi seperti kehadiran di kelas, mengerjakan tugas dan sebagainya.
Sekolah Islam Athirah berani memberi jaminan mutu lulusannya bisa membaca Al Qur'an dengan benar sesuai kaidah tajwid. Jika selama sekolah sampai lulus dan tidak bisa baca Al Qur'an maka itu kesalahan sekolah.
Bagaimana dengan Ramadhan? Apa juga ada garansi atau jaminan mutunya? Jika kita cermati Al Qur'an dan Hadist minimal ada 3 yang dijamin akan diperoleh jika kita menjalankan puasa sesuai petunjuk Rasulullah.
Pertama, orang yang berpuasa dijamin akan sehat fisik. "Berpuasalah maka engkau akan sehat". Apakah orang yang berpuasa pasti sehat? Insya Allah jika puasanya sesuai sunnah. Saat berbuka mulai dengan yang manis seperti kurma atau makanan lainnya. Juga tidak berlebihan makannya, tidak balas dendam tapi maksimal 1/3 lambungnya untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 untuk udara. Jika berlebihan maka bukan sehat yang didapat, malah penyakit.
Jaminan kedua yaitu meraih ampunan. Sabda Rasulullah "barang siapa yang berpuasa (hadis lain shalat malam) karena iman dan mengharapkan balasan dari Allah semata maka akan diampuni dosanya yang telah lalu". Ampunan akan diraih syarat utamanya iman dan ikhlas. Jadi puasa dan shalat malam bukan untuk dipuji atau riya'. Iman berarti dikerjakan karena keyakinan itu perintah dari Allah. Penuh kesadaran bukan keterpaksaan. Begitu pentingnya iman dan ikhlas ini sampai Rasulullah mengatakan "sungguh celaka orang yang bulan Ramadhan berlalu tapi tidak juga diampuni dosanya".
Jaminan ketiga yaitu meraih derajat takwa. Allah berfirman di Q.S. Al Baqarah 183 "hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Inilah jaminan yang paling tinggi derajatnya dan paling sulit untuk diraih. Tidak cukup hanya puasa fisik menahan makan minum dan hubungan suami istri tapi harus juga puasa panca indra dan hati yaitu menghindarkan diri dari segala perbuatan maksiat seperti ghibah, fitnah, pikiran kotor, marah dan lain sebagainya.
Juga harus ada kepedulian kepada sesama dengan memberi bantuan dalam keadaan lapang maupun sulit. Mau memaafkan orang lain dan senantiasa berbuat kebaikan. Lalu suka bertobat jika berbuat salah, memohon ampun dan tidak mengulangi lagi kesalahannya.
Juga harus ada kecintaan kepada Al Qur'an dengan membaca, memahami, menghafal, mengamalkan dan mendakwahkannya. Itu semua dapat dilihat di Al Qur'an surah Al Baqarah ayat 2-4 dan Q.S. Ali Imran : 134-135.
Semoga bulan Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan terbaik bagi kita semua karena mendapatkan jaminan mutu fisik, social dan spiritual yaitu sehat, ampunan dan takwa. Selamat berjuang dan semoga sukses.
Oleh : Syamril Al Bugisyi
Seorang polisi sangat kaget melihat pencuri yang ditangkapnya shalat di dalam tahanan. Dia bertanya ke pencuri "bapak kok shalat padahal pencuri?" Apa jawaban pencuri "shalat itu ibadah mencuri itu pekerjaan".
Apa yang aneh dari jawaban pencuri itu? Dia merasa wajar saja karena dia memisahkan antara ibadah dan pekerjaan. Pekerjaan boleh apa saja baik halal atau haram yang penting jangan lupa shalat. Urusan pekerjaan tidak ada hubungan dengan Allah. Jadi kerja dan ibadah sesuatu yang terpisah.
Cerita di atas mungkin kita anggap hanya fiktif dan tidak mungkin terjadi. Anda salah. Ini banyak terjadi dalam kehidupan kita. Seorang teman bercerita saat temannya mengurus ijin usaha ke sebuah instansi terjadi negosiasi pembayaran sogokan dengan salah seorang pejabatnya. Tiba-tiba terdengar adzan. Si pejabat berkata "kita shalat dulu pak. Setelah shalat kita lanjutkan".
Mereka pun menuju masjid untuk shalat dan setelah selesai lanjut lagi negosiasinya. Si pengusaha ini bingung juga. Kok bisa ya orangnya rajin shalat tapi juga suka terima sogokan. Suka korupsi. Pemahaman si pejabat mirip dengan si pencuri. Bahwa shalat itu ibadah, negosiasi sogokan itu pekerjaan.
Seolah-olah ruang dan waktu kehidupan kita tersekat. Saat di ruang rapat secara terbuka kita membahas rencana manipulasi dan tindakan yang tidak sesuai ajaran agama. Tidak masalah yang penting menguntungkan.
Saat di masjid tiba-tiba kita berubah menjadi sangat khusyu dalam zikir dan shalat, membaca Al Qur'an, menyimak ceramah. Apalagi di bulan ramadhan. Orang yang melihat kita di masjid tidak akan menyangka kalau di ruang rapat kita membahas rencana yang tidak sesuai ajaran agama.
Apa akar masalah dari berbagai perilaku seperti di atas? Itu karena kita belum secara utuh 'meletakkan' Allah dalam kehidupan kita. Allah hanya ada di masjid, atau tempat shalat, tidak ada di kantor. Padahal Allah ada di mana saja ruang dan waktu kehidupan kita. Di mana saja dan kapan saja Allah Maha Menyaksikan apa yang kita lakukan.
Selanjutnya itu terjadi karena kita memaknai ibadah hanya ibadah khusus seperti shalat. Sehingga di luar itu bukan ibadah. Padahal tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah. Jadi seluruh aktivitas kita baik shalat, bekerja, makan, tidur dan lainnya harus bernilai ibadah.
Bulan Ramadhan dengan ibadah puasa selama sekitar 13,5 jam melatih kita untuk merasakan keberadaan Allah di luar waktu shalat. Kita berada dalam keadaan beribadah puasa sambil melakukan pekerjaan sehari-hari.
Harapannya terjadi penyatuan antara pekerjaan dan ibadah. Tumbuh rasa takut untuk berbuat salah di aktivitas pekerjaan karena sedang beribadah puasa. Semoga itu terus terbawa di luar bulan Ramadhan.
(Syamril Al Bugisyi)
Awal Ramadhan diawali dengan hal yang positif yaitu pemerintah dan Ormas sepakat awal puasa di tanggal yang sama. Juga diperkirakan lebaran idul fitri juga satu waktu. Ini tanda-tanda positif adanya persatuan Indonesia.
Telah 8 bulan berlalu melalui kampanye Pilpres di mana rakyat Indonesia terbelah menjadi dua kubu. Sangat terasa adanya perbedaan dan pemisahan antara pendukung 01 dan 02.
Sekarang pun di sesi akhir penentuan hasil yang rencananya akan diumumkan tanggal 22 Mei 2019 nuansa perbedaan masih terasa karena salah satu pihak merasa Pilpres ini tidak jujur dan adil.
Datangnya Ramadhan membawa ketenangan tapi juga sedikit menegangkan. Jika konflik yang ada tidak terkelola dengan baik para elit maka bisa saja pecah menjadi kekerasan.
Tentu kita tidak ingin hal itu terjadi. Ramadhan diharapkan dapat memberi dampak positif kepada suasana bangsa Indonesia. Ibadah puasa yang dilakukan dengan pengendalian diri dan hawa nafsu semoga dapat meredakan emosi rakyat. Suasana kebersamaan yang terwujud dalam aktivitas buka bersama dan shalat tarawih berjamaah semoga juga menyatukan hati rakyat.
Satu hal yang pasti bahwa puasa melatih untuk ikhlas dan jujur. Ibarat dua sisi koin maka ikhlas dan jujur tak bisa dipisahkan. Agar bisa ikhlas maka dibutuhkan kejujuran. Semua pihak akan ikhlas menerima hasil Pilpres jika terlaksana dengan penuh kejujuran.
Puasa juga melatih kepedulian, empati dan solidaritas kepada sesama. Itu adalah modal untuk mewujudkan kolaborasi dan persatuan. Saling merasakan penderitaan dan berkeinginan kuat untuk saling menolong akan membuat sekat hati dapat dihancurkan.
Semua manusia pasti mempunyai keinginan, tapi tidak semua keinginan bisa diwujudkan, karena yang pasti terwujud hanyalah keinginan Allah swt. Jangan merasa sombong kalau keinginanmu terwujud, karena ia terwujud bukan karena engkau yang menginginkannya, tetapi karena Allah yang menghendakinya. Keinginan manusia juga tidak ada batas akhirnya, sementara kemampuan manusia untuk mewujudkan keinginannya sangatlah terbatas. Oleh karena itu, sesuaikanlah antara keinginan yang tak terbatas dengan kemampuan yang serba terbatas. Keinginan juga tidak boleh dipaksakan, karena apa yang diinginkan belum tentu itulah yang terbaik dalam hidup. Mohonlah selalu kepada Allah agar apabila yang engkau inginkan akan mendatangkan kebaikan, maka semoga Dia menakdirkan keinginan itu untukmu, memudahkanmu untuk meraihnya dan memberkahimu. Namun apabila yang engkau inginkan akan mendatangkan keburukan, semoga Dia menjauhkanmu darinya dan menggantikannya dengan yang lebih baik dan membuatmu menerima dengan sepenuh hati keinginan-Nya tersebut.
Tidak ada seorang manusia pun yang tidak mempunyai keinginan dalam hidupnya. Semua manusia yang hidup pasti mempunyai keinginan, paling tidak keinginan untuk hidup. Seseorang yang hidup berarti masih punya keinginan hidup, karena seandainya ia tidak lagi mempunyai keinginan hidup, maka ia pasti akan mengakhiri hidupnya.
Keinginan akan selalu menyertai manusia sepanjang hidupnya, maka yang dibutuhkan adalah bagaimana mengelola dan mengendalikan keinginan tersebut. Mengelola keinginan di antaranya dengan cara:
Pertama, menanamkan keyakinan di dalam hati bahwa tidak semua keinginan akan mampu untuk diwujudkan, karena yang pasti terwujud hanyalah keinginan Allah swt.
Apabila keyakinan seperti ini sudah tertanam di dalam hati, maka tidak akan ada perasaan sombong ketika keinginan terwujud, karena ia terwujud bukan karena manusia yang menginginkannya, tetapi karena Allah yang menghendakinya. Sebaliknya, ketika keinginan tidak terwujud, maka tidak akan merasa kecewa karena sejak awal sudah menyadari yang akan terwujud bukanlah keinginannya, tetapi keinginan Allah swt.
Kedua, menanamkan kesadaran dalam diri bahwa meskipun keinginan manusia tidak ada batas akhirnya, tetapi kemampuan manusia untuk mewujudkan keinginannya sangatlah terbatas.
Bagi yang menyadari hal ini, ia akan selalu berusaha untuk menyesuaikan antara keinginannya yang tak terbatas dengan kemampuannya yang serba terbatas.
Ketiga, menanamkan keyakinan dalam hati bahwa yang terbaik dalam hidup bukanlah apa yang diinginkan, tetapi yang terbaik dalam hidup adalah apa yang menurut Allah swt. baik.
Apabila keyakinan seperti ini tertanam kuat di dalam hati, maka apapun yang terjadi dalam hidup, semua akan diterima dengan kerelaan hati karena yakin bahwa itu adalah keputusan Allah swt yang akan membawa kebaikan.
Hakikat ini telah diingatkan oleh Allah swt dalam firmannya berikut ini:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Terjemah:
Telah diwajibkan kepada kalian berperang meskipun (peperangan) itu adalah sesuatu yang kalian benci Boleh jadi kalian membenci sesuatu, tetapi itulah yang terbaik untuk kalian. Boleh jadi kalian mencintai sesuatu, tetapi itulah yang terburuk untuk kalian. Allah yang lebih mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.
(QS Al-Baqarah: 216)
Pemahaman yang baik terhadap ayat di atas akan menjadikan seseorang tidak memaksakan keinginannya, karena apa yang diinginkan belum tentu itulah yang terbaik dalam hidup.
Sebaliknya, ia akan selalu memohon kepada Allah agar apabila yang diinginkan akan mendatangkan kebaikan, maka semoga Dia menakdirkan keinginan itu untuknya, memudahkannya untuk meraihnya dan memberkahinya. Namun apabila yang diinginkan akan mendatangkan keburukan, semoga Dia menjauhkannya darinya dan menggantikannya dengan yang lebih baik dan membuatnya menerima dengan sepenuh hati keinginan-Nya tersebut.
(Dr.Syahrir Nuhun, Lc,M.THI)
Peristiwa apapun yang terjadi dalam hidup, semuanya akan mendatangkan kebaikan asalkan disikapi dengan cara yang benar. Sesungguhnya yang menentukan baik buruknya bukanlah peristiwanya, tetapi cara menyikapinya. Satu peristiwa yang sama, disikapi dengan cara yang berbeda akan mendatangkan nilai yang berbeda. Peristiwa yang menyenangkan hati, kalau disikapi dengan rasa syukur, akan mendatangkan kebaikan. Namun jika disikapi dengan kesombongan, akan mendatangkan keburukan. Peristiwa yang menyusahkan hati, kalau disikapi dengan kesabaran, akan mendatangkan kebaikan. Namun jika disikapi dengan keluh kesah, akan membawa keburukan. Biasakanlah bersyukur dan bersabar. Hindari kesombongan dan keluh kesah.
Apabila ingin disederhanakan, maka semua peristiwa dan kejadian dalam kehidupan ini sesungguhnya tidak terlepas dari salah satu di antara dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, peristiwa yang sesuai dengan keinginan hati dan kemungkinan kedua, peristiwa yang tidak sesuai dengan keinginan hati.
Peristiwa yang sesuai dengan keinginan hati, biasanya akan mendatangkan kegembiraan, sementara peristiwa yang tidak sesuai dengan keinginan hati biasanya akan menimbulkan kesedihan.
Namun apabila direnungkan lebih mendalam, pada hakikatnya tidak semua peistiwa yang sesuai dengan keinginan hati sudah pasti akan mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, tidak semua peristiwa yang tidak sesuai dengan keinginan hati akan mendatangkan keburukan.
Mengapa demikian?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan memberikan dua contoh kasus yang sederhana. Kasus pertama, ada dua orang yang sama-sama mendapatkan promosi jabatan dan diangkat menjadi pimpinan di tempat kerjanya. Peristiwa ini tentu menyenangkan hati keduanya. Meskipun demikian, kedua orang tersebut menyikapi peristiwa tersebut dengan cara yang berbeda. Orang pertama, menyikapinya dengan rasa syukur dan menyadari sepenuhnya bahwa jabatan itu adalah amanah yang mesti dipertanggungjawabkan dengan cara yang sebaik-baiknya. Sebaliknya orang kedua, menyikapinya dengan kesombongan dan kemudian menilai dirinya lebih daripada orang lain, lalu meremehkan mereka.
Kasus kedua, ada dua orang yang sama-sama dipecat dari pekerjaannya. Peristiwa ini, pada awalnya tentu akan menimbulkan kesedihan di hati keduanya. Namun setelahnya itu, keduanya menunjukkan respon yang berbeda. Orang petama memberikan respon yang positif, dia bersabar atas pemecatan tesebut dan menjadikannya sebagai peluang untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sementara orang kedua, memberikan respon yang negatif, dia menjadi putus asa dan kehilangan semangat kerja.
Dua contoh kasus ini menunjukkan bahwa sebetulnya yang menentukan baik buruknya satu kejadian, bukanlah peristiwanya, tetapi cara menyikapinya.
Hakikat ini telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadis berikut:
عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ »
Artinya:
Dari Suhaib ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh menakjubkan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya baik. Hal yang semacam ini tidak akan dialami kecuali oleh orang yang beriman. Apabila ia mengalami sesuatu yang menyenangkan hati ia bersyukur, maka itu menjadi baik baginya. Dan jika ia ditimpa sesuatu yang menyusahkan, ia bersabar. Maka itu pun baik baginya.
(HR. Muslim)
Dalam hadis di atas, Rasulullah saw. menyampaikan pujian dan kekagumannya kepada orang yang beriman karena sikap mereka yang bijaksana dalam menghadapi peristiwa hidup. Peristiwa yang menyenangkan hati, mereka sikapi dengan rasa syukur, sehingga peristiwa tersebut mendatangkan kebaikan. Sebaliknya, Peristiwa yang menyusahkan hati, mereka sikapi dengan kesabaran, sehingga peristiwa tersebut juga mendatangkan kebaikan.
Oleh karena itu, biasakanlah bersyukur dan bersabar. Hindari kesombongan dan keluh kesah.
(Dr. Syahrir Nuhun, Lc., M.THI)
Jangan pernah meremehkan sebuah harapan. Harapan, sekecil apapun wujudnya, adalah energi yang luar biasa yang sanggup memberikan kekuatan untuk tidak menyerah dan memberikan kemampuan untuk bertahan di tengah goncangan kehidupan. Harapan itu pulalah yang akan menjadikan seseorang tidak akan mau menyia-nyiakan sedetik pun dari waktunya untuk selalu memohon kepada Zat yang Maha Kuasa yang sanggup mengubah apapun yang terasa mustahil bagi manusia menjadi sesuatu yang begitu mudah agar harapan itu bisa terwujud dengan cara dan dalam bentuk yang hanya Dia saja yang paling mengetahuinya
Pernahkah anda mengalami suatu masa dalam perjalanan hidup, ketika merasa berada pada titik nadir, titik terendah dalam kehidupan, ketika semua pintu sepertinya sudah tertutup dan tidak mungkin lagi terbuka, ketika menghadapi jalan buntu dan terasa tidak ada lagi jalan keluar. Semuanya menjadi gelap tanpa ada setitik pun cahaya?
Pada saat sepeti itulah akan muncul di dalam dirimu satu kekuatan besar yang membangkitkan kembali semangatmu yang hampir padam. Kekuatan itu adalah HARAPAN.
Harapan, sekecil apapun wujudnya, adalah energi yang luar biasa yang sanggup memberikan kekuatan untuk tidak menyerah dan memberikan kemampuan untuk bertahan di tengah goncangan kehidupan. Harapan manusia yang terbesar adalah pengharapan kepada Allah swt. Simaklah ayat berikut ini!
قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ. قُلِ اللَّهُ يُنَجِّيكُمْ مِنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ ثُمَّ أَنْتُمْ تُشْرِكُون
Terjemah:
Katakanlah: “Siapakah yang akan menyelamatkanmu dari aneka kegelapan di daratan dan di lautan, yang kepada-Nya kamu berdoa dengan merendahkan diri serta melembutkan suara (sambil berkata): “Sesungguhnya jika Dia telah menyelamatkan kami dari ini, pastilah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.” Katakanlah: Allah yang akan menyelamatkan kamu darinya dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu menyekutukannya.
(QS al-An’am: 63-64)
Ayat di atas menunjukkan bahwa manusia sedurhaka apapun, pada saat berada dalam satu kesulitan besar akan mengingat Allah dan mengharap kepada-Nya dengan sepenuh pengharapan agar Dia mengeluarkannya dari kesulitan tersebut.
Masih ingat kisah Fir’aun, manusia yang memproklamirkan dirinya di hadapan rakyatnya bahwa dia adalah tuhan yang tertinggi. Ketika Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah swt dan pada saat kematiannya sudah sangat dekat, ia lalu menyadari bahwa ia tidak mungkin lagi selamat, maka pada akhirnya ia berujar: “Saya beriman kepada Tuhan yang diimani oleh Bani Israil, Tuhannya Musa dan Harun”.
Pengakuan Fir’aun memang sudah terlambat. Namun paling tidak, kita bisa mengambil pelajaran bahwa begitulah Fir’aun dan begitulah manusia, sedurhaka apapun, di dalam dirinya akan selalu muncul pengharapan kepada Allah swt.
Harapan itulah yang semestinya menjadikan seseorang tidak menyia-nyiakan sedetik pun dari waktunya untuk selalu memohon dan berdoa.
Yang terpenting dari sebuah doa bukanlah dikabulkan atau tidak dikabulkan, tetapi yang terpenting adalah kesadaran bahwa sekuat-kuatnya seseorang di hadapan manusia yang lain, tetapi dia tetap butuh kepada kepada Zat yang Maha Kuasa yang sanggup mengubah apapun yang terasa mustahil bagi manusia menjadi sesuatu yang begitu mudah.
Peliharalah harapanmu dan berdoa agar harapan itu bisa terwujud dengan cara dan dalam bentuk yang hanya Dia saja yang paling mengetahuinya.
(Dr. Syahrir Nuhun, Lc, M.THI)
Sakit adalah alarm dari Allah swt. agar manusia lebih mensyukuri nikmat kesehatan. Sakit juga adalah tanda kasih sayang Allah kepada manusia, agar semakin menyadari kelemahan dan keterbatasan diri. Sakit juga merupakan cara Allah untuk menunjukkan bahwa sesama manusia saling membutuhkan sehingga seharusnya saling mengingatkan, saling menyayangi dan saling menjaga. Sakit juga merupakan sarana Allah swt. untuk menggugurkan dosa-dosa hamba-Nya. Oleh karena itu, jangan pernah menyesal dan berkeluh kesah jika Allah menguji dengan penyakit. Berdo’alah agar Allah memberimu kesabaran, kesembuhan, ilmu dan hikmah besar di balik penyakit.
“Adakah di antara Ibu-ibu sekalian yang tidak pernah sakit?”. Begitulah pertanyaan yang saya kemukakan dalam salah satu kesempatan ceramah takziah. Ibu-ibu yang hadir serentak menjawab“Tidak ada Ustadz”.
Setelah itu, saya beralih ke barisan laki-laki, “Kalau Bapak-bapak, ada yang sehat terus?” “Tidak ada juga Ustadz”. Jawaban mereka tidak mau kalah.
Sakit memang sangat akrab dengan manusia. Setiap manusia sepertinya pernah merasakannya. Jangankan menusia biasa. Nabi-nabi Allah swt pun pernah mengalaminya.
Nabi Ibrahim as. diceritakan di dalam al-Qur’an dalam sakitnya bertutur: “Dan apabila saya sakit, maka Dialah yang akan menyembuhkanku” Nabi Ayyub as. diuji oleh Allah swt. dengan penyakit kulit yang kronis dan menjijikkan dalam waktu yang lama, sehingga orang-orang merasa jijik berada di dekatanya. Bahkan Nabi Muhammad saw. pun pernah mengalami sakit.
Bila direnungkan lebih mendalam, sesungguhnya sakit mempunyai banyak hikmah. Di antaranya dijelaskan di dalam hadis berikut:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا ابْتَلَى اللَّهُ الْعَبْدَ الْمُسْلِمَ بِبَلاَءٍ فِى جَسَدِهِ قَالَ لِلْمَلَكِ اكْتُبْ لَهُ صَالِحَ عَمَلِهِ الَّذِى كَانَ يَعْمَلُ فَإِنْ شَفَاهُ غَسَلَهُ وَطَهَّرَهُ وَإِنْ قَبَضَهُ غَفَرَ لَهُ وَرَحِمَهُ »
Artinya:
Dari Anas, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “ Apabila Allah menguji seorang hamba yang muslim berupa ujian pada tubuhnya, Allah berfirman kepada malaikat: ”Tulislah untuknya (pahala) atas amal saleh yang biasa ia lakukan. Maka jika Dia menyembuhkannya, berarti Dia telah mencucinya dan mensucikannya. Dan jika Dia menggenggam ruhnya, berarti Dia telah mengampuninya dan merahmatinya.
(HR. al-Bukhari)
Hadis di atas menunjukkan bahwa ada tiga kondisi yang bisa dialami oleh orang yang sakit dan tiga-tiganya akan mendatangkan manfaat jika disikapi dengan bijak.
Keadaan pertama, lama dalam kondisi sakit. Apabila ada seseorang yang menderita penyakit dalam waktu yang lama, maka Allah akan memerintahkan kepada Malaikat untuk tetap mencatat pahala atas amal saleh yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit tersebut di waktu sehatnya, namun kemudian terhenti karena sakitnya.
Keadaan kedua, berhenti dari sakit karena sudah sembuh. Bagi orang yang seperti ini, maka ia telah dicuci dan disucikan.
Keadaan ketiga, berhenti dari sakit karena wafat. Bagi orang yang mengalaminya, itu artinya dosa-dosanya telah diampuni dan ia telah mendapatkan rahmat dari Allah swt.
Selain hikmah yang disebutkan di dalam hadis di atas, sakit juga mempunyai banyak hikmah yang lain. Di antaranya sakit bisa menjadi pengingat bagi manusia agar lebih mensyukuri nikmat kesehatan. Dengan sakit, seseorang akan lebih menyadari betapa berharganya kesehatan.
Sakit juga adalah tanda kasih sayang Allah kepada manusia, agar semakin menyadari kelemahan dan keterbatasan diri. Maka orang yang sakit, akan terjauh dari kesombongan, sebaliknya akan semakin merendahkan diri kepada Allah swt.
Sakit juga merupakan cara Allah untuk menunjukkan bahwa sesama manusia saling membutuhkan sehingga seharusnya saling mengingatkan, saling menyayangi dan saling menjaga.
Dengan banyaknya hikmah yang bisa dipetik dari keadaan sakit, maka tidak selayaknya seorang manusia berkeluh kesah jika Allah mengujinya dengan penyakit.
Sebaliknya, orang yang sakit sepatutnya banyak berdoa kepada Allah swt agar diberi kesabaran, kesembuhan, ilmu dan hikmah besar di balik penyakit yang dialaminya.
(Dr. Syahrir Nuhun, Lc,M,TH.I)
Semakin mendalam iman, akan semakin mendalam rasa takut kepada Allah. Semakin bertambah ilmu, akan semakin bertambah rasa takut kepada Allah. Semakin mengenal Allah, niscaya akan semakin kokoh rasa takut kepada-Nya. Barang siapa yang takut kepada Allah, maka Allah akan membuat seluruh makhluk segan kepadanya. Barang siapa yang tidak takut kepada Allah, maka Allah akan membuatnya takut kepada siapa saja, bahkan terhadap bayangannya sendiri.
Motivasi apakah yang mendorong anda untuk beribadah kepada Allah?
Rasa takut, berharap atau rasa cinta.
Ada banyak motivasi yang mendasari seseorang untuk beribadah kepada Allah. Salah satunya adalah rasa takut kepada Allah. Takut mendapatkan siksa dan murka-Nya.
Rasa takut kepada Allah mempunyai beberapa tingkatan. Tingkatan yang pertama dinamakan dengan khauf, yaitu rasa takut kepada Allah atas dasar iman. Orang yang beriman pasti akan mempunyai rasa takut kepada Allah. Semakin mendalam iman, akan semakin mendalam rasa takut kepada Allah.
Tingkatan yang kedua dinamakan dengan khasyyah, yaitu rasa takut kepada Allah atas dasar iman dan ilmu. Semakin bertambah ilmu, mestinya semakin bertambah pula rasa takut kepada Allah. Apabila ada orang yang bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah rasa takutnya kepada Allah, maka dia akan semakin jauh dari Allah.
Allah swt. berfirman:
وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ * وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالأنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Terjemah:
Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama
(QS Fathir: 27-28)
Tingkatan yang ketiga dinamakan dengan haibah, yaitu rasa takut kepada Allah atas dasar iman, ilmu dan ma’rifah (mengenal) Allah. Semakin mengenal Allah, niscaya akan semakin kokoh rasa takut kepada-Nya.
Apabila ada seseorang yang ‘merasa’ sudah mengenal Allah dan mengaku sudah mencapai tingkat ma’rifat, lalu kemudian mengabaikan pelaksanaan syariat, maka yakinlah bahwa itu adalah perasaan semu dan pengakuan dusta. Pengenalan terhadap Allah seharusnya justru menjadikan seseorang semakin takut kepada Allah dan semakin menjaga pelaksanaan hukum-hukum syariat.
Rasa takut kepada Allah mempunyai beberapa indikator, yaitu pertama, menyadari kehinaan dirinya di hadapan Allah; kedua; menilai amal kebaikannya masih sedikit; dan ketiga, sebaliknya menilai keburukannya sudah banyak.
Kesadaran akan kehinaan diri di hadapan Allah swt. akan menjadikan seseorang terhindar dari kesombongan dan rasa takabbur. Dia akan menjadi orang yang rendah hati.
Kesadaran akan sedikitnya amal kebaikan akan mendorong seseorang untuk selalu memperbanyak amal kebaikan dan sebaliknya kesadaran akan banyaknya amal keburukan akan menghindarkan seseorang dari memperbanyak keburukan.
Rasa takut kepada Allah akan mendatangkan kemuliaan dunia akhirat. Barang siapa yang takut kepada Allah, maka Allah akan membuat seluruh makhluk segan kepadanya. Sebaliknya, barang siapa yang tidak takut kepada Allah, maka Allah akan membuatnya takut kepada siapa saja, bahkan terhadap bayangannya sendiri.
Tanamkanlah dalam hati rasa takut kepada Allah niscaya akan menjauhkan dari dosa dan maksiat dan mendekatkan kepada ketaatan kepada-Nya.
Dr. Syahrir Nuhun, Lc,M.TH.I
Qasim Mathar
(Cendikiawan Islam)
Vaksinasi penyakit campak dan rubella yang dilakukan pemerintah (Departemen Kesehatan) belakangan ini menjadi ribut karena dibawa ke ranah agama. Calon jemaah haji dan umrah pada umumnya tidak mempersoalkan untuk dilakukan tindakan vaksinasi terhadap setiap calon yang mau berangkat beribadah ke tanah suci. Mereka tidak mempersoalkan lebih jauh kesesuaiannya dengan syariat. Mereka lebih menyadari perlu dan pentingnya tindakan vaksinasi guna melindungi seseorang dari penyakit selama melakukan perjalanan ibadah ke tanah suci. Keributan di ranah agama tentang vaksinasi campak dan rubella terletak pada soal, apakah bahan vaksinasi itu sesuai dengan syariat Islam atau tidak? Pro dan kontra vaksinasi dipicu oleh berkembangnya opini bahwa bahan (obat) vaksin itu mengandung sesuatu yang diharamkan oleh agama Islam? Sekalipun sudah secara luas disampaikan bahwa obat vaksin itu bersih dari unsur yang diharamkan oleh agama Islam, sebagian orang Islam lebih suka menunggu fatwa MUI yang mengkonfirmasi tentang kehalalan vaksin campak dan rubella.
Sebenarnya, adalah aneh orang Islam yang biasa menyatakan bahwa Islam mengandung ajaran yang memudahkan, bukan menyulitkan, tapi ketika berhadapan dengan tugas kemanusiaan, seperti vaksinasi campak dan rubella, justeru bersikap menyulitkan. Atau tersendat dan menunda keberlangsungan kerja vaksinasi tersebut. Bahkan, dalam kitab fikhi dinyatakan kebolehan memakan babi yang diharamkan dalam kondisi darurat (ketiadaan pilihan dan ancaman maut).
Alquran, setidaknya beberapa dari ayat-ayatnya, misalnya, sebagai yang tersebut pada surat Albaqarah/2: 173 dan 175, surat Aththalaq/65: 7, surat Asysyarh/94: 5 dan 6, dan surat Al-An'am/6: 97, 98, 119 dan 126, dan banyak lagi ayat lainnya, memberi petunjuk yang terang bahwa Islam menganjurkan dan mengutamakan kemudahan dan kelapangan. Bukan kesulitan dan kesempitan. Dari ajaran Alquran yang demikian, ditambah pemahaman tentang sejarah hidup Nabi Muhammad yang memberi keteladanan tentang kemudahan dan kelapangan yang terdapat dalam agama yang beliau bawa, para intelektual/ulama merumuskan dan menerima kaidah: "keadaan darurat membolehkan hal yang tadinya terlarang". Kaidah itu sudah dipakai berabad-abad oleh kaum Muslimin jika mereka berada dalam keadaan darurat.
Cuma sayangnya, dalam literatur lama, keadaan darurat lebih sering dijelaskan sebagai keadaan yang mengancam jiwa atau beresiko mati. Apakah kecacatan fisik sepanjang hidup, seperti rusak penglihatan, pendengaran, gangguan serius pada paru-paru dan jantung, cacat otak, dan kelemahan daya tubuh, yang bisa dialami oleh janin, bayi, anak sebagai akibat mengabaikan atau menolak vaksinasi campak dan rubella, apakah keadaan itu tidak bisa disebut sebagai keadaan darurat? Apakah belum bisa disebut keadaan darurat, kalau para dokter dan ahli di bidang itu menjelaskan bahwa seterusnya sebagai bangsa, bangsa kita beresiko menjadi bangsa terkebelakang karena kita membiarkan calon sumber daya manusia bangsa (janin, bayi, dan anak) berpotensi besar terpapar wabah campak dan rubella? Apakah kita harus menunggu nanti maut sudah di depan mata, baru kita menyebutnya sebagai keadaan darurat?
Di dalam Islam terdapat mazhab berpikir rasional. Kaum rasionalis Islam menyusun dua model kewajiban. Pertama, yang disebut "wajib aqli", yaitu akallah yang menunjuki, lalu mewajibkan kita melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kedua, "wajib syar'i", yaitu nash kitab sucilah yang menunjuki, lalu mewajibkan kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kedua kewajiban tersebut ("aqli" dan "syar'i"), jika dilanggar, maka berakibat dosa. Yang menyatakannya dosa adalah akal dan syariat. Kedua model itu sama-sama sesuai syariat. Bukan hanya model kedua. Sebab, penggunaan akal juga bagian penting dari petunjuk Alquran.
Dalam hal keramaian wacana tentang vaksin(asi) campak dan rubella, kedua model di atas boleh dipakai. Jika masih harus menunda vaksinasi karena menunggu fatwa, dan tentu model "wajib syar'i" belum bisa dipakai, maka saya menganjurkan untuk memakai model "wajib aqli". Pemerintah dan para pihak/mitranya meneruskan, tidak menunda, apalagi menyetop vaksinasi campak dan rubella. Akal sehatlah yang mewajibkan pemerintah dan mitranya, dan akal sehat pulalah yang menyadarkan tentang adanya dosa, kalau vaksinasi tersebut gagal. Ulama usul fikhi, Imam Syatibi (wafat 790 H/1388 M), membuat kaidah: "sesuatu yang membawa maslahat, pasti sejalan dengan syariat". Jadi, vaksinasi campak dan rubella adalah "wajib aqli" yang tidak melanggar syariat Islam, tapi direstui. Hukum minimal vaksinasi tersebut adalah darurat syar'i. Tetapi, jangan menunggu hingga dinyatakan darurat. Keadaan darurat bisa semuanya menjadi terlambat. Akal sehat kita masih ada.
Sekiranya seluruh makhluk bersatu padu ingin memberikan satu kebaikan kepadamu, maka itu tidak akan pernah terjadi selama Allah tidak mengizinkannya. Demikian pula adanya, sekiranya seluruh makhluk bersatu padu ingin menimpakan satu keburukan kepadamu, maka itu juga tidak akan pernah terjadi selama Allah tidak menghendakinya. Yakinlah tidak ada satupun kekuatan yang sanggup menolak keburukan, sebagaimana tidak ada satupun kekuatan yang sanggup untuk mendatangkan kebaikan kecuali dengan izin Allah semata-mata. Bersandarlah hanya kepada Allah, kuatkanlah jiwamu dengan keyakinan akan kekuasaan-Nya.
Apa yang anda rasakan ketika tidak makan dan minum selama beberapa hari?
Tubuh menjadi loyo, lemas dan tidak bertenaga.
Lalu bagaimana keadaan anda ketika kehilangan keyakinan kepada Allah selama beberapa detik?
Jiwa akan menjadi lemah dan tidak bersemangat.
Begitulah keadaan manusia. Manusia adalah makhluk yang terdiri dari jiwa dan tubuh. Keduanya membutuhkan suplemen untuk menjaga kekuatannya. Suplemen tubuh adalah makanan dan minuman, sedangkan suplemen jiwa adalah keyakinan.
Tanpa makan dan minum, tubuh akan menjadi lemas dan tidak berdaya, namun tanpa keyakinan maka jiwa yang akan menjadi lemah tanpa semangat.
Keyakinan tertinggi seorang manusia adalah keyakinan kepada Pencipta, Pemelihara dan Penguasa alam semesta, Allah swt
Dengan keyakinan kepada Allah swt., maka setiap kesulitan akan dilewati dengan penuh kesabaran. Semua tantangan akan dihadapi dengan penuh kegigihan. Semua keinginan akan diupayakan dengan penuh keuletan Usaha akan dikerahkan dengan maksimal, sembari menyandarkan hasil akhirnya hanya kepada Allah swt.
Begitu pentingnya memiliki keyakinan akan kekuasaan Allah swt., Rasulullah saw memberikan pesan kepada ‘Abdullah bin ‘Abbas ra. Sebagaimana yang terangkum dalam hadis berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا فَقَالَ « يَا غُلاَمُ إِنِّى أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَىْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَىْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَىْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَىْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ ».
Artinya:
Dari Ibn ‘Abbas ia berkata, suatu hari saya di belakang Rasulullah saw., lalu beliau bersabda: ”Wahai anak kecil! Sesungguhnya saya akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Peliharalah Allah, niscaya Allah akan memeliharamu; peliharalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu; apabila engkau meminta, mintalah kepada Allah; apabila engkau memohon bantuan, mohonlah kepada Allah; Ketahuilah! Sekiranya seluruh makhluk bersatu padu ingin memberikan satu manfaat kepadamu, maka itu tidak akan pernah terjadi kecuali telah ditetapkan oleh Allah untukmu. Demikian pula adanya, sekiranya seluruh makhluk bersatu padu ingin menimpakan satu keburukan kepadamu, maka itu tidak akan terjadi kecuali telah ditetapkan oleh Allah atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.
(HR al-Turmudzi)
Dari sekian banyak pesan yang disampaikan oleh Rasulullah saw. kepada ‘Abdullah ibn ‘Abbas, salah satu di antaranya adalah pesan untuk menanamkan keyakinan di dalam diri bahwasanya hanya Allah swt. satu-satunya yang bisa memberikan manfaat atau menimpakan satu keburukan kepada manusia.
Keyakinan bahwa tidak ada satupun kekuatan yang sanggup menolak keburukan, sebagaimana tidak ada satupun kekuatan yang sanggup untuk mendatangkan kebaikan kecuali dengan izin Allah semata-mata adalah kandungan dari kalimat La haula wa la quwwata illa billah
Dengan keyakinan semacam ini, maka seseorang tidak akan terpengaruh dengan penilaian dan pandangan manusia, selama apa yang dilakukan sesuai dengan perintah Allah swt. karena yang terpenting adalah mendapatkan ridha Allah swt.
Dr. Syahrir Nuhun, Lc, M.TH.I
Qasim Mathar
(Guru Besar Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar)
Alhamdulillah, semangat untuk menunaikan shalat (sembahyang) oleh ummat Islam tampak menggembirakan. Setidaknya hal itu ditunjukkan oleh informasi media sosial yang dikirimkan ke grup-grup media sosial. Ada statistik di media sosial yang menunjukkan bahwa sekitar tiga puluh persen, atau sepertiga dari seluruh, kaum muda Muslim suka ke mesjid untuk menunaikan shalat. Ada video yang beredar di media sosial yang memperlihatkan dua orang polisi wanita, dengan berkendaraan mobil polisi berkeliling kota, melalui pembesar suara mobil tersebut, menyeru agar kaum laki-laki Muslim bersiap-siap untuk berangkat ke mesjid karena waktu untuk shalat Jumat sudah akan masuk.
Semangat menunaikan shalat yang demikian juga diserukan di mimbar-mimbar mesjid oleh para dai dan muballigh. Ada dai menyatakan mudahnya melakukan salat, sekalipun kita berpergian ke daerah. Katanya, sepanjang daerah, wilayah yang dilewati, terdapat mesjid-mesjid yang berdiri di pinggir jalan yang dilalui. Memang kenyataannya begitu.
Keadaan seperti itu, sekali lagi, tentu menggembirakan. Orang-orang Muslim menunaikan kewajiban dalam agama mereka, yaitu menunaikan shalat. Sesungguhnya, ajakan dan seruan untuk melaksanakan ajaran agama, seperti salat (sembahyang) itu, hendaklah diiringi dengan bimbingan bagaimana ajaran agama tersebut ditunaikan di dalam kondisi zaman sekarang.
Kalau diperhatikan sumber yang meriwayatkan praktik shalat Nabi Muhammad Saw., ternyata Nabi memberi contoh cara shalat yang bermacam-macam. Berkaitan dengan kesulitan dan kemudahan teknis salat, Nabi melakukan shalat jamak dan qasar. Shalat jamak ialah menunaikan dua waktu shalat pada satu waktu. Misalnya, shalat Zuhur dan Asar dilaksanakan pada waktu Zuhur, atau Asar. Jika dilaksanakan pada waktu Zuhur disebut jamak taqdim. Jika di waktu Asar disebut jamak takhir. Shalat Magrib dan Isya juga boleh dijamak demikian.
Shalat qasar ialah shalat yang empat rakaat dijadikan dua rakaat. Salat Magrib dan Subuh tidak diqasar. Shalat subuh tidak boleh dijamak dengan salainnya. Shalat yang boleh dijamak, boleh juga sekaligus diqasar.
Kemudahan salat yang demikian, dibimbingkan juga oleh Nabi tentang teknis yang lain. Misalnya, shalat dalam kondisi duduk, berbaring, dan sesuai kondisi orang Muslim. Salat duduk di pesawat udara, bukan hanya dilakukan oleh yang sedang dalam perjalanan umrah atau haji. Tapi, boleh juga dilakukan kapanpun selain umrah dan haji. Misalnya, dalam kondisi di dalam mobil di jalan yang macet. Tentu dalam kondisi begitu, cukup bertayammum, pengganti wuduk, di bagian mobil itu sebelum salat duduk di mobil.
Kemudahan salat sebagai yang dibimbingkan oleh Nabi, sebaiknya disebarluaskan juga agar shalat dengan mudah bisa ditunaikan dalam kondisi bagaimanapun. Tidak perlu diserukan keseragaman teknis shalat itu. Bagi yang berpergian keluar kota, boleh singgah di mesjid setiap waktu shalat, boleh juga sekali singgah tapi menjamak/mengqasar shalatnya. Jika mau, jalan terus, tapi shalat ditunaikan di dalam mobil, boleh juga. Nabi telah membawa dan mengajarkan Islam dengan segenap kemudahan-kemudahannya. Sebarluaskanlah segenap kemudahan itu dan jangan, memang tidak berguna, mencela tata cara yang bermacam-macam dari kaum Muslimin dalam ber-Islam, khususnya dalam menunaikan shalat. Gembirakanlah mereka dalam beragama dengan berbagai versinya!
Assalamu alaikum Wr Wb
Ketika nikmat Allah masih ada dalam genggaman, seringkali manusia tidak menyadari nilainya, sehingga ia kemudian menyia-nyiakannya. Namun ketika nikmat itu Allah cabut darinya, barulah manusia tersadar dan menyesali diri. Tidak ada yang lebih mengetahui nilai sebuah nikmat dibandingkan dengan mereka yang telah kehilangan nikmat tersebut. Namun mereka yang mendapatkannya kembali akan jauh lebih menyadari nilainya. Manfaatkanlah nikmat yang Allah karuniakan kepadamu sebelum engkau kehilangannya dan bersyukurlah apabila engkau diberi kesempatan kedua untuk memperoleh nikmat tersebut.
Siapakah yang lebih menyadari nikmatnya kesehatan?
Bukan orang yang sehat, tetapi orang yang sakit.
Siapakah yang lebih menyadari nikmatnya waktu luang?
Bukan orang yang memiliki waktu luang, tetapi orang yang punya banyak kesibukan.
Siapakah yang lebih menyadari nikmatnya usia muda?
Bukan orang yang masih muda, tetapi orang yang sudah lanjut usia.
Begitulah nikmat Allah, ketika masih ada dalam genggaman, seringkali manusia tidak menyadari nilainya, sehingga ia kemudian disia-siakan. Namun ketika nikmat itu Allah cabut darinya, barulah manusia tersadar dan menyesali diri.
Sungguh benar ungkapan yang menyatakan: “Tidak ada yang lebih mengetahui nilai sebuah nikmat dibandingkan dengan mereka yang telah kehilangan nikmat tersebut”.
Bersyukur bukanlah perkara mudah. Secara jelas Allah swt. menyatakan di dalam al-Qur’an bahwa hanya sedikit di antara manusia yang tahu bersyukur.
Untuk memudahkan besyukur kepada Allah swt., Nabi saw. telah memberikan tuntunan. Di antara tuntunan tersebut, terdapat di dalam hadis berikut ini:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الْمِنْبَرِ « مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Artinya:
Dari Nu’man bin Basyir ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka ia tidak akan mensyukuri nikmat yang banyak. Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak akan bersyukur kepada Allah. Menceritakan nikmat Allah swt. adalah wujud rasa syukur dan meninggalkannya adalah bentuk kekufuran. Persatuan adalah rahmat dan perpecahan adalah azab.
(HR. Ahmad)
Di dalam hadis di atas, Rasulullah saw memberikan beberapa tuntunan untuk bisa bersyukur kepada Allah swt. Di antara tuntunan tersebut adalah:
Pertama, mensyukuri nikmat yang sedikit. Allah swt. memberikan nikmat kepada manusia, biasanya tidak langsung dalam jumlah yang banyak, tetapi bertahap. Apabila seseorang bisa mensyukuri nikmat yang sedikit tersebut, maka Allah swt menjanjikan akan menambah nikmat-Nya
Kedua,berterima kasih kepada manusia. Kemauan seseorang untuk berterima kasih kepada sesama menunjukkan kerendahhatian dan pengakuan terhadap orang lain. Sikap ini pada akhirnya akan mendorongnya untuk bersyukur kepada Allah swt.
Ketiga, menceritakan nikmat kepada orang lain dan tidak menyembunyikannya. Menceritakan nikmat kepada orang lain diperbolehkan, bahkan dianjurkan selama itu dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah swt. dan ingin membagi rasa syukur tersebut dengan orang lain, bukan sebagai ungkapan kesombongan dan keinginan untuk membuat iri orang lain.
Bersyukurlah atas nikmat yang telah Allah swt. karuniakan dengan mengakui di dalam hati bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah swt., lalu pujilah Allah swt dengan lisan yang tulus, kemudian gunakan nikmat tersebut sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Bersyukurlah atas segala nikmat-Nya, sebelum nikmat tersebut dicabut karena tidak disyukuri. Manfaatkanlah nikmat yang Allah karuniakan kepadamu sebelum engkau kehilangannya dan bersyukurlah apabila engkau diberi kesempatan kedua untuk memperoleh nikmat tersebut.
(Dr..Syahrir Nuhun, Lc.M.Th.I)
Assalamu alaikum Wr.Wb.
Jika merujuk ke kitab suci Alquran, kata "ummat" ("ummah") memiliki arti yang banyak. Kata itu bahkan bisa berarti sekelompok burung yang terbang di udara. Juga binatang-binatang yang ada di dunia. Menyepadankan kata "umat" dengan "bangsa", tentu tidak salah. Maka, berkata "umat Indonesia", itu sama artinya dengan "bangsa Indonesia".
Tapi, bila dibawa ke wacana politik, kata "ummat" berbeda dari "bangsa". Ungkapan "demi kepentingan umat", terutama bila ungkapan itu diucapkan oleh politisi Islam, sangat mungkin yang dimaksud ialah warga Indonesia yang beragama Islam saja. Warga Indonesia yang bukan Islam, tidak termasuk. Jika yang dimaksudkan untuk semua warga, maka ungkapan yang dipakai ialah "bangsa" atau "rakyat".
Kata umat Islam pada masa penjajahan dahulu mencakup semua orang Islam yang hidup dan menjadi penduduk di negeri-negeri atau di seluruh belahan dunia yang terjajah, di Asia dan Afrika. Di bagian-bagian dunia itu, umat Islam adalah satu rasa solidaritas. Satu rasa senasib dan satu rasa sepenanggungan. Satu umat itulah yang menjadi faktor penting yang mendorong dan menggerakkan perjuangan melawan dan melepaskan diri dari penjajahan. Satu persatu negeri-negeri umat itu menjadi negeri yang merdeka. Pada saat yang sama makna umat mulai bergeser menjadi lebih sempit. Umat adalah umat Islam Indonesia, Pakistan, India, Tiongkok, Irak, Turki, Iran, Mesir, Sudan, Aljazair, Libia, Marokko, dan lain-lain. Di negeri-negeri itu, jumlah umat Islam ada yang mayoritas, ada pula yang minoritas. Umat Islam di Indonesia, bahkan yang terbesar di dunia. Ada umat Islam yang minoritas di negara berpenduduk mayoritas bukan muslim. Seperti di Tiongkok, Jepang, Rusia, Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan di benua Australia. Kini umat sedang mengalami bentuk bernegara yang disebut dengan negara bangsa (nation state) dan sistem berpemerintahan, ada yang republik, kerajaan, atau kombinasi dari kedua bentuk itu. Ada pula yang memberi atau mencangkokkan ke dalamnya model yang sesuai dengan corak keislaman yang dianut. Misalnya, lembaga Wilayatul Faqih guna melengkapi Trias Politica di Republik Islam Iran. Satu hal yang mesti dicatat ialah ummat dalam negara-negara bangsa memiliki kepentingan nasional (nation) masing-masing yang bisa saling berbeda.
Sistem khilafah Islam yang pernah berjaya pada masa lampau, meskipun sesudahnya mengalami kemerosotan dan kebangkrutan pada masa modern, menggugah kalangan pemikir Islam tertentu menyeru untuk menghidupkan kembali sistem kekhalifahan tersebut. Sebenarnya, seruan kembali ke masa lampau yang berjaya sebanding dengan seruan mewujudkan masa depan yang lebih baik dari sekarang. Cuma, pikiran maju selalu berpihak kepada masa depan yang lebih baik. Bukan kembali ke masa lampau yang juga mengandung kelemahan, selain kekuatannya. Umat masih berada di posisi antara keduanya. Artinya, bila pikiran maju lebih besar pada umat, maka kembali ke masa lampau bukan pilihan. Kecuali bila kondisi umat adalah kebalikannya.
Tampaknya, dalam wacana politik, kata "ulama" bernasib serupa dengan kata "umat". Kedua kata itu diulur dan ditarik menurut kepentingan politisi dan partai politik. Karena itu, dalam politik, pernyataan "bela umat" atau "bela ulama", tidak usah dipercaya. Sebab, itu hanya pernyataan politik yang bisa dinyatakan oleh politisi-politisi yang saling beda partai atau koalisi. Memang, istilah "ulama" adalah produk politik. Bukan produk yang lahir dari Alquran. Sedang istilah "umat" tidak apa-apa dipakai untuk makna yang banyak; itu sudah sesuai dengan Alquran.
Oleh : Prof DR.H.M. Qasim Mathar
(Guru Besar UIN Alauddin Makassar )
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Air kalau tidak mengalir akan menjadi keruh. Sebaliknya air apabila mengalir dengan lancar maka akan menjadi jernih. Begitulah ilmu yang tidak diajarkan akan mengeruhkan jiwa pemilik ilmu. Sebaliknya, dengan mengajarkannya kepada orang lain akan menjernihkan hati pemilik ilmu. Maka ajarkanlah ilmu yang engkau miliki kepada siapapun yang membutuhkan dan jangan menyimpannya untuk dirimu sendiri.
“Sebetulnya dia orang yang berilmu, sayang sekali ilmunya tidak pernah diajarkan kepada orang lain”.
Begitulah komentar orang banyak terhadap seorang teman yang memang berilmu, tetapi jarang menyampaikan ilmunya
Ilmu bukan hanya untuk ilmu. Pengetahuan bukan hanya sebatas untuk diketahui. Lebih dari itu, Ilmu untuk diamalkan dan diajarkan.
Ilmu seumpama air. Perhatikanlah air yang tidak mengalir. Ketika alirannya tersendat, maka ia akan menjadi keruh. Sebaliknya air apabila mengalir dengan lancar maka akan menjadi jernih. Begitulah ilmu yang tidak diajarkan akan mengeruhkan jiwa pemilik ilmu. Sebaliknya, dengan mengajarkannya kepada orang lain akan menjernihkan hati pemilik ilmu.
Maka ajarkanlah ilmu yang engkau miliki kepada siapapun yang membutuhkan dan jangan menyimpannya hanya untuk dirimu sendiri. Begitu pentingnya mengajarkan ilmu yang dimiliki sehingga Nabi saw. mengingatkan dalam hadis berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang ditanya satu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dikekang oleh Allah dengan kekang yang terbuat dari api di hari kiamat.
(HR. Abu Dawud)
Ilmu yang diajarkan kepada orang lain tidak akan berkurang kadarnya. Sebaliknya ilmu yang diajarkan akan semakin bertambah kuantitas dan kualitasnya. Semakin sering diajarkan, maka akan semakin tersimpan dalam ingatan. Allah swt. juga akan memberikan keberkahan ilmu kepada yang mengajarkannya.
Ilmu yang diajarkan tidak hanya memberikan manfaat di dunia, tetapi sampai di hari kemudian kelak. Ketika seseorang telah meninggalkan dunia ini, maka ia masih bisa mendapatkan manfaat dari ilmu yang pernah ia ajarkan.
Semoga Allah swt menjadikan para pembaca dan saya sebagai orang yang berilmu, mengamalkannya, mengajarkan ilmunya, dan ikhlas dalam beramal.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc. M.THI
Assalamu alaikum Wr Wb.
Menyampaikan nasehat haruslah berangkat dari niat yang tulus untuk memperbaiki dan dengan cara yang benar dan baik. Terkadang ada yang memberi nasehat karena keangkuhan merasa diri lebih suci daripada yang dinasehati. Terkadang ada pula yang menyampaikan nasehat dengan cara yang tidak bijaksana sehingga mempermalukan orang lain. Menasehati dan mempermalukan adalah dua hal yang sangat berbeda jauh.
Dua orang yang berbeda menyampaikan nasehat yang sama kepada satu orang. Nasehat pertama ditolak mentah-mentah, sedangkan nasehat kedua diterima dengan lapang dada.
Mengapa ada nasehat yang begitu mudah menggugah jiwa dan berbuah penerimaan, namun ada pula nasehat yang tidak berbekas di hati, sehingga malah menghasilkan penolakan?
Menyampaikan nasehat yang bisa diterima orang lain tidaklah mudah. Nasehat haruslah berangkat dari niat yang tulus dan dilakukan dengan cara yang benar dan baik.
Sampaikanlah nasehat dengan niat untuk melksanakan peintah Allah sebagai bagian dai upaya untuk memperbaiki diri sendiri dan memperbaiki orang lain, bukan karena merasa lebih baik dibandingkan dengan orang yang dinasehati. Terkadang ada yang memberi nasehat karena keangkuhan merasa diri lebih suci daripada yang dinasehati.
Tidak selayaknya seseorang merasa lebih suci dibandingkan dengan orang lain. Allah swt. mengingatkan di dalam firman-Nya:
هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Terjemah:
Dia lebih mengetahui kamu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih berupa janin dalam perut ibumu Maka janganlah kamu menyatakan diri kamu suci, Dialah yang paling mengetahui orang-orang yang bertakwa.
(QS an-Najm: 32)
Selain niat yang tulus, cara menyampaikan nasehat juga harus benar dan baik. Terkadang ada yang menyampaikan nasehat dengan cara yang tidak bijaksana sehingga lebih terkesan mempermalukan orang lain daripada memperbaikinya.
Menasehati dan mempermalukan adalah dua hal yang sangat berbeda. Ketika seseorang menasehati orang lain, maka kehormatannya akan dijaga. Namun apabila kehormatannya diabaikan, maka pada hakikatnya itu bukanlah nasehat, tetapi mempermalukan.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc. M.THi
Assalamu alaikum Wr. Wb
Keberhasilan sebuah ceramah tidaklah diukur dari banyaknya orang yang tertawa karena kelucuannya. Keberhasilan ceramah juga tidak diukur dari banyaknya orang yang menangis karena terharu. Tetapi keberhasilan sebuah ceramah yang merupakan bagian dari dakwah adalah ketika mampu mengeluarkan diri sendiri dan orang lain dari aneka kegelapan dan membawanya menuju kepada sebuah cahaya.
Keberhasilan sebuah ceramah tidaklah diukur dari banyaknya orang yang tertawa karena kelucuannya. Keberhasilan ceramah juga tidak diukur dari banyaknya orang yang menangis karena terharu. Tetapi keberhasilan sebuah ceramah yang merupakan bagian dari dakwah adalah ketika mampu mengeluarkan diri sendiri dan orang lain dari aneka kegelapan dan membawanya menuju kepada sebuah cahaya.
Apakah indikator keberhasilan sebuah ceramah?
Banyaknya gelak tawa?
Riuhnya tepuk tangan yang membahana?
Atau suara isak tangis?
Keberhasilan sebuah ceramah tidaklah diukur dari banyaknya orang yang tertawa karena kelucuannya. Keberhasilan ceramah juga tidak diukur dari banyaknya orang yang menangis karena terharu. Keberhasilan ceramah juga tidak dinilai dari banyaknya orang yang memuji karena menyukainya.
Keberhasilan sebuah ceramah sebagai bagian dari dakwah adalah ketika mampu mengeluarkan diri sendiri dan orang lain dari aneka kegelapan dan membawanya menuju kepada sebuah cahaya.
Allah swt. berfirman:
الر كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِم
Terjemah:
Alif Lam Ra. Sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu agar engkau mengeluarkan manusia dari aneka kegelapan menuju satu cahaya dengan izin tuhan mereka
(QS. Ibrahim: 1)
Dakwah ilallah (mengajak manusia kepada Allah) adalah jalan hidup Rasululullah saw dan jalan hidup para pengikutnya. Demikian penegasan Allah swt dalam QS Yusuf ayat 108. Maka menjadi Da’i (penyeru manusia ke jalan Allah) adalah satu kemuliaan.
Syekh Muhammad Namr al-Khatib dalam kitab Mursyid al-Dua’ ilallah mendefinisikan dakwah sebagai bangkitnya ulama yang tercerahkan untuk menyampaikan Islam kepada manusia dan mengajarkan kepada mereka urusan agama yang akan membuka mata kepala mereka dan memberikan kepada mereka tuntunan tentang hakikat dunia sesuai dengan agama Allah menurut ukuran kemampuan. Sementara itu, Dr. Rauf Syalabi dalam kitabnya al-Dakwah fi ‘Ahdiha al-Makky mendefinisikan dakwah sebagai harakah Islamiyah dalam dua sisinya, teori dan praktik, sebagai sebuah harakah untuk membangun daulah Islamiyah dan mempertahankan keberlanjutan eksistensinya.
Dakwah dengan ceramah adalah dua hal yang berbeda meskipun terkadang sebagian orang mengidentikkannya. Ceramah hanyalah salah satu uslub di antara sekian banyak uslub dakwah. Dakwah lebih luas daripada ceramah. Baik dalam dakwah secara umum, maupun dalam ceramah secara khusus dibutuhkan keikhlasan dan ilmu dari pengembannya agar mencapai keberhasilan dan terhindar dari kegagalan.
Keberhasilan dakwah sangat ditentukan oleh tingkat kesesuaiannya dengan manhaj Nabi saw. Dakwah yang mengikuti manhaj Nabi saw. akan mampu mengeluarkan manusia dari aneka kegelapan menuju kepada satu cahaya.
Dr. H. Syahrir nuhun, Lc, M.THi
Assalamu Alaikum Wr Wb
Belajarlah untuk selalu memahami orang lain, meskipun tidak semua tindakannya bisa dibenarkan. Seseorang tidak mungkin bisa membenarkan tindakan orang lain tanpa mengetahui alasannya dengan baik. Dengan mengetahui alasannya, sesalah apapun tindakan seseorang menurut penilaianmu, anda akan memahami tindakannya dan lebih bijak dalam menyikapinya. Lebih baik menyibukkan diri untuk memperbaiki kekurangan diri sendiri, daripada menghabiskan waktu untuk mempersalahkan orang lain.
Adakah seseorang yang semua tindakannya disetujui dan disepakati oleh orang lain? atau adakah seseorang yang bisa menyetujui dan menyepakati semua tindakan yang dilakukan oleh orang lain?
Sepertinya orang yang seperti itu tidak akan pernah ditemukan dalam dua kondisi tersebut. Boleh jadi, ada orang yang menampakkan secara lahiriahnya persetujuan dan kesepakatan atas semua yang dilakukan oleh orang lain, namun belum tentu persetujuan dan kesepakatan tersebut benar-benar muncul dari lubuk hatinya yang terdalam.
Seringkali seseorang menampakkan persetujuan dan kesepakatan terhadap orang lain, meskipun sebenarnya hatinya tidak menyetujui. Hal itu disebabkan oleh berbagai alasan. Boleh jadi karena ingin menyenangkan hatinya atau paling tidak untuk menghindarkannya dari kekecewaan.
Sebagaimana tidak mungkin semua tindakan anda disetujui, disepakati dan dibenarkan oleh orang lain, demikian pula anda tidak mungkin bisa menyetujui, menyepakati dan membenarkan semua tindakan orang lain. Maka, yang lebih penting daripada membenarkan tindakan seseorang adalah memahaminya.
Belajarlah untuk selalu memahami orang lain, meskipun tidak semua tindakannya bisa dibenarkan.
Untuk bisa memahami tindakan seseorang, maka minimal mengetahui alasan yang mendasarinya untuk melakukan hal tersebut. Anda tidak mungkin bisa membenarkan tindakan seseorang tanpa mengetahui alasannya dengan baik. Dengan mengetahui alasan seseorang melakukan suatu tindakan, maka anda akan memahami tindakannya dan bisa lebih bijak dalam menyikapinya.
Memahami alasan suatu tindakan juga akan menghindarkan seseorang dari sikap terlalu mudah menyalahkan orang lain. Selain itu, jauh lebih baik menyibukkan diri untuk memperbaiki kekurangan diri sendiri daripada menghabiskan waktu untuk mempersalahkan orang lain.
Seringkali seseorang menyibukkan diri dengan mencari-cari dan membicarakan aib orang lain, sedangkan aib besar yang ada pada dirinya sendiri luput dari perhatiannya.
Sungguh tepatlah apa yang disebutkan di dalam hadis berikut:
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( يبصر أحدكم القذاة في عين أخيه وينسى الجذع في عينه )
Atinya:
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran yang terdapat pada mata saudaranya, tetapi dia lupa kayu besar yang ada di matanya.
(HR. Ibn Hibban).
Imam al-Bukhari juga meriwayatkan hadis di atas dalam kitab al-Adab al-Mufrad secara mauquf.
Dalam hadis di atas digambarkan sifat manusia yang dengan mudahnya bisa melihat kesalahan kecil yang dilakukan oleh orang lain, tetapi tidak memperhatikan kesalahan besar yang telah dilakukannya.
Mari lebih banyak memanfaatkan waktu untuk menilai diri sendiri, mencari kekurangan diri dan mempebaikinya.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc, MA
Assalamu Alaikum Wr. Wb
.
Tidak ada kesempurnaan yang mutlak di bawah kolong langit dan di atas permukaan bumi, karena yang sempurna secara mutlak hanyalah Pencipta langit dan bumi. Seseorang tidak akan pernah menemukan sosok yang sempurna dalam kehidupannya. Siapapun orangnya: orang tua, anak, suami, istri, guru, murid, sahabat bahkan seorang tokoh agama dan pemimpin sekalipun, pasti memiliki kekurangan. Anda akan sangat kecewa kalau mengharapkan sosok yang yang sempurna. Sebaliknya kebahagiaan akan dirasakan jika mampu menerima orang lain secara sempurna dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hargailah kelebihan orang lain dan pahamilah kekurangannya.
Pernahkah anda merasa kecewa ketika mendapati kenyataan bahwa seseorang yang pada awalnya sangat anda puja-puja, anda kagumi, anda idolakan dan anda jadikan sebagai figur yang sempurna untuk dijadikan teladan ternyata mempunyai banyak kekurangan yang tidak pernah anda duga?
Kalau anda pernah mengalaminya, maka jangan salahkan orang yang anda kagumi. Masalahnya sesungguhnya bukan pada orangnya, tetapi pada diri anda sendiri. Mengapa demikian? Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna. Tidak ada kesempurnaan di bawah kolong langit dan di atas permukaan bumi, karena yang sempurna hanyalah Pencipta langit dan bumi.
Sosok yang sempurna tidak akan pernah ditemukan dalam kehidupan ini. Siapapun orangnya dan dalam posisi apapun: sebagai orang tua, anak, suami, isri, guru, murid, sahabat bahkan seorang tokoh agama dan pemimpin sekalipun, pasti memiliki kekurangan.
Semua orang pernah melakukan kesalahan. Sangat tidak bijaksana apabila menuntut dari seseorang untuk tidak pernah melakukannya. Allah swt. pun melewatkan apa yang dilakukan oleh manusia karena kesalahan, kelupaan dan keterpaksaan. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ الْغِفَارِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ ».
Artinya:
Dari Abu Dzar al-Ghiffari ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah melewatkan dari umatku (apa yang dilakukan) karena kesalahan, kelupaan dan keterpaksaan.
(HR. Muslim).
Kekecewaan akan dirasakan apabila mengharapkan dan memaksakan hadirnya sosok yang sempurna dalam kehidupan. Ketika merasa tidak puas dengan seseorang yang selama ini telah bersama menjalani hidup dan mengharapkan hadirnya sosok yang lain, yakinlah bahwa ketidakpuasan akan kembali dirasakan meskipun sosok yang diharapkan tersebut telah dimiliki.
Kebahagiaan hanya akan bisa dirasakan apabila mampu menerima orang lain secara sempurna dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Maka hargailah kelebihan orang lain dan pahamilah kekurangannya. Sebagaimana orang lain memiliki kekurangan, anda pun pasti juga memilikinya.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc, M.THi
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Jika di tengah jalan terdapat sebuah batu besar, kemudian Anda diminta memindahkannya, apa yang pertama Anda tanyakan kepada orang yang menyuruh memindahkan batu tersebut?
Biasanya pertanyaan yang umum yaitu “Ke mana dipindahkannya?” atau “pakai apa?” Jarang sekali yang bertanya “mengapa dipindahkan?” atau “untuk apa dipindahkan?” Pertanyaan yang sering muncul lebih bersifat teknis, bukan filosofis.
Demikian pula dalam kehidupan, sangat jarang kita bertanya yang bersifat filosofis seperti “mengapa saya ada di dunia ini?” Atau “untuk apa saya hidup?” Padahal pertanyaan yang bersifat filosofis ini sangat penting dan menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan.
Seperti halnya batu besar tadi.”Mengapa dipindahkan?” Jika jawabannya “karena menghalangi orang” atau “bisa mencelakakan kendaraan yang lewat”, berarti pemindahannya memiliki tujuan atau manfaat mulia.
Berbeda jika ceritanya seperti ini. Di dekat batu itu ternyata ada lubang besar. Batu sengaja dipasang untuk memberi tanda agar orang tidak terperosok ke dalam lubang. Jika dipindahkan berarti bisa mencelakakan orang.
Jika anda diminta memindahkannya, dan tahu kondisi itu, tentu saja Anda tidak mau memindahkannya.
Dalam ilmu manajemen dikenal ‘five why analysis” sebagai salah satu cara mencari akar masalah dengan bertanya ‘mengapa’ sampai lima kali.
Misalnya mengapa terlambat bangun? Karena terlambat tidur. Mengapa terlambat tidur? Karena begadang. Mengapa begadang? Karena mengerjakan tugas yang belum selesai. Mengapa belum selesai? Karena tugasnya kebanyakan.
Jika dirasa sudah tidak bisa lagi bertanya ‘mengapa?’ maka itulah akar masalahnya.
Pendekatan ini bisa juga digunakan pada pertanyaan yang bersifat kontemplatif “five why contemplation”.
Cari pertanyaan mendasar tentang kehidupan. Contohnya “mengapa bekerja?” Karena ingin punya uang. “Mengapa ingin punya uang?” “Karena harus membiayai diri dan keluarga”. Mengapa membiayai diri dan keluarga?” Karena tanggung jawab”. Mengapa tanggung jawab? Karena “amanah dari Sang Pencipta”.
Jadi ujungnya mengapa kita bekerja karena menjalankan amanah dari Sang Pencipta, mencari rejeki untuk membiayai diri dan keluarga. Tentu berbeda kalau hanya sampai jawaban pertama “ingin punya uang”. Jawabannya cenderung materialis. Hanya sekadar mengumpulkan harta.
Mengapa jadi pengusaha? Karena ingin kaya. Kalau hanya sampai di sini, berarti kapitalis. Coba kalau dilanjutkan pertanyaannya,
“mengapa ingin kaya?” Agar bisa membuat usaha lebih banyak lagi”. Mengapa ingin buat usaha lebih banyak lagi?” Agar banyak orang yang bekerja”. Mengapa? Agar bisa membantu banyak orang untuk mandiri secara ekonomi”. Mengapa? “agar tidak membebani orang lain dan Negara.
Jawaban ini tentu lebih bermakna. Itulah yang dinamakan ‘alasan keberadaan’ atau ‘misi’ yang menjawab ‘why we are in’.
Manusia diciptakan ke dunia tentu juga punya misi. Apa misinya? Berbagi. Apa yang dibagi? Manfaat. Maka wajar saja Rasulullah SAW bersabda “yang terbaik di antara kamu yaitu yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain”.
Itulah manifestasi manusia sebagai pemimpin atau khalifah di muka bumi ini. Pemimpin yang melayani. Itulah manifestasi manusia sebagai hamba Allah yang bersyukur dengan menggunakan segala nikmat dari Allah untuk hal-hal yang bermanfaat.
Akhirnya itu semua menjadi manifestasi ibadah manusia, ibadah yang bersifat sosial dan spiritual.
Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Pernahkah anda merasa kecewa ketika mendapati kenyataan bahwa seseorang yang pada awalnya sangat anda puja-puja, anda kagumi, anda idolakan dan anda jadikan sebagai figur yang sempurna untuk dijadikan teladan ternyata mempunyai banyak kekurangan yang tidak pernah anda duga?
Kalau anda pernah mengalaminya, maka jangan salahkan orang yang anda kagumi. Masalahnya sesungguhnya bukan pada orangnya, tetapi pada diri anda sendiri. Mengapa demikian? Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna. Tidak ada kesempurnaan di bawah kolong langit dan di atas permukaan bumi, karena yang sempurna hanyalah Pencipta langit dan bumi.
Sosok yang sempurna tidak akan pernah ditemukan dalam kehidupan ini. Siapapun orangnya dan dalam posisi apapun: sebagai orang tua, anak, suami, isri, guru, murid, sahabat bahkan seorang tokoh agama dan pemimpin sekalipun, pasti memiliki kekurangan.
Semua orang pernah melakukan kesalahan. Sangat tidak bijaksana apabila menuntut dari seseorang untuk tidak pernah melakukannya. Allah swt. pun melewatkan apa yang dilakukan oleh manusia karena kesalahan, kelupaan dan keterpaksaan. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ الْغِفَارِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ ».
Artinya:
Dari Abu Dzar al-Ghiffari ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah melewatkan dari umatku (apa yang dilakukan) karena kesalahan, kelupaan dan keterpaksaan.
(HR. Muslim).
Kekecewaan akan dirasakan apabila mengharapkan dan memaksakan hadirnya sosok yang sempurna dalam kehidupan. Ketika merasa tidak puas dengan seseorang yang selama ini telah bersama menjalani hidup dan mengharapkan hadirnya sosok yang lain, yakinlah bahwa ketidakpuasan akan kembali dirasakan meskipun sosok yang diharapkan tersebut telah dimiliki.
Kebahagiaan hanya akan bisa dirasakan apabila mampu menerima orang lain secara sempurna dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Maka hargailah kelebihan orang lain dan pahamilah kekurangannya. Sebagaimana orang lain memiliki kekurangan, anda pun pasti juga memilikinya.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.,M.THi
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Apapun yang diraih oleh manusia baik harta, tahta, pasangan hidup/keluarga, atau gelar keilmuan dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sebagai TUJUAN dan ALAT. Jika sesuatu dipandang sebagai TUJUAN maka saat kita meraihnya ia sudah final, selesai, tutup buku.
Tapi jika dipandang sebagai ALAT, maka ia baru mulai, halaman pertama. Jika kita memandang segala yang diraih adalah amanah, maka sungguh itu adalah ALAT.
Harta yang kita cari setiap hari dengan bekerja keras bukanlah tujuan tapi alat untuk meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Demikian pula dengan tahta berupa jabatan, ia juga bukan tujuan tapi sebagai alat untuk berkontribusi dengan amal kerja agar dunia menjadi lebih baik. Agar banyak orang yang dapat dibantu dan disejahterakan.
Demikian pula dengan pasangan hidup/keluarga, itu juga alat bagi kita untuk beramal saleh. Apalagi ilmu, setelah diraih dengan gelar keilmuwan disertai wisuda yang membanggakan, berikutnya menanti aplikasi ilmu tersebut.
Hati-hati, jangan pernah memandang sesuatu itu sebagai tujuan karena bisa ada dua kemungkinan. Jika berhasil diraih khawatir membuat lupa diri dan lupa konsekwesinya. Atau karena dia tujuan maka khawatir menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Memperturutkan hawa nafsu tanpa mendengar hati nurani. Padahal hawa nafsu memiliki kecenderungan kepada keburukan.
Terkait penguasa, di dalam Al Qur’an ada kisah menarik tentang Nabi Sulaiman a.s yang Allah berikan kelebihan ilmu bisa memahami bahasa burung dan semut, kekuasaan kerajaan yang besar dengan balatentara dari jin dan manusia, dan harta dengan istana yang megah yang melimpah. Rasanya belum ada penguasa sekaliber Sulaiman a.s. Namun saat memiliki itu semua apa ungkapan beliau :
…. "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
(Q.S. An Naml : 40)
Sulaiman a.s. memandang itu semua cobaan, ujian apakah dapat disyukuri atau tidak. Apa bukti syukurnya? Ternyata dengan bekerja dan berkarya.
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih. (Q.S. Saba’ : 13)
Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikun Wr.Wb
Waktu penulis masih kecil dulu di era tahun 1980-an salah satu bintang film cilik favorit kami di kampung yaitu Rano Karno. Apa ciri khasnya? Yaitu tahi lalat di dagu sebelah kiri. Kami pun membuat tahi lalat palsu di dagu sebelah kiri kami dengan tinta pulpen.
Biar mirip tahi lalat Rano Karno. Lebih lanjut biar jadi ganteng seperti Rano Karno, dan memang banyak orang apalagi wanita terlihat cantik karena punya tahi lalat.
Ada apa dengan tahi lalat? Jika Anda punya tahi lalat coba lihat ia dengan loop atau kaca pembesar. Apa yang tampak? Ternyata ia adalah benda hitam yang jelek. Tapi mengapa saat ia dilihat pada keseluruhan wajah bisa membuat wajah jadi cantik?
Inilah keanehan tahi lalat. Kalau mau melihatnya jadi cantik lihatlah pada keseluruhan wajah, jangan focus pada tahi lalatnya.
Demikian pula dengan kehidupan kita. Ibarat tahi lalat itu ujian, cobaan dan musibah. Jika dilihat menggunakan loop atau kaca pembesar maka tampak sangat jelek, kita tidak menginginkannya.
Oleh karena itu lihatlah dalam keseluruhan ‘wajah’ hidup Anda, maka tahi lalat itu menjadi indah dan mempercantik ‘wajah’ kehidupan Anda. Karena ujian, cobaan dan musibah maka manusia jadi dapat membuat perbandingan kehidupannya pada saat normal.
Sakit sebagai ujian akan membuat kita sadar betapa berharganya kesehatan sehingga menjadikan kita bersyukur atas nikmat kesehatan yang Allah berikan. Kekacauan dan ketakutan akan membuat kita bersyukur atas keamanan yang kita rasakan.
Kekurangan uang akan membuat kita bersyukur saat menerima gaji atau bonus.
Cobalah flashback kehidupan Anda selama ini dan perhatikan hal-hal yang menurut Anda waktu itu kesulitan, musibah atau mungkin bencana atau sesuatu yang tidak Anda inginkan. Pandanglah ia pada keseluruhan ‘wajah’ kehidupan Anda, bandingkan dengan keadaan Anda sekarang.
Betapa indahnya terlihat kesulitan dan musibah tersebut di keseluruhan wajah kehidupan Anda. Ada pengalaman penulis waktu baru menikah sekitar 18 tahun yang lalu. Gaji yang pas-pasan harus dapat dihemat untuk belanja berdua setiap harinya.
Suatu hari terjadi musibah, motor saya dipinjam oleh adik saya dan dia mengalami tabrakan. Masuklah motor ke bengkel dan biayanya hampir menghabiskan gaji saya sebulan. Wah, gimana nih untuk belanja sehari-hari?
Apa yang kami lakukan? Mengumpulkan koran bekas yang ada di rumah kemudian ditimbang. Dapat uang yang tidak begitu besar namun rasa syukurnya yang sangat besar karena dengan uang itu kami dapat beli beras untuk dimakan.
Lalu sambil bekerja sehari-hari dicobalah mencari tambahan dengan jualan pakaian bekas atau cakar. Ada teman bawa cakar dari Medan dengan harga murah. Saya pun ambil dan coba jual.
Laku satu terasa sangat senang karena dapat untung meskipun cuma lima ribu tapi terasa sangat besar karena memang lagi butuh uang. Saat kejadian itu diingat kembali, maka timbul rasa syukur yang sangat dalam dengan apa yang Allah anugerahkan saat sekarang ini.
Ternyata dalam kehidupan ini terkadang kita memandang sesuatu itu tidak baik padahal Allah punya maksud yang baik yang kita baru sadari setelah itu terjadi. Kesulitan, hambatan dan masalah ibarat obat yang pahit namun menyehatkan.
Sering kita memohon sesuatu, tapi Allah memberi hal yang berbeda, yang berlawanan dengan permohonan kita. Jangan dulu berburuk sangka pada Allah sampai akhirnya berhenti berdo’a. Sering Allah memberikan sesuatu yang memang kita butuhkan tapi kita belum memahaminya.
Perhatikan puisi ini :
Saya memohon diberi Kekuatan...
Dan ALLAH memberikan Kesulitan agar membuat saya Kuat.
Saya memohon agar menjadi Bijaksana...
Dan ALLAH memberi saya Masalah untuk diselesaikan.
Saya memohon Kekayaan...
Dan ALLAH memberi saya Bakat,Waktu, Kesehatan dan Peluang .
Saya memohon Keberanian…..
Dan ALLAH memberikan hambatan untuk dilewati.
Saya memohon Rasa Cinta...
Dan ALLAH memberikan orang orang bermasalah untuk dibantu.
Saya memohon Kelebihan...
Dan ALLAH memberi saya jalan utk menemukannya.
“Saya tidak menerima apapun yang saya minta..
.......Akan tetapi saya menerima semua yang saya butuhkan "
Mengapa paradigma ini perlu dimiliki? Karena tabiat kita manusia salah satunya mudah berkeluh kesah. Tergambarkan dalam sya’ir Muhammad Agung Wibowo di bawah ini :
Saat kita dalam keadaan susah
Kita merasa yang tersusah di dunia
Namun saat mendapat kesenangan
Kita masih saja ingin seperti orang lain
(Sebenarnya kita juga sadar bahwa)
Sesusah apapun kita, pasti ada yang jauh lebih susah
(Tapi kita manusia juga punya tabiat serakah sehingga)
sekaya apapun kita, pasti masih merasa belum puas
(Bagaimana menyeimbangkannya?)
Rasakanlah cukup apa yang ada
Daripada apa yang tiada
Dan tetaplah meraih apa yang dicita
Sambil bersyukur atas apa yang ada
Sebagai penutup, Allah mengingatkan dalam Al Qur’an :
“...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah : 216)
“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Alam Nasyrah : 5-6)
-Syamril, S.T.,M.Pd.
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Pasangan suami istri yang langka, istrinya sangat cantik tapi suaminya sangat jelek. Suatu hari saat sedang duduk berduaan, suaminya begitu terkesima melihat kecantikan istrinya. Saat itu istrinya berucap “ada apa kanda? Kok lihat lihat saya terus?” Suaminya menjawab “saya sangat bersyukur punya istri yang cantik seperti adinda”.
Istrinya menimpali “sungguh kita pasangan yang bahagia”. Suaminya bertanya “kok dikatakan bahagia?” Istrinya menjawab “kita berdua bahagia karena kanda bersyukur punya istri yang cantik dan saya bersabar punya suami yang jelek”.
Ternyata kunci bahagia itu adalah syukur dan sabar. Syukur atas segala nikmat dan pemberian dari Allah dan sabar terhadap segala musibah yang menimpa. Dalam hidup ini selalu ada suka-duka, nikmat-musibah dan lain sebagainya.
Tidak mungkin manusia hidup selalu dalam keadaan suka selamanya dan tak pernah berduka. Atau mendapatkan nikmat selamanya tidak pernah menghadapi musibah. Adanya kedua hal itu membuat hidup jadi penuh dinamika.
Kondisi apapun yang terjadi jika dihadapi dengan rasa syukur dan sabar maka semua menjadi indah. Demikian pula dalam kehidupan rumah tangga. Semuanya dapat menjadi indah jika suami istri memiliki syukur dan sabar.
Apa sebenarnya syukur itu? “Seorang ibu selalu bersedih memikirkan nasib kedua anaknya. Apa masalahnya. Ternyata anak pertama pekerjaannya jualan payung dan anak kedua jualan sepatu kain. Mengapa sedih? Saat hujan dia memikirkan anaknya yang jualan sepatu kain.
Sulit sepatu kain laku kalau musim hujan. Saat panas dia memikirkan anaknya yang jualan payung. Sulit payung laku karena tidak ada hujan. Sampai akhirnya datang seseorang memberinya solusi. Kata orang itu, biar ibu tidak bersedih, saat hujan pikirkan anak ibu yang jualan payung, jangan yang jualan sepatu kain. Saat panas, pikirkan anak ibu yang jualan sepatu kain, jangan yang jualan payung”.
Jadi solusi masalah ibu tersebut adalah fokus pada yang ada, bukan yang tidak ada. Itulah makna sederhana dari syukur. Saat kita melihat pada apa yang kita miliki atau yang Allah anugerahkan maka kita akan mudah mensyukurinya.
Namun saat fokus kita pada apa yang tidak ada maka yang terjadi adalah kita tidak bersyukur atas apa yang ada. Kita merasa kekurangan atau seolah-olah tidak memiliki apa-apa.
Dalam rumah tangga karena keterbatasan penghasilan suami - istri terkadang banyak kebutuhan yang belum bisa dipenuhi. Teman saya punya pengalaman menarik. Dia hanya bisa beli motor, padahal anak lebih dari dua sehingga bepergian bersama sama dengan motor tidak mungkin dilakukan.
Suami istri tersebut tetap bersyukur dan berpikir positif. Dia berucap “Alhamdulillah, sudah ada motor. Dulu harus jalan kaki atau pakai angkot. Kalau mau berangkat bersama sama semuanya disiasati saja. Toh tidak selalu berangkat bersama.
Apa pakai angkot atau pinjam mobil tetangga atau saudara. Jika tidak bisa juga, usahakan untuk tambah motor saja sehingga berangkat bersama dengan dua motor”.
Orang yang punya motor jika pikirannya pada mobil yang belum ada maka dia akan kesulitan mensyukuri motor yang dimilikinya. Kalau dia fokus pada motornya dan mengatakan Alhamdulillah saya sudah punya motor yang bisa saya gunakan ke mana-mana, maka dia pun akan bersyukur dengan motor yang dimilikinya.
Semoga dengan rasa syukur tersebut Allah akan memberinya rezeki sehingga mampu beli mobil atau dapat mobil dinas atau COP (Car Ownership Program) dari kantor. Allah berfirman :
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim : 7)
-Syamril-
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr Wb
Seorang karyawan alat-alat laboratorium dengan bangga pulang ke kampungnya. Dia sudah berhasil dan bekerja di tempat yang baik. Maka diapun membawa oleh-oleh untuk sahabat karibnya di masa sekolah. Apa oleh-olehnya? mikroskop.
Ditunjukkannya ke sahabatnya kehebatan mikroskop yang bisa melihat benda kecil bahkan bakteri yang ada di dalam air. Sahabatnya pun kagum dan takjub. Hadiah itu diterima dengan senang hati.
Setelah sang karyawan kembali ke kota maka temannya dengan bangga memperlihatkan kehebatan mikroskopnya ke orang-orang kampung. Diambilnya daun, kain, dan berbagai barang lain dan diperlihatkannya di bawah mikroskop. Orang kampung kagum dan takjub.
Sampai akhirnya suatu hari saat dia di meja makan terlihat sambal yang selalu menjadi menu favoritnya. Dia penasaran untuk mencoba mengamati apa gerangan yang ada di dalam sambalnya.
Diperiksanya dengan mikroskop. Alangkah kagetnya saat terlihat di mikroskop ternyata sambal favoritnya penuh dengan makhluk sejenis bakteri. Dia jadi galau.
Bagaimana ini? Sambal ini ternyata berbahaya, mengandung kuman penyakit. Tapi mau dibuang atau berhenti makan sambal juga rasanya tidak mungkin karena sudah menjadi kebiasaan dan nikmat rasanya.
Akhirnya dia kecewa dengan mikroskopnya. Dia memutuskan membuang mikroskop itu. Gara gara mikroskop ini dia jadi takut dan khawatir makan sambal.
Cerita di atas mungkin menggambarkan diri kita yang gagal memahami tanda-tanda. Kata pepatah "buruk wajah cermin dibelah". Kita tidak ingin menerima tanda-tanda karena ego dalam diri kita.
Mungkin tanda itu berupa nasehat atau syariat agama. Kita tidak terima karena mengganggu zona nyaman dan kebiasaan kita yang salah. Kita sadar bahwa nasehat itu benar. Tapi hawa nafsu kita menolaknya. Akhirnya orang yang memberi nasehat kita benci dan musuhi. Kita pun mencari pembenaran untuk menolak kebenaran.
Bisa juga tanda itu berupa keadaan fisik kita yang tidak nyaman. Mulai terasa kurang fit. Tanda kita harus istirahat. Tapi kita abaikan akhirnya sakit menimpa kita.
Bisa juga tanda itu meminta kita untuk diet atau olahraga atau mengubah pola makan. Tapi kita abaikan karena membuat kita menderita. Akibatnya sakit melanda dan barulah kita menyesal.
Bisa juga tanda itu berupa musibah yang menimpa. Itu tanda dari Allah agar kita kembali kepada Nya. Bertaubat dan sadar atas segala kesalahan. Tapi kita abaikan sampai datang musibah yang lebih besar.
Semoga kita menjadi manusia yang mau menerima tanda-tanda yang itu untuk kebaikan kita. Itulah hidayah.
Syamril, ST, M.Pd.
Direktur Sekolah Islam Athirah
inspirasi dr ceramah subuh ust. Ansarul
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Satu orang yang membencimu, sudah sangat banyak, karena akan sangat menyesakkan hati dan membuat dunia terasa sempit. Seribu orang yang mencintaimu, masih terlalu sedikit. Maka berhati-hatilah dalam berucap dan bertindak. Jangan membuat orang yang tadinya mencintaimu berubah menjadi orang yang sangat membencimu.
Pernahkah anda mengalami berada di suatu lokasi yang sama dengan orang yang membencimu?
Kalau pernah apa yang anda rasakan ketika itu? Merasa sempit dan terhimpit
Begitulah kebencian. Tempat yang boleh jadi luas, tetapi justru akan terasa sangat sempit. Satu orang yang membenci, sudah sangat banyak, karena akan sangat menyesakkan hati dan membuat dunia terasa sempit. Sebaliknya, seribu orang yang mencintai, masih terlalu sedikit.
Cobalah sejenak meluangkan waktu untuk mengingat kembali orang-orang yang dulunya sering bersamamu, selalu menemanimu dalam berbagai suasana, membagi suka dan duka, tetapi kemudian berubah drastis menjadi orang yang membencimu.
Lalu renungkanlah apa sesungguhnya yang menjadi penyebab cinta itu berubah menjadi kebencian?
Boleh jadi ada ucapan dan tutur kata yang telah melukai hatinya atau tindakan buruk yang sulit untuk dia lupakan.
Mulailah untuk lebih berhati-hati dalam berucap dan bertindak. Jangan membuat orang yang tadinya mencintaimu berubah menjadi orang yang sangat membencimu.
Rasulullah saw. pernah bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ ...
Artinya:
Dari Abu Hurairah dari rasulullah saw, beliau bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam…”
(HR. Muslim)
Di dalam hadis di atas Rasulullah saw. memberikan pilihan kepada orang yang beriman untuk mengucapkan ucapan yang baik atau diam. Keduanya itulah, ucapan baik dan diam ketika tidak bisa berkata baik, yang merupakan indikator keimanan seseorang.
Pernyataan Rasulullah saw. di atas jauh lebih bijak dibandingkan dengan peribahasa yang menyatakan bahwa diam itu emas dan bicara itu perak. Peribahasa tersebut menyatakan bahwa diam lebih baik daripada bicara, padahal tidak selamanya diam lebih baik daripada bicara. Bicara yang baik justru lebih baik daripada diam. Diam baru lebih baik daripada bicara apabila pembicaraan tidak lagi mendatangkan kebaikan.
Tidak semua diam bernilai emas. Ada diam yang melambangkan kecerdasan dan kearifan seseorang, namun ada juga diam yang justru menunjukkan kebodohan. Sebaliknya, tidak semua bicara bernilai perak. Ada bicara yang lebih baik daripada diam, yaitu bicara yang baik dan penuh hikmah, namun ada juga bicara yang bahkan lebih rendah daripada perunggu. Bahkan ada bicara yang tidak ada nilainya sama sekali.
Oleh Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc. M.THi
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Mana yang Anda pilih, karena bekerja manusia bersyukur, atau karena bersyukur manusia bekerja.
Biasanya orang memilih karena bekerja manusia bersyukur. Kenapa? Di zaman sekarang sulit dapat kerja. Apalagi mau buka usaha sendiri.
Nah, jika orang sudah bekerja maka itu adalah nikmat luar biasa yang pantas disyukuri.
Maka pilihannya “karena bekerja manusia jadi bersyukur”.
Itu pilihan yang biasa. Kalau Anda mau jadi orang yang luar biasa, pilihlah yang juga tidak biasa. Apa itu? Karena bersyukur manusia bekerja.
Artinya wujud rasa syukur manusia terhadap nikmat dari Allah dengan bekerja sebaik-baiknya.
Anugrah dari Allah sangat besar, dan jika manusia mencoba menghitungnya, dia tidak akan mampu menghinggakannya.
Secara garis besar, nikmat pertama yang Allah berikan yaitu nikmat kehidupan.
Ternyata tidak hanya itu, Allah juga memberi nikmat kesehatan, karena tidak semua yang diberi kehidupan dapat menjalaninya dengan sehat.
Datanglah ke rumah sakit, Anda akan menemukan berbagai macam penyakit yang diderita oleh manusia.
Anda yang sehat pun akan mudah bersyukur karena Allah masih memberi Anda kehidupan dan kesehatan.
Untuk apa semua nikmat tersebut? Logika penciptaan mengajarkan kita bahwa segala sesuatu diciptakan pasti ada maksudnya.
Lihatlah barang di sekitar kita hasil kreasi teknologi manusia. Pasti itu semua tidak asal dibuat. Pasti ada maksudnya.
Apalagi barang yang dibuat dengan kategori limited edition dan master piece.
Nah, sadarkah Anda bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang very limited edition karena tidak ada satu orang manusia pun di bumi ini yang sama persis 100%.
Kemudian ternyata manusia ciptaan Allah juga master piece, ciptaan Allah terbaik.
Dilengkapinya manusia dengan komponen fisik dan non fisik.
Spiritual, intelektual, emosional dan fisikal. Untuk apa itu semua?
Seperti halnya barang, manusia juga diciptakan Allah agar bermanfaat.
Sehingga manusia yang terbaik yaitu yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain.
Apa hubungannya dengan syukur?
Jika seseorang memberi Anda barang yang sangat berharga maka pasti Anda akan berterima kasih kepada sang pemberi.
Kemudian karena demikian senangnya Anda dengan barang tersebut, maka Anda pun menjaganya dengan baik.
Tidak hanya itu Anda pun akan menggunakan barang tersebut sesuai dengan harapan si pemberi. Itulah wujud syukur Anda.
Syukur dengan lisan melalui ucapan terima kasih, serta syukur dengan perbuatan melalui penggunaan nikmat sesuai harapan pemberi.
Demikian pula dengan rasa syukur kita kepada Allah.
Syukur dengan lisan melalui ucapan Alhamdulillah “segala puji hanya untuk Allah”.
Lalu dengan perbuatan yaitu menggunakan segala yang telah Allah berikan sesuai dengan harapan Allah. Apa harapan Allah? Yaitu digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
Nah, dengan bekerja sebenarnya manusia sedang bersyukur, yaitu menggunakan segala nikmat dari Allah untuk hal yang bermanfaat.
Jadi bukan karena bekerja saja manusia jadi bersyukur tapi karena bersyukur manusia jadi bekerja.
Maka bekerjalah dengan sebaik-baiknya karena itu adalah wujud syukur Anda kepada Allah.
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih.” Q.S. Saba’ : 13
-Syamril-
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr Wb
Seorang Raja memanggil 3 orang menterinya. "Wahai menteriku, saya beri Anda masing-masing satu buah karung. Kuberi engkau waktu 3 hari. Silakan isi karung ini dengan kurma. 3 hari lagi, menghadaplah kepadaku dan bawa karung yang sudah diisi', ucap Sang Raja." Baik Baginda, kami akan melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya".
Maka mulailah masing-masing sang menteri mengerjakan tugas dari raja. Menteri A, dengan senang hati mengerjakan tugasnya dan berjanji akan mengisi karungnya dengan kurma terbaik yang ada di negerinya.
Menteri B, dengan sedikit kesal berucap "ada-ada saja sang raja ini. masak menteri diberi tugas seperti ini. Tak apalah, saya akan isi dengan kurma apa adanya dan dicampur dengan daun serta tangkai kurma. Menteri C, lebih kesal lagi. "Ah, raja tidak mungkin periksa isi karung saya, dia pasti sangat sibuk. Saya isi saja dengan tanah liat. Saya akan tipu sang raja ha ha... "
Sampai akhirnya 3 hari terlewati, dan di waktu yang ditentukan, ketiga menteri pun menghadap.
"Wahai Sang Raja, inilah persembahan kami, kurma terbaik yang sudah saya isikan di karung saya. Semoga bisa menyenangkan hati baginda", kata para menteri. Namun apa jawaban Raja. Mohon maaf, saya sangat sibuk, tidak ada waktu untuk memeriksa karung Anda. Tapi, dengarkan keputusan penting saya. Mulai hari ini kalian semua saya pecat. Tidak hanya kupecat, juga saya penjarakan, dan selama di penjara, kurma di karung itulah yang jadi bekal kalian".
Masing-masing menteri pun memberi respon yang berbeda.
Menteri A : Alhamdulillah, saya sudah isi karung saya dengan kurma terbaik.
Menteri B : saya menyesal, mengapa tidak semua saya isi dengan kurma yang baik.
Menteri C : mati saya.... kenapa saya isi tanah liat. saya menipu raja, malah saya yang jadi rugi.
Cerita di atas, ibarat perjalanan hidup kita di dunia ini. Masing-masing kita diberi karung oleh Allah untuk diisi bekal amal shaleh sebagai 'makanan' kita kelak di akhirat. Dan tiap kita akan 'dipecat' dari hidup ini, dalam arti mati, meninggal dunia. Apapun yang kita isikan di 'karung' kita, sebenarnya bukan untuk keperluan Allah, tapi untuk keperluan kita sendiri. Maka siapa yang mengisi karungnya dengan isi yang terbaik, maka dia sendiri yang akan menikmatinya.
Allah berfirman :
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". Al Mulk : 2
Mati dan hidup adalah ujian. Siapa yang lulus? yang paling baik amalnya.
Bagi kita yang bekerja, apakah jadi guru, pedagang, pemimpin, karyawan dan lain sebagainya mari berbuat yang terbaik. Bukan untuk orang lain, tapi untuk diri kita sendiri.
Bagi kita yang jadi penuntut ilmu, mari belajar dengan baik. Cari ilmu sebanyak-banyaknya.
Akhirnya bagi kita yang masih hidup, mari isi hidup ini dengan amalan yang terbaik, dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas.
-Syamril-
Penulis buku 50 inspirasi Jalan Kalla, Kerja Ibadsh
Assalamu Alaikum Wr Wb
Imam Al Ghazali ulama besar yang meninggal pada tahun 1111 Masehi, pada suatu majelisnya bertanya 6 hal dengan pertanyaan sederhana namun mendalam. Apa yang paling jauh? Apa yang paling dekat? Apa yang paling berat? Apa yang paling ringan? Apa yang paling besar? Apa yang paling tajam?
Kelihatannya pertanyaan ini seperti tebak-tebakan, tapi sebenarnya bukan.
Pertanyaan pertama, apa yang paling jauh? Tentu bukan tempat, benda langit atau lainnya. Tapi menurut Al Ghazali, yang paling jauh yaitu masa lalu. Kok bisa masa lalu? Ya iyalah. Kan masa lalu, meskipun sedetik yang lalu jika sudah berlalu kita tidak akan pernah bisa menuju ke sana.
Jika ukuran jauh karena jarak, pasti kita masih bisa menuju ke sana. Masa lalu tidak akan bisa (entah nanti, bisa seperti di Doraemon dengan mesin waktunya).
Apa pesan yang ingin disampaikan oleh Al Ghazali? Jawabannya adalah waktu. Jangan pernah sia-siakan waktu karena jika sudah berlalu tidak akan pernah bisa diraih lagi.
Imam Ali r.a pernah berucap “harta yang luput hari ini masih bisa saya raih besok, tapi waktu yang berlalu hari ini takkan bisa diraih lagi sampai kapanpun”.
Rasulullah juga mengingatkan kita “ ada 2 hal yang sering diabaikan manusia yaitu kesehatan dan waktu luang”. Apalagi Allah melalui Al Qur’an yang menyeru “Demi waktu.
Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan saling nasihat menasihati dalam kesabaran”.
Pertanyaan kedua, apa yang paling dekat? Tentu bukan tempat duduk atau urat leher. Kata Al Ghazali yang paling dekat adalah kematian. Kok bisa kematian? Salah satu hal yang misterius dalam kehidupan kita yaitu kematian.
Tak ada yang tahu kapan ajalnya tiba. Ada yang usianya pendek, banyak juga yang sedang dan panjang. Begitu misteriusnya, tak bisa diukur jaraknya. Dia pasti datang dan tidak ada yang bisa lari darinya. Jadi dia sangat dekat.
Aji Massaid yang gagah, atletis, senang berolahraga, ternyata kematian juga dekat dengannya sehingga tidak ada alasan untuk mengatakan “tenang aja, kematian masih jauh dariku, aku kan masih muda sehat dan gagah pula”. Apa nasehat dari pertanyaan kedua ini?
Mari selalu ingat mati. Semoga dengan mengingat mati kita menjadi semangat menjalani kehidupan. Semangat karena kita yakin dunia ini akan kita tinggalkan. Jika kelak memang kita tinggalkan, kita ingin dikenang sebagai orang yang baik, bukan orang yang buruk.
Kemudian dengan mengingat mati, kita jadi semakin rindu dan cinta pada Allah. Rindu ingin bertemu dengan Allah dengan mempersembahkan yang terbaik pada-Nya. Wajar saja jika Rasulullah pernah berucap” orang yang paling cerdas yaitu mereka yang ingat mati”.
Cerdas dalam bersikap, berpikir dan berbuat karena semua diperhitungkan jangka panjang dunia dan akhirat.
Sehingga menjadi manusia yang berhati-hati jika berjalan di daerah yang terjal dan curam penuh godaan maksiat.
Tetapi semangat bergerak cepat saat di jalan tol kebaikan memberi manfaat sebanyak-banyaknya agar dapat menjadi manusia terbaik.
-Syamril-
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr Wb
Biasanya di awal tahun banyak ‘pejabat’ baru diangkat. Banyak karyawan baru yang mendapatkan promosi ke posisi yang lebih tinggi. Sebelumnya staff menjadi supervisor atau section head. Sebelumnya section head, sekarang diangkat menjadi manager.
Promosi ke posisi yang lebih tinggi artinya mendapatkan kepercayaan untuk mengemban amanah yang lebih besar. Artinya terbuka kesempatan untuk berbuat lebih banyak. Namun di balik amanah, jangan lupa ada pertanggungjawaban.
Imam Al Ghazali sekitar 1000 tahun yang lalu pernah bertanya kepada muridnya “apa yang paling berat?”. Ternyata yang paling berat bukan benda yang berat jenisnya besar seperti besi, baja dan sebagainya atau ukurannya besar seperti bumi, matahari dan lainnya.
Tetapi kata Al Ghazali yang paling berat adalah amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan. Hanya manusia saja yang diberi amanah dan harus dipertanggungjawabkan. Binatang dan tumbuhan tidak.
Apakah amanah itu? Secara bahasa, amanah dapat diartikan sesuatu yang dipercayakan atau kepercayaan. Amanah juga berarti titipan (al-wadi‘ah). Amanah adalah lawan dari khianat. Amanah terjadi di atas ketaatan, ibadah, al-wadi’ah (titipan), dan ats-tsiqah (kepercayaan).
Orang yang diberi titipan dan mampu menyampaikan titipan tersebut kepada yang berhak disebut orang yang amanah.
Dalam Al Qur’an Surat An-Nisa 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan Amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat “
Dari ayat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip dalam suatu organisasi dan kepemimpinan adalah Amanah dan Adil.
Rasulullah SAW dalam haditsnya telah memperingatkan akan kekacauan suatu negeri yang digambarkan dengan kiamat apabila negeri tsb dipimpin oleh orang yang tidak amanah.
“Jika amanah telah disia-siakan maka tunggulah kiamat, lalu sahabat bertanya bagaimanakah amanah yang disia-siakan itu? Lalu Rasulullah SAW menjawab, apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya...”
Makna sederhana lain dari amanah yaitu jabatan. Kebanyakan manusia sangat senang dengan amanah dalam bentuk jabatan dan posisi sehingga mengadakan syukuran karena mendapatkannya. Saat naik pangkat dan jabatan orang mengucap “Alhamdulillah” karena senang.
Jarang manusia yang mendapat amanah jadi takut, sedih, menangis dan mengucap “innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un” seperti yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz saat diangkat menjadi khalifah. Padahal jabatan sebagai amanah jika diselewengkan berarti mengkhianatinya akan menjadi jalan ke neraka.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Q.S. Al Anfaal : 27)
Menjadi orang yang amanah dengan mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya memang sangat berat. Wajar saja salah satu golongan yang sangat diistimewakan di hari akhir yaitu pemimpin yang amanah.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, ….. Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya, (Q.S. Al Mu’minuun : 1,8).
Langkah sederhana agar dapat menjadi orang yang amanah yaitu jangan lupa diri. Harus selalu sadar semuanya sementara, titipan, bukan milik kita sehingga kelak harus dikembalikan kepada yang punya dan dipertanggungjawabkan.
Bayangkan dari sekarang saat hari pertanggungjawaban tiba. Mampukah, luluskah dan dapatkah kita mempertanggungjawabkan semua amanah yang Allah berikan kepada kita? Semoga dengan demikian kita menjadi manusia yang berhati-hati dalam berucap, bersikap dan bertindak.
Selanjutnya, pahami batas-batas dari amanah tersebut. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh. Jika tidak boleh, batas itu jangan dilanggar. Kenapa orang melanggar batas? Biasanya karena orang lebih mengutamakan kehidupan dunia. Padahal semua ada batas waktunya. Semua kelak ada balasannya.
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). (Q.S. An Naazi’at : 37-41)
Semoga Allah memberikan kekuatan dan hidayah kepada kita agar dapat menjadi orang yang amanah meniru salah satu sifat utama Rasulullah sehingga beliau digelari Al Amin, orang yang dapat dipercaya.
-Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Apa criteria aktivitas kerja kita bernilai ibadah? Rasulullah dalam sebuah hadist tentang ibadah menjelaskan tentang konsep ihsan yaitu :
“engkau beribadah seolah-olah melihat Allah, dan jika kamu tak bisa melihatnya maka yakinlah sungguh Dia melihatmu”
Bayangkan Anda dipanggil oleh pimpinan Anda kemudian diminta mengerjakan sesuatu di depan dia. Artinya saat bekerja Anda melihat pimpinan Anda menyaksikan cara Anda bekerja. Kira-kira bagaimana Anda mengerjakan pekerjaan Anda? Apakah serius, sungguh-sungguh atau main-main?
Tentu saja tidak akan berani bermain-main. Tentu kita akan berusaha bekerja sebaik mungkin dengan kualitas semaksimal mungkin. Masalahnya, belum tentu dalam sehari kita dipanggil atasan dan diminta mengerjakan sesuatu di depan dia.
Mungkin 95% pekerjaan kita lakukan tanpa ada atasan melihat langsung cara kita bekerja. Sehingga terkadang kita bekerja kurang serius, asal-asalan dan hasilnya lebih lambat dan kurang baik, bukan lebih cepat dan lebih baik.
Saat kerja ibadah menjadi amalan maka yang menjadi atasan kita adalah Allah. Kita yakin bahwa Allah itu ada dan tidak hanya ada tapi juga Maha Melihat, menyaksikan segala perbuatan kita. Ada perbedaan dampak antara sekadar hanya yakin ada dan yakin ada dan melihat.
Contohnya, apakah semua orang yang berkendaraan yakin polisi itu ada? Tentu yakin. Tapi mengapa masih sering terjadi pelanggaran aturan lalu lintas? Karena kita hanya yakin polisi itu ada tapi tidak yakin kalau dia melihat kita.
Coba kalau Anda melihat ada polisi di jalan raya, apakah Anda berani melanggar peraturan lalu lintas? Tentu saja tidak berani karena polisi dapat melihat dan menangkap kita.
Jika kerja ibadah menjadi amalan, bukankah Allah ada di mana-mana? Maha melihat di manapun kita berada? Tidak ada tempat yang tersembunyi dari penglihatan-Nya. Sehingga meskipun atasan tidak melihat saat bekerja tapi Allah yang Melihat.
Maka tentu kita akan bekerja sebaik mungkin sebagaimana jika kita bekerja disaksikan oleh atasan kita. Tentu kita tidak akan berani melakukan kecurangan, manipulasi atau korupsi karena Allah sedang menyaksikan kita bekerja.
Kita akan bekerja dengan penuh tanggung jawab, amanah, jujur dan berusaha istiqamah yang semua berlandaskan jiwa tauhid dan ikhlas. Dalam Al Qur’an surat At Taubah : 105 Allah berfirman :
“Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".
Dampaknya adalah pekerjaan kita efektif dan efisien. Efektif karena sesuai dengan standar atau bahkan melebihi standar kualitas yang ditetapkan. Efisien karena kita menggunakan sumber daya secara tepat guna, jauh dari pemborosan, mubazir baik dana maupun waktu. Apalagi jika kita merenungkan ayat ini :
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Q.S. Al Isra’ : 27)
-Syamril,CHCSOD-
Penulis buku "50 Inspirasi Jalan Kalla, Kerja Ibadah"
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Dalam menjalani kehidupan terkadang kita menghadapi kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Bisa berupa musibah, kesulitan, tantangan dan sebagainya baik di tempat kerja, lingkungan pergaulan atau keluarga.
Bisa jadi masalahnya berupa hal kecil dan sepele sampai hal yang sangat berat yang rasanya tidak mungkin kita mampu menanggungnya. Bagaimana agar semuanya terasa baik-baik saja? Jawabannya sederhana :
JALANILAH HIDUP DENGAN INDAH
Fakta itu netral, yang berwarna adalah persepsi manusia. Kejadian yang sama bisa dipersepsi berbeda, bisa positif atau negative. Ungkapan berikut dari Muhammad Agung Wibowo bisa menjadi renungan :
Hari ini aku bisa menggerutu karena kondisi kesehatanku
Atau aku bisa merasa senang bahwa aku masih hidup
Hari ini aku bisa mengeluh karena harus masuk kerja
Atau bisa bergembira karena memiliki sesuatu untuk dikerjakan
Terkadang manusia merasa berat menghadapi masalah atau kurang pandai bersyukur atas karunia karena persepsinya yang bermasalah. Perhatikan ungkapan berikut :
Saat kita dalam keadaan susah
Kita merasa yang tersusah di dunia
Namun saat mendapat kesenangan
Kita masih saja ingin seperti orang lain
Itulah manusia. Terkadang kurang pandai bersyukur dan kurang bisa bersabar. Padahal :
Sesusah apapun kita, pasti ada yang jauh lebih susah
Namun hati-hati, sekaya apapun kita, pasti masih merasa belum puas
Bagaimana agar menjadi pandai bersabar dan bersyukur?
Rasakanlah cukup apa yang ada
Daripada apa yang tiada
Dan tetaplah meraih apa yang dicita
Sambil bersyukur atas apa yang ada
Demikian pula saat manusia berdo’a kepada Allah. Antara apa yang diinginkan terkadang tidak sesuai dengan yang didapatkan. Namun sebenarnya itulah cara Allah menjawab do’a hamba-Nya. Manusia saja yang belum paham.
Saya memohon diberi Kekuatan...
Dan ALLAH memberikan Kesulitan agar membuat saya Kuat.
Saya memohon agar menjadi Bijaksana...
Dan ALLAH memberi saya Masalah untuk diselesaikan.
Saya memohon Kekayaan...
Dan ALLAH memberi saya Bakat,Waktu, Kesehatan dan Peluang .
Saya memohon Keberanian…..
Dan ALLAH memberikan hambatan untuk dilewati.
Saya memohon Rasa Cinta...
Dan ALLAH memberikan orang orang bermasalah untuk dibantu.
Saya memohon Kelebihan...
Dan ALLAH memberi saya jalan utk menemukannya.
“Saya tidak menerima apapun yang saya minta..
.......Akan tetapi saya menerima semua yang saya butuhkan "
HIDUPLAH DENGAN PENUH KESABARAN DAN KEBERANIAN, HADAPI SEMUA HAMBATAN DAN TUNJUKKAN BAHWA KAU MAMPU MENGATASINYA.
“...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah : 216)
“ Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” (Alam Nasyrah : 5-6)
Syamril,CHCSOD-
Penulis buku 50 Inspirasi Jalan Kalla, Kerja Ibadah
Assalamu Alaikum Wr. Wb,
Kisah Inspirasi, 12-10-2018
Ambillah uang seratus, seribu, sepuluh ribu dan seratus ribu. Perhatikan angkanya. Jangan lihat bahannya. Apa yang Anda lihat perbedaan angkanya? Ternyata bedanya pada jumlah angka nol-nya. Lalu apa yang sama dari angkanya? Ternyata semua punya angka 1 di depan angka nol.
Bayangkan, apa yang terjadi jika ketiga uang itu angka satunya dihapus atau tidak ada. Berapakah nilainya? Ternyata jika tidak ada angka satu di depannya, semua uang itu nilainya nol. Jadi yang membuat uang itu bernilai adalah adanya angka 1 di depan angka nol.
Kemudian yang membuat nilainya berbeda karena jumlah angka nolnya yang berbeda. Semakin banyak angka nolnya semakin besar nilainya.
Apa hikmah dari cerita di atas? Amalan manusia ibarat mengumpulkan angka nol. Jika dia beramal banyak maka angka nolnya juga banyak. Demikian pula jika amalnya sedikit, maka angka nolnya juga sedikit. Angka 1 di depan angka nol itu adalah niat yang ikhlas untuk ibadah kepada Allah.
Sehingga amal itu belum ada nilainya di sisi Allah jika belum ada niat ikhlas di dalamnya. Meskipun amalnya banyak tapi bukan karena Allah maka nilainya nol. Demikian pula meskipun amalnya sedikit tapi ikhlas karena Allah maka nilainya lebih tinggi dibandingkan yang tidak ikhlas.
Jadi nilai amal ditentukan oleh keikhlasan. Lebih mulia di sisi Allah orang yang beramal sedikit tapi ikhlas dibandingkan beramal banyak tapi tidak ikhlas. Tentu lebih mulia lagi kalau amalannya banyak dan juga ikhlas. Allah berfirman :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S. Al Bayyinah : 5)
Dikisahkan dalam sebuah hadist, ada mujahid, ulama dan dermawan. Saat di depan pengadilan Allah sang mujahid mengatakan dirinya berhak masuk surga karena telah berjuang membela agama Allah saat hidup di dunia sampai meninggal dalam peperangan. Namun Allah tahu apa yang ada dalam hatinya.
Ternyata dia berperang bukan karena Allah tapi karena ingin disebut orang yang berani dan diberi gelar pahlawan.
Itu semua sudah diperolehnya di dunia, dan di akhirat dia tidak dapat apa-apa lagi.
Akhirnya dia pun diputuskan masuk neraka, karena beramal bukan karena Allah.
Kemudian orang kedua sang ulama pun maju.
Dia mengatakan dirinya ulama yang banyak memberi nasehat kepada manusia sehingga menjadi sadar, beriman dan bertakwa kepada Allah.
Tulisannya pun banyak yang diterbitkan dalam bentuk buku dan menyebar ke seluruh penjuru negeri.
Dia pun merasa berhak masuk surga dengan segala amalannya tersebut. Namun Allah Maha Tahu apa yang menjadi tujuan dia sebenarnya. Sungguh dia menuntut ilmu karena ingin disebut ulama’, mendapatkan kehormatan di sisi manusia.
Dan itu semua sudah diraihnya saat hidup di dunia sehingga di akhirat dia tidak mendapatkan lagi balasan amalannya. Akhirnya dia pun juga diputuskan masuk neraka karena beramal bukan karena Allah.
Terakhir majulah sang dermawan, orang kaya yang selama hidupnya banyak membantu kaum fakir miskin dan juga membangun fasilitas umum bagi kepentingan masyarakat. Mendirikan sekolah, masjid, mengelola panti asuhan, dan sebagainya.
Dia pun merasa berhak masuk surga dengan segala amalannya tersebut. Namun Allah Maha Tahu apa yang menjadi tujuan dia sebenarnya.
Sungguh tujuan dia menginfakkan hartanya agar disebut dermawan. Itu semua sudah diraihnya saat hidup di dunia sehingga di akhirat dia tidak mendapatkan lagi balasan amalannya.
Akhirnya dia pun juga diputuskan masuk neraka karena beramal bukan karena Allah.
Orang yang beramal bukan karena Allah tapi karena ego atau hawa nafsunya berarti telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Allah berfirman :
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (al Jaatsiyah : 23)
Sungguh kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan orang-orang kafir yang memang tidak mengakui Allah sebagai tuhannya. Orang-orang kafir tentu saja beramal bukan karena Allah. Al Qur’an menggambarkannya :
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.
Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (An Nuur : 39)
Demikian pentingnya ikhlas dalam beramal sehingga menjadi kunci amalan kita diterima oleh Allah. Mumpung masih di dunia, belum di depan pengadilan Allah maka segeralah kembali meluruskan niat bahwa segala aktivitas dan amalan yang dilakukan diniatkan untuk meraih ridha Allah.
Jika selama ini telah melenceng, mari segera bertobat. Allah berfirman :
Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (Q.S. An Nisa : 146)
Mari maknai kembali kalimat tauhid “laa ilaha illallah” yang artinya “tiada ilah selain Allah”. Ilah yang sering diterjemahkan ‘tuhan’ kita maknai segala sesuatu yang mendominasi hidup kita dan kita rela didominasi olehnya.
Jika yang mendominasi hidup seseorang adalah harta, tahta dan hawa nafsunya maka yang menjadi tuhannya adalah harta, tahta dan hawa nafsunya.
Jika Allah yang jadi ilah kita berarti Allah yang menjadi tujuan hidup kita dan kita persembahkan segala amalan kita untuk Allah semata.
Ini sejalan dengan tujuan penciptaan kita yang dijelaskan Allah dalam Al Qur’an :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adzariyat : 56)
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (Q.S. Al An’am : 162)
Syamril,
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Kisah Inspirasi
Mana yang Anda Pilih? “karena bahagia manusia jadi bersyukur” atau “karena bersyukur manusia jadi bahagia”? Biasanya orang akan memilih “ karena bersyukur manusia jadi bahagia”.
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi adalah “karena bahagia manusia jadi bersyukur” .
Apa perbedaannya? Ini logika sebab akibat. Karena “sebab” jadi “akibat”. Jika yang pertama “karena bahagia manusia jadi bersyukur” itu namanya “SYUKURAN”.
Orang baru bersyukur jika dia merasa bahagia disebabkan adanya nikmat yang luar biasa seperti mendapatkan bonus, kenaikan gaji, pangkat, dan sebagainya yang membuatnya merasa bahagia.
Apa yang dilakukan? Mengundang teman-teman, keluarga dan sebagainya berbagi kebahagiaan dengan mengadakan SYUKURAN.
Pertanyaannya dalam setahun berapa kali Anda “SYUKURAN”, ternyata tidak banyak. Tiga kali itu sudah luar biasa. Artinya bersyukur dengan symbol syukuran sangat sangat jarang.
“Karena bersyukur manusia jadi bahagia” itu namanya “SYUKUR BETULAN”.
Maksudnya, bahagia menjadi akibat karena manusia pandai bersyukur dengan nikmat sekecil apapun yang diraihnya dari Allah SWT.
Saat bangun pagi didapatkannya dirinya masih hidup dan bernafas, maka dia pun bersyukur karena Allah masih memberi kehidupan. Bangun dari tidur bisa berjalan, dia pun bersyukur masih diberi Allah kesehatan. Lalu dilangkahkan kaki ke kamar mandi mengambil air wudhu untuk shalat subuh maka diapun bersyukur masih diberi Allah keimanan.
Kemudian berangkat ke tempat kerja dia pun bersyukur karena masih ada pekerjaan. Dan seterusnya, jika dihitung dalam satu hari manusia dapat bersyukur ribuan bahkan jutaan kali. Ternyata nikmat dari Allah begitu besar, tak terhingga jumlahnya. Dan dengan itu dia pun merasa bahagia.
Maka wajar jika Allah menyatakan dalam Al Qur’an “Jika engkau menghitung nikmatnya, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya” . Jadi tak perlu menunggu “syukuran” untuk merasa “bahagia”.
Bersyukurlah setiap saat maka Insya Allah engkau akan meraih bahagia.
Bersyukurlah karena engkau tidak memiliki semua yang diinginkan.
Jika kau miliki semuanya, apalagi yang hendak dicari ?
Bersyukurlah saat engkau tidak mengetahui sesuatu.
Karena hal itu memberimu kesempatan untuk belajar
Bersyukurlah atas masa-masa sulit yang engkau hadapi.
Karena di sana ada kesempatan mengembangkan diri
Bersyukurlah atas keterbatasan yang engkau miliki.
Karena hal itu memberimu kesempatan untuk memperbaiki diri
Bersyukurlah atas setiap tantangan baru.
Karena hal itu akan membangun kekuatan dan karaktermu.
Bersyukurlah atas kesalahan yang kini kau sadari telah terbuat.
Karena hal itu memberimu pelajaran yang sangat berharga
Rasa syukur bisa mengubah hal negatif menjadi positif.
Berusahalah mensyukuri kesulitan yang engkau hadapi
Sehingga kesulitan itu menjadi berkah bagimu
-Syamril, Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Allah menganugerahkan kepada kita manusia mulia yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Kemuliaan beliau Allah akui dalam Al Qur’an bukan karena keturunan dan hartanya, tapi karena akhlaknya sebagaimana ayat Al Qur’an berikut :
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S. Al Qolam : 4)
Budi pekerti atau karakter dibentuk oleh keyakinan, pengetahuan dan keterampilan. Semuanya tergambar pada perilaku. Apa beda perilaku Rasulullah dengan kita ummatnya. Ternyata bedanya cuma sedikit. Kalau Rasulullah tidurnya sedikit, kita umatnya sedikit-sedikit tidur. Rasulullah makannya sedikit, kita sedikit-sedikit makan. Rasulullah sedikit marahnya, kita sedikit-sedikit marah. Rasulullah sedikit-sedikit baca al Qur’an, kita baca al Qur’annya sedikit. Kita sedikit-sedikit ngegosip, Rasulullah tidak pernah. Kita sedikit-sedikit nonton, Rasulullah tidak pernah. Kita sedikit-sedikit buka hand phone, rasulullah tidak pernah (ya iyalah, zaman dulu belum ada HP dan TV).
Sebenarnya hal pertama yang perlu kita renungi adalah efektivitas kehidupan kita. Ada dua nikmat yang sering disia-siakan yaitu kesehatan dan waktu luang. Apa maksudnya? Jika dalam kondisi normal kita merasa kesehatan itu biasa saja. Tapi jika kita dalam keadaan sakit, barulah terasa berharganya nikmat kesehatan.
Coba bayangkan Anda tidak bisa bernafas dengan baik sehingga harus menggunakan alat bantu nafas berupa tabung oksigen. Berapa biaya yang harus Anda keluarkan dalam sebulan atau setahun? Ternyata biaya paling murah yaitu seribu rupiah per menit. Berarti sejam enam puluh ribu. Sepuluh jam enam ratus ribu. Sehari Rp. 1.440.000. Jika sebulan tiga puluh hari maka biayanya 43,2 juta rupiah. Jika setahun 365 hari maka biayanya 525,6 juta. Belum termasuk biaya kamar rumah sakit dan perawatan dokter dan lainnya.
Sehari-hari Allah memberikan oksigen yang berlimpah dan tak perlu dibeli. Alangkah Maha Pengasih dan Penyayangnya Allah. Nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?
Demikian pula dengan waktu luang. Biasanya tanpa sadar sering disia-siakan. Baru terasa sangat berharga jika ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan dan waktu yang ada sangat terbatas. Kita pun berharap agar sehari itu bukan 24 jam tapi 30 jam. Padahal waktu itu nikmat yang selalu bergerak maju dan tidak akan bisa dikembalikan. Jika sudah pergi maka hilanglah ia.
Kalau uang hilang kita masih bisa mencarinya. Tapi waktu yang sudah berlalu tidak bisa kembali lagi. Padahal saat waktu telah berlalu maka usia kita hidup di dunia semakin singkat. Sebentar lagi waktu terhenti. Ibarat pulsa yang tak bisa diisi ulang, jika sudah dipakai maka yang tersisa tinggal sedikit sampai akhirnya habis.
Allah memberikan nikmat kesehatan dan waktu luang kepada kita agar manusia mensyukurinya. Caranya yaitu memanfaatkan nikmat tersebut sebaik-baiknya untuk kebaikan yang berdampak pada diri sendiri dan orang lain. Bukan digunakan untuk hal-hal yang tak berguna dan sia-sia.
Allah mengingatkan dalam Al Qur’an bahwa salah satu ciri orang beriman yang meraih kemenangan yaitu : “dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”, (Q.S. Al Mukminuun : 3)
-Syamril
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Semua manusia pasti mempunyai permasalahan dalam hidup, tetapi Allah juga selalu menyediakan jalan keluar bagi setiap masalah. Jangan pernah merasa takut dengan masalah, selesaikanlah dengan penuh kearifan.
Adakah di antara pembaca sekalian yang tidak mempunyai masalah dalam hidup?
Kalau ada yang menjawab iya, maka hati-hatilah karena itu artinya anda tidak menyadari masalah tersebut.
Ketika masalah dipahami sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, maka itu artinya semua manusia pasti mempunyai masalah dalam hidup. Permasalahan dalam hidup sangatlah kompleks dan beragam. Ada yang mengalami masalah pribadi berkaitan dengan kesehatan fisik maupun mental, masalah keuangan dan keterbatasan lainnya. Ada pula yang mengalami masalah yang berkaitan dengan interaksinya dengan orang lain, baik interaksi di rumah dengan orang tua, anak, pasangan hidup ataupun interaksi di tempat kerja dengan atasan, bawahan, rekan kerja dan juga interaksi dengan masyarakat yang lebih luas.
Adanya masalah merupakan satu keniscayaan yang akan selalu menyertai kehidupan, namun Allah swt. juga selalu menyediakan jalan keluar bagi setiap masalah. Oleh karena itu, selesaikanlah setiap masalah dengan penuh kearifan.
Inti dari penyelesaian tehadap semua masalah adalah dengan mengembalikan permasalahan tersebut kepada Allah swt.
Allah swt. berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِب
Terjemah:
Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.
(QS AT Thalaq ayat 2-3).
Subhanallah! Begitu pasti janji-Nya dalam ayat di atas. Bagi orang yang bertakwa kepada Allah swt., maka Allah swt. akan menjadikan untuknya jalan keluar bagi semua masalah dan secara khusus, Allah swt. akan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Ketakwaan adalah solusi mutlak bagi semua permasalahan hidup. Ketakwaan akan mendorong manusia untuk selalu menyesuaikan seluruh aktifitas hidupnya dengan tuntunan Allah swt., dengan cara melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Jika anda mempunyai masalah dalam hidup, mengadulah terlebih dahulu kepada Allah swt. sebelum meminta bantuan kepada makhluk. Ketika anda sakit, mengadulah terlebih dahulu kepada Allah swt., mohonlah kesembuhan hanya kepada-Nya, setelah itu berobatlah sebagai bagian dari sunnatullah untuk kesembuhan.
Ketika anda menghadapi masalah keuangan, mengadulah terlebih dahulu kepada Allah swt, mohonlah kepada-Nya agar diberikan kecukupan rezeki., setelah itu bekerjalah sebagai bagian dari sunnatullah untuk mendapatkan rezeki.
Ketika anda berselisih dengan orang lain, mengadulah terlebih dahulu kepada Allah swt., mohonlah kepada-Nya agar hati-hati kalian dilembutkan dan penyebab perselihan itu diangkat olehnya, setelah itu bicarakan persoalan tersebut dengan baik dengan kepala dingin sebagai bagian dari ikhtiar manusia.
Bukan hanya masalah pribadi, permasalahan masyarakat dan bangsa pun, solusinya adalah ketakwaan. Allah swt. menjanjikan dalam al-Qur’an:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ [وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Tejemah:
Dan sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan bukakan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan, maka Kami timpakan siksa kepada mereka disebabkan apa yang mereka lakukan.
(QS al-A’raf: 96)
Di dalam ayat di atas, Allah swt. menjanjikan bahwa keimanan dan ketakwaan dari penduduk suatu negeri adalah jaminan turunnya keberkahan kepada negeri tersebut.
Keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan hukum-hukum Allah swt. di tengah-tengah masyarakat. Pengabaian terhadap hukum-hukum Allah swt. akan membuat negeri tersebut tidak akan bisa keluar dari permasalahan, justru sebaliknya akan semakin terpuruk dalam permasalahan.
Semoga permasalahan bangsa, bisa diselesaikan dengan sungguh-sungguh bertakwa kepada-Nya dan menjadikan hukum Allah swt sebagai panduan dalam kehidupan berbangsa.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.,M.THi
Assalamu Alaikum Wr.Wb
Pertimbangkanlah segala sesuatunya dengan matang, lalu putuskanlah dengan hati yang tenang dan kepala dingin. Keputusan yang diambil dalam keadaan emosi, terlalu sedih atau terlalu bahagia seringkali tidak bijaksana. Kalaupun terlanjur memutuskan sesuatu dengan tidak bijaksana, jangan pernah merasa malu untuk mempertimbangkan kembali dan membuat keputusan yang lain. Menyesal karena mengambil keputusan yang salah seharusnya diikuti dengan perbaikan. Kalau tidak, maka penyesalan pertama akan diikuti dengan penyesalan yang berikutnya.
Salah satu pertanyaan yang seringkali ditanyakan oleh ibu-ibu pengajian berkaitan dengan urusan keluarga adalah tentang sikap suami yang karena emosi dan kemarahan cenderung mudah mengambil keputusan dan dengan gampangnya mengucapkan kata-kata cerai.
Kondisi hati seseorang akan sangat mempengaruhi keputusan yang diambil. Perasaan marah menyebabkan daya nalar seseorang berubah sehingga tidak dapat menempatkan persoalan secara proporsional dan akhirnya mengambil keputusan dengan tergesa-gesa.
Maka sebelum mengambil keputusan, hendaklah mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang, lalu memutuskan dengan hati yang tenang dan kepala dingin.
Keputusan yang diambil dalam keadaan emosi seringkali tidak bijaksana. Oleh karena itu, Rasulullah saw. mengingatkan agar tidak mengambil keputusan dalam keadaan marah, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ.قَالَ كَتَبَ أَبِى - وَكَتَبْتُ لَهُ - إِلَى عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ وَهُوَ قَاضٍ بِسِجِسْتَانَ أَنْ لاَ تَحْكُمَ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَأَنْتَ غَضْبَانُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لاَ يَحْكُمْ أَحَدٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ ».
Artinya:
Dari ‘Abdurrahman bin Abi Bakrah ia berkata, bapakku menulis surat kepadaku-dan saya menulis untuknya- kepada ‘Ubaidillah bin Abi Bakrah ketika menjadi hakim di Sijistan agar tidak memutus perkara di antara dua orang dalam keadaan marah karena sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah seseorang di antara kalian memutus perkara di antara dua orang dalam keadaan marah.”
(HR Muslim)
Hadis di atas secara tegas menunjukkan larangan bagi seorang hakim untuk memutuskan perkara dalam keadaan marah karena keputusan yang diambil dalam keadaan seperti itu berpotensi menyimpang dari kebenaran atau menjadikan seorang hakim tidak mengetahui kebenaran sehingga memberikan keputusan yang salah.
Meskipun hadis di atas berkaitan dengan hakim ketika hendak mengambil keputusan, tetapi ia bisa berlaku umum bagi siapa saja ketika hendak mengambil keputusan.
Sebagaimana pula, meskipun di dalam hadis hanya menyebutkan larangan memutuskan perkara dalam keadaan marah, tetapi sesungguhnya larangan ini mencakup semua hal yang dapat mengubah cara berpikir atau dapat mengganggu konsentrasi jiwa sehingga menyebabkan keputusan yang diambil menjadi tidak bijaksana, misalnya terlalu sedih, terlalu bahagia, sangat lapar dan haus atau sangat mengantuk.
Kondisi seperti ini juga berpotensi untuk mengganggu daya nalar sehingga memutuskan sesuatu dengan tidak bijaksana.
Lalu bagaimana jika seseorang terlanjur memutuskan sesuatu dengan tidak bijaksana dalam kehidupan ini?
Kalaupun terlanjur memutuskan sesuatu dengan tidak bijaksana, jangan pernah merasa malu untuk mempertimbangkan kembali dan mengubahnya serta mengambil keputusan yang lain. Menyesal karena mengambil keputusan yang salah seharusnya diikuti dengan perbaikan. Kalau tidak, maka penyesalan pertama akan diikuti dengan penyesalan yang berikutnya.
Seringkali ada orang yang tidak mau mengubah keputusan yang sudah diambil meskipun ia sadar bahwa keputusan itu salah karena rasa malu atau gengsi.
Mengubah keputusan yang salah adalah sikap yang bijaksana dan jauh lebih baik daripada membiarkan diri dalam keputusan yang salah.
Dr.H. Syahrir Nuhun, Lc.,THi
Assalamu Alaikum Wr.WB
Apabila engkau hanya mengingat keburukan seseorang, lalu menyebarkannya kepada orang banyak, sementara engkau melupakan kebaikannya, berarti engkau telah menganiayanya. Sebanyak apapun keburukan seseorang, pasti ada kebaikannya sesedikit apapun. Sebaliknya sebanyak apapun kebaikanmu, pasti ada keburukanmu sesedikit apapun. Tetap ingat kebaikan orang lain dan senantiasalah mengingat keburukanmu.
Sifat apakah yang paling mudah anda ingat dari orang lain?
Sifat baik atau Sifat buruknya?
Perbuatan apakah yang paling sering anda ceritakan tentang orang lain?
Perbuatan baik atau perbuatan buruknya?
Kalau anda menjawab bahwa sifat buruk orang lain yang paling mudah anda ingat dan perbuatan buruk orang lain yang paling sering anda ceritakan, maka berhati-hatilah Itu artinya anda sudah melakukan kesewenang-wenangan.
Ketika seseorang hanya mengingat keburukan orang lain, lalu menyebarkannya kepada orang banyak, sementara kebaikannya dilupakan atau disembunyikan, berarti ia telah menganiayanya.
Ibnu Sirin pernah berkata:
عَنِ ابْنِ سِيْريْنَ قَالَ ظَلَمْتَ أَخَاكَ إِذَا ذَكَرْتَ مَسَاوِئَه وَلَمْ تَذْكُرْ مَحَاسِنَه
Artinya:
Dari Ibn Sirin ia berkata: “Engkau telah menganiaya saudaramu apabila engkau menyebut keburukannya dan tidak menyebut kebaikannya.
(al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi)
Ungkapan di atas sangat populer di kalangan ulama hadis, terutama di kalangan ulama al-Jarh wat Ta’dil. Salah satu cabang ilmu di antara sekian banyak cabang dalam disiplin ilmu hadis, yaitu ilmu al-Jarh wat Ta’dil. Ilmu al-Jarh wat Ta’dil adalah ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah dalam memberikan penilaian terpuji kepada seorang periwayat hadis dan memberikan penilaian tercela.
Meskipun dalam ilmu tersebut, para ulama hadis memberikan penilaian tercela selain tentu saja penilaian terpuji terhadap seorang periwayat hadis, tetapi tetap saja adab dan etika dijunjung tinggi. Di antara adab dalam melakukan penilaian terhadap seorang periwayat hadis yaitu proporsional dalam memberikan penilaian, teliti dalam melakukan pembahasan dan penilaian serta selalu menjaga etika kesopanan.
Proporsional yang dimaksud, yaitu tetap menyebutkan pujian terhadap periwayat selain penilaian yang tercela. Sikap semacam ini seyogyanya juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain. Begitu banyak orang yang hanya bisa mengingat keburukan-keburukan orang lain, tetapi dengan mudahnya melupakan kebaikannya.
Sebanyak apapun keburukan seseorang, pasti ada kebaikannya sesedikit apapun. Sebaliknya sebanyak apapun kebaikan diri sendiri, pasti ada keburukan sesedikit apapun. Begitulah keadaan setiap manusia. Oleh karena itu, berusahalah untuk tetap mengingat kebaikan orang lain dan senantiasalah mengingat keburukan diri sendiri.
(Dr.H. Syahrir Nuhun, Lc, M.THi)
Sebesar apapun kebencianmu terhadap seseorang, Itu bukanlah alasan yang benar untuk bersikap tidak adil terhadapnya. Tetaplah bersikap adil bahkan terhadap orang yang paling engkau benci sekalipun ataupun terhadap orang yang memusuhimu. Jika engkau bersikap tidak adil terhadap seseorang karena kebencianmu, maka sikapmu itu sesungguhnya telah membuatmu layak pula untuk ikut dibenci.
Kebencian seringkali mematikan akal sehat dan membutakan mata hati. Ketika kebencian kepada seseorang sudah merasuk ke dalam hati dan memenuhi rongga dada, maka biasanya yang diingat pada orang dibenci hanyalah keburukan-keburukannya, sementara kebaikan-kebaikannya menjadi terlupakan.
Perpisahan di antara suami istri tidak jarang menyisakan dendam yang tidak bisa padam. Dua orang yang tadinya bersahabat dekat bisa menjadi bermusuhan sehingga seakan-akan tidak penah ada persahabatan di antara keduanya. Kompetisi yang keras di antara dua pihak tidak jarang membuat pemenang menjadi tidak adil dan semena-mena terhadap pihak yang kalah. Sebaliknya pihak yang kalah menjadi tidak adil dan senang mencari-cari kesalahan pihak yang menang.
Sebesar apapun kebencian terhadap seseorang, seharusnya tidak dijadikan alasan untuk bersikap tidak adil terhadapnya. Tetaplah bersikap adil terhadap orang yang paling dibenci sekalipun, bahkan terhadap orang yang memusuhi.
Allah swt. memerintahkan kepada orang yang beriman dalam firman-Nya sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون
Terjemah:
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) kalian menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorongmu untuk untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah sungguh Allah Maha teliti terhadap apa yang kalian kerjakan
(QS al-Maidah: 8)
Dalam ayat di atas, secara tegas Allah swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan dan bersikap adil bahkan terhadap orang yang dibenci sekalipun. Ketika seseorang bersikap tidak adil terhadap orang lain hanya karena kebenciannya, maka sikap itu sesungguhnya telah membuatnya layak untuk mendapatkan kebencian pula.
Keadilan dituntut dalam segala hal Di antaranya seperti yang disebutkan dalam hadis berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِى حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا »
Artinya:
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sisi kanan ar rahman ‘azza wa jalla dan kedua tangannya adalah kanan. (Orang-orang yang adil) yaitu orang-orang yang adil dalam keputusan mereka, keluarga dan orang-orang di bawah kewenangan mereka.
(HR. Muslim)
Hadis di atas sekaligus menunjukkan keutamaan orang yang adil di sisi Allah swt. karena mereka akan ditempatkan di atas mimbar yang terbuat dari cahaya di sisi kanan Allah swt. Berlaku adillah karena hanya keadilan dalam bersikaplah yang akan sanggup mengantarkan seseorang kepada ketakwaan.
(Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc, M.Thi)
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Masalah sepele seringkali menjadi besar bagi orang-orang yang sepele. Hanya orang-orang yang berjiwa kerdil yang seringkali membesar-besarkan masalah sepele. Sebaliknya orang-orang yang berjiwa besar akan memberikan perhatian besar kepada masalah-masalah besar dan hanya akan memberikan perhatian seperlunya kepada masalah-masalah kecil. Tinggalkanlah apa yang tidak berarti bagimu karena itulah tanda kesempurnaan Islam seseorang.
Seperti apakah reaksi yang anda tunjukkan ketika menghadapi satu masalah?
Samakah cara anda bereaksi untuk menyelesaikan setiap masalah yang berbeda-beda?
Jawaban atas pertanyaan di atas akan menunjukkan tingkat kedewasaan dan kecerdasan anda.
Masalah yang dialami dalam kehidupan dari segi kualitasnya sangat beragam. Ada masalah yang sepele, ringan, kecil. Ada masalah yang sedang dan sedehana. Namun ada pula masalah yang berat, besar dan kompleks.
Masalah sepele seringkali menjadi besar bagi orang-orang yang tidak dewasa. Hanya orang-orang yang berjiwa kerdil yang seringkali membesar-besarkan masalah sepele. Sebaliknya orang-orang yang berjiwa besar akan memberikan perhatian besar kepada masalah-masalah besar dan hanya akan memberikan perhatian seperlunya kepada masalah-masalah kecil.
Tinggalkanlah masalah yang tidak begitu penting dan tidak terlalu berarti karena itulah tanda kesempurnaan Islam seseorang.
Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ ».
Artinya:
Dari Abi Hurairah ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Di antara tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak berkaitan dengannya”.
(HR at-Turmudzi)
Dalam hadis di atas Rasulullah saw. mengarahkan umatnya untuk tidak banyak mencampuri permasalahan yang tidak berkaitan dengannya, apalagi jika hal tersebut akan mengalihkannya dari masalah yang lebih penting.
Masa hidup di dunia terlalu singkat kalau semua masalah ingin diurus. Maka skala prioritas penting untuk disusun. Mulailah dari hal-hal yang penting dan mendesak, kemudian hal-hal yang penting meskipun tidak begitu mendesak, setelah itu hal yang tidak penting namun mendesak. Prioritas terakhir adalah hal yang tidak penting dan tidak mendesak.
Terlalu banyak mencampuri urusan orang lain, terutama masalah yang tidak bermanfaat baginya adalah salah satu faktor yang sering menimbulkan perpecahan dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat. Maka tanda muslim yang sejati adalah sikap tidak mencampuri urusan orang lain yang tidak berkaitan dengannya.
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc. M,THi
Baik buruknya akhlak seseorang tidak dilihat pada saat ia berada di luar rumah, tetapi dinilai pada saat berada di dalam rumah. Begitu banyak orang yang terlihat lembut di luar rumah, tetapi kasar terhadap terhadap keluarganya sendiri. Tidak sedikit orang yang kelihatan dermawan terhadap orang lain, tetapi kikir terhadap keluarganya sendiri. Perlakukanlah keluargamu dengan cara yang terbaik karena manusia yang terbaik adalah manusia yang paling baik memperlakukan keluarganya.
Apakah yang menjadi ukuran baik-buruknya akhlak seseorang?
Jawaban atas pertanyaan di atas tentu akan sangat variatif. Salah satu jawabannya dikemukakan oleh Nabi saw. di dalam hadis berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
Artinya:
Dari ‘Aisyah ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan saya yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.
(HR. at-Turmudzi)
Ternyata menurut hadis di atas, baik buruknya akhlak seseorang dinilai dan diukur dari perlakuannya terhadap keluarganya. Akhlak seseorang tidak dilihat pada saat ia berada di luar rumah, tetapi dinilai pada saat berada di dalam rumah.
Ada orang yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam sekedar untuk berkumpul bersama dengan rekan-rekan sekantor, membicarakan hal-hal yang tidak begitu penting, ngobrol sana-sini, tetapi begitu sulit untuk meluangkan waktu berkumpul bersama keluarga. Ada orang yang terlihat lembut di luar rumah, sopan ketika berbicara dengan teman-temannya tetapi kasar terhadap terhadap keluarganya sendiri dan sering membentak mereka. Tidak sedikit orang yang kelihatan dermawan terhadap orang lain, suka mentraktir koleganya, tetapi kikir terhadap keluarganya sendiri dan penuh perhitungan ketika harus mengeluarkan uang.
Keluarga adalah orang-orang terdekat, bersama merekalah kita lebih banyak menghabiskan waktu, dari merekalah kita lebih banyak mendapatkan perhatian dan merasakan kasih sayang.
Maka sudah sepantasnya, seseorang memperlakukan keluarganya dengan cara yang terbaik. Tanamkanlah selalu di dalam hati bahwa manusia yang terbaik adalah manusia yang paling baik memperlakukan keluarganya.
Oleh : Dr. Syahrir Nuhun, Lc.,M.THi
Barang siapa yang suka merendahkan, menghina dan mencemooh orang lain, maka Allah akan menjadikannya sebagai bahan cemoohan di hadapan manusia.
Barang siapa yang tahu menghargai, menghormati dan memuliakan orang lain, maka Allah akan memuliakannya di hadapan manusia.
Lemparkanlah sebuah bola ke tembok beberapa kali dan perhatikanlah apa yang terjadi?
Setiap kali anda melempar, setiap kali pula bola itu memantul.
Semakin keras anda melempar, maka akan semakin keras pula pantulannya,
Begitulah interaksi dengan orang lain dalam kehidupan ini. Setiap aksi akan menimbulkan reaksi dengan intensitas kekuatan yang sama dengan arah yang berlawanan.
Setiap kali seseorang menghina orang lain, maka setiap kali pula penghinaan tersebut akan kembali kepada dirinya. Maka semakin sering seseorang menghina orang lain, semakin cepat dan semakin dalam pula ia terjatuh ke dalam jurang kehinaan. Sebaliknya semakin seseorang tahu bagaimana memuliakan orang lain, maka akan semakin tinggi pulalah kemuliaannya.
Terkadang ada orang yang suka menghina dan merendahkan orang lain, karena menyangka dengan cara seperti itu kemuliaannya akan bertambah, padahal barang siapa yang suka merendahkan, menghina dan mencemooh orang lain, maka Allah akan menjadikannya sebagai bahan cemoohan di hadapan manusia. Apalagi jika ia menghina orang dengan cara menuduh dengan tuduhan yang tidak benar atau memfitnah orang lain, maka boleh jadi sebelum mati, ia akan mengalami fitnah sebagaimana yang dituduhkan kepada orang.
Rasulullah saw. telah mengingatkan umatnya akan bahaya melakukan penghinaan kepada orang lain, di antaranya seperti yang terdapat hadis berikut:
عَنْ أَبِى جُرَىٍّ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ قُلْتُ اعْهَدْ إِلَىَّ. قَالَ « لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا ». قَالَ فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ بَعِيرًا وَلاَ شَاةً. قَالَ « وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ »
Artinya
Dari Abi Juraiy Jabir bin Sulaim ia berkata, Saya berkata (kepada Nabi saw): Berilah saya nasehat, Beliau bersabda: “Jangan sekali-kali menghina seseorang”. Ia (Jabir) berkata: sejak saat itu saya tidak pernah menghina siapapun, baik orang merdeka, budak, unta ataupun kambing. Beliau juga bersabda: “Dan janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun, bicaralah kepada saudaramu dengan menghadapkan wajahmu kepadanya, sesungguhnya yang demikian itu termasuk kebaikan. Angkatlah sarungmu sampai ke pertengahan betis, maka jika engkau enggan sampai ke mata kaki Jauhilah menjulurkan pakaian karena itu termasuk kesombongan dan sesungguhnya Allah tidak menyukai kesombongan. Jika ada seseorang yang memakimu dan menghinamu dengan apa yang ia ketahui pada dirimu, maka janganlah engkau memakinya dengan apa yang engkau ketahui pada dirinya, karena sesungguhnya keburukannya akan kembali kepadanya.
(HR. Abu Dawud)
Di dalam hadis di atas, secara tegas Nabi saw. melarang menghina orang lain, bahkan makhluk lain. Selain itu, Nabi saw. juga melarang untuk membalas penghinaan. Hanya orang yang hina sajalah yang suka menghina orang lain dan membalas penghinaan dengan penghinaan juga.
Perhatikanlah orang-orang yang ada di sekitarmu. Mereka yang suka menghina orang lain pasti akan dijauhi, karena tidak ada seorang manusia pun yang ingin dihinakan. Sebaliknya orang yang tahu menghormati dan memuliakan orang lain akan disukai dan didekati karena semua manusia secara naluriah ingin dihargai.
Tentu saja penghormatan dan penghargaan yang dimaksud adalah penghormatan yang sewajarnya, bukan yang berlebihan dan melampaui batas. Ketika sudah sangat berlebihan, maka penghormatan pun menjadi seperti penghinaan.
Maka biasakanlah untuk menghargai dan memuliakan orang lain dengan cara yang sewajarnya dan sepantasnya, karena barang siapa yang tahu menghargai, menghormati dan memuliakan orang lain, maka Allah akan memuliakannya di hadapan manusia. Bukankah balasan atas semua kebaikan adalah kebaikan pula?
Oleh : Dr. Syahrir Nuhun, Lc.,M.THi
Mencintai dan Menghormati adalah dua hal yang berbeda. Tidak mungkin anda mencintai seseorang, tanpa menghormatinya. Tapi anda tetap bisa menghormati seseorang, meskipun anda tidak lagi mencintainya.
Ketika anda pernah mencintai seseorang, lalu cinta itu hilang, tetap pertahankan rasa hormatmu. Cinta seringkali merupakan pemberian dari Allah, tetapi penghormatan bagaimanapun juga adalah pilihan.
Pernahkah anda mengenal dua orang yang awalnya saling mencintai, saling memuja dan menyanjung. Namun kemudian rasa cinta itu berubah menjadi benci, maka puja puji dan sanjungan berubah menjadi caci maki dan hinaan?
Pudarnya rasa cinta, bahkan hilangnya rasa cinta seharusnya tidak lantas juga menghilangkan sikap hormat.Dua orang yang penah saling mencintai, apalagi yang pernah menjadi suami istri misalnya, seharusnya tetap menjaga sikap saling menghormati, karena bagaimanapun juga mereka pernah menjalani hidup bersama, membagi suka dan duka.
Mencintai dan Menghormati adalah dua hal yang berbeda. Tidak mungkin anda mencintai seseorang, tanpa menghormatinya. Tapi anda tetap bisa menghormati seseorang, meskipun anda tidak mencintainya.
Sayangilah sesama, terutama yang lebih muda. Hormatilah sesama, terutama yang lebih tua, karena keduanya termasuk tanda umat Nabi saw. Nabi pernah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا فَلَيْسَ مِنَّا »
Artinya:
Dari “Abdullah bin ‘Amru dari Nabi saw. beliau bersabda: “Barang siapa yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak mengetahui hak orang yang lebih tua, maka dia bukan dari golongan kami
(HR. Abi Dawud)
Ketika anda pernah mencintai seseorang, lalu cinta itu hilang, tetap pertahankan rasa hormatmu. Cinta seringkali merupakan pemberian dari Allah swt. yang tidak bisa ditolak oleh manusia, tetapi penghormatan terhadap sesama, bagaimanapun juga adalah pilihan
Orang yang terhormat adalah orang yang bisa menghormati orang lain, meskipun ia pernah dikecewakan, dikhianati dan sudah tidak lagi dicintai.
Oleh : Dr. Syahrir Nuhun, Lc.,M.THi
Cinta dan benci adalah emosi jiwa yang bersifat dinamis, sangat mudah berubah dari suatu waktu ke waktu yang lain. Oleh karenanya, apabila engkau mengagumi seseorang, janganlah memujinya dengan cara yang berlebihan, karena boleh jadi orang yang paling kamu kagumi saat ini akan berubah menjadi orang yang kamu benci suatu saat kelak. Sebaliknya apabila engkau membenci seseorang, janganlah berlebihan dalam mencercanya. Boleh jadi orang yang paling kamu benci saat ini, akan menjadi orang yang paling kamu kagumi suatu saat kelak.
Cinta dan benci adalah emosi jiwa yang bersifat dinamis, sangat mudah berubah dari suatu waktu ke waktu yang lain. Oleh karenanya, apabila engkau mengagumi seseorang, janganlah memujinya dengan cara yang berlebihan, karena boleh jadi orang yang paling kamu kagumi saat ini akan berubah menjadi orang yang kamu benci suatu saat kelak. Sebaliknya apabila engkau membenci seseorang, janganlah berlebihan dalam mencercanya. Boleh jadi orang yang paling kamu benci saat ini, akan menjadi orang yang paling kamu kagumi suatu saat kelak.
Betapa banyak manusia di dunia ini yang dulunya saling memuji, menyanjung dan mencintai, kemudian berubah menjadi saling menghujat, memaki dan membenci. Demikian pula sebaliknya.
Begitulah hati manusia. Hati yang merupakan wadah cinta dan kebencian, keadaannya digambarkan oleh Nabi saw. lebih cepat mengalami perubahan dibandingkan dengan air yang mendidih.
Cinta dan benci adalah emosi jiwa yang bersifat dinamis, sangat mudah berubah dari suatu waktu ke waktu yang lain. Oleh karena itu, apabila mengagumi seseorang, jangan memujinya dengan cara yang berlebihan, karena boleh jadi orang yang paling kamu kagumi saat ini akan berubah menjadi orang yang kamu benci suatu saat kelak. Sebaliknya apabila engkau membenci seseorang, janganlah berlebihan dalam mencercanya. Boleh jadi orang yang paling kamu benci saat ini, akan menjadi orang yang kamu kagumi suatu saat kelak
Oleh karena perubahan hati manusia yang begitu cepat tersebut, maka seyogyanya cinta dan benci diekspresikan dengan cara yang wajar, tidak berlebihan.
Rasulullah saw. telah mengingatkan hal tersebut melalui hadis berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أُرَاهُ رَفَعَهُ قَالَ « أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا ».
Artinya:
Dari Abu Hurairah, ia menyandarkannya kepada Rasulullah saw: “Cintailah kekasihmu sekedarnya saja karena boleh jadi ia akan menjadi orang yang kamu benci sekedarnya saja. Bencilah orang yang kamu benci sekedarnya saja karena boleh jadi ia akan menjadi kekasihmu suatu hari nanti.
(HR. at-Turmudzi)
Memperoleh cinta dari orang lain adalah karunia yang sangat besar. Semakin banyak yang mencintai, semakin banyak karunia yang diperoleh. Maka jangan menyia-nyiakan anugerah cinta dari orang lain. Jaga agar cinta itu awet, terjaga dan terpelihara. Jangan membiarkan cinta itu memudar apalagi berubah menjadi kebencian.
Oleh : Dr. Syahrir Nuhun, Lc.,M.THi
Allah hanya akan menyayangi orang yang mampu menyayangi sesamanya dengan cara yang tulus. Kasih sayang yang tulus akan menjadikan seseorang selalu bersedia berada di samping orang yang disayanginya dalam keadaan bagaimanapun, menguatkannya ketika ia lemah, menenangkannya ketika ia gelisah dan menentramkannya ketika ia resah
Selain pengampunan dosa, kasih sayang atau rahmat Allah swt. adalah karunia Allah swt yang boleh jadi paling sering diminta kepada Allah swt. Kedua hal ini, pengampunan dosa dan rahmat, bahkan sering kali digandengkan dalam doa.
Perhatikanlah misalnya doa yang sering dibaca ketika duduk di antara dua sujud;
Tuhanku ampunilah aku dan sayangilah aku…
Perhatikanlah pula doa yang sering dibacakan untuk kedua orang tua;
Tuhanku ampunilah aku, kedua orang tuaku, sayangilah mereka berdua karena mereka berdua telah menyayangiku ketika aku kecil.
Termasuk juga doa yang sering dibacakan untuk orang yang sudah meninggalkan dunia ini:
Ya Allah ampunilah dia dan sayangilah dia …
Begitu pentingnya mendapatkan rahmat atau kasih sayang Allah swt. sehingga seorang muslim ketika saling bertemu dianjurkan untuk mendoakan saudaranya agar mendapatkan keselamatan, kasih sayang dan keberkahan
Banyak hal yang bisa diupayakan untuk mendapatkan kasih sayang Allah swt, namun Allah swt. telah menegaskan melalui Rasul-Nya bahwasanya Allah hanya akan menyayangi orang yang mampu menyayangi sesamanya dengan cara yang tulus.
Rasulullah saw. dalam sebuah hadis memerintahkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : ارْحَمْ مَنْ فِي الأَرْضِ ، يَرْحَمْكَ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Artinya:
Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud, ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Sayangilah siapa yang ada di bumi, niscaya engkau disayangi oleh yang ada di langit.
(HR al-Hakim)
Kasih sayang yang tulus kepada sesama akan menjadikan seseorang selalu bersedia berada di samping orang yang disayanginya dalam keadaan bagaimanapun, menguatkannya ketika ia lemah, mengingatkannya ketika ia lupa, menenangkannya ketika ia gelisah dan menentramkannya ketika ia resah.
Sebaliknya kasih sayang yang tidak tulus dari seseorang kepada orang lain akan membuat ia mengabaikannya pada saat ia dalam keadaan lemah, meninggalkannya ketika ia butuh, membiarkannya dalam kesalahan dan tidak memperdulikannya ketika ia dalam masalah
Buktikanlah kasih sayangmu kepada sesama dengan selalu hadir bukan hanya pada saat suka, namun terutama dalam keadaan duka.
Oleh : Dr. Syahrir Nuhun, Lc.,M.THi
Assalamu alaiukum Wr. Wb.
Mengapa ada cinta yang begitu rapuh, mudah goyah dan akhirnya runtuh?
Mengapa ada kasih sayang yang begitu mudah layu, tidak berkembang lalu akhirnya mati?
Itu terjadi karena cinta tidak mempunyai dasar yang kuat dan kasih sayang tidak dirawat dengan pupuk yang benar?
Lalu apa yang seharusnya mendasari cinta sehingga ia abadi? Dan apa pula yang bisa menumbuhkan kasih sayang?
Jawabannya adalah IMAN dan KEPERCAYAAN
Maka tanamkanlah di dalam hati rasa cinta dengan benih iman kepada Allah dan tumbuhkanlah kasih sayang dengan pupuk kepercayaan.
Cinta yang sejati dan kasih sayang yang hakiki hanyalah yang dibangun di atas dasar iman kepada Allah dan kepercayaan terhadap orang yang dicintai. Tanpa iman, maka cinta itu hanyalah cinta buta dan tanpa kepercayaan, maka kasih sayang itu tidak lebih dari kasih sayang semu.
Apabila cinta dibangun di atas fondasi kepentingan dunia, maka ia tidak akan bertahan lama karena dunia sangat cepat mengalami perubahan. Ketika kepentingan dunia berganti dan berubah, maka secepat itu pula cinta akan goyah. Hal ini tentu berbeda dengan cinta yang dibangun di atas dasar iman kepada Allah swt.
Selain iman kepada Allah swt, maka cinta harus dirawat dengan rasa percaya terhadap orang yang dicintai. Kepercayaan itulah yang menjadikan seseorang akan selalu siap untuk berkorban demi orang yang dia cintai.
Dua orang yang saling mencintai karena iman kepada Allah swt akan dikumpulkan bersama di dunia dan disurga kelak. Di dalam hadis disebutkan:
عَنْ صَفْوَان قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اَلْمَرْأُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Artinya:
Dari Safwan, ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Seseorang akan bersama dengan (orang) yang ia cintai.
(HR. at-Tayalishi)
Oleh : Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc. M.THi
Bagaimanapun besarnya rasa cinta kepada seseorang, hal itu tidak boleh mengalahkan rasa cinta kepada Allah. Bahkan alasan utama untuk mencintai seseorang adalah karena cintamu kepada Allah dan cintanya kepada Allah. Cintailah orang yang mencintai Allah, niscaya engkau akan semakin mencintainya dan Allah pun akan semakin mencintaimu.
Kepada siapakah yang tertinggi mestinya ditujukan?
Bagi orang yang beriman, pertanyaan di atas tentu tidaklah sulit untuk dijawab. Cinta yang tertinggi selayaknya ditujukan kepada Allah, Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Seseorang tidak dilarang untuk mencintai makhluk, karena cinta kepada makhluk merupakan naluri yang ditanamkan oleh Allah swt. di dalam hati manusia. Allah swt. berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ. قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ.
Terjemah:
Telah dihiasi pada manusia rasa cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik. Katakanlah! Maukah kalian kukabarkan apa yang lebih baik? Bagi orang yang bertakwa (tersedia) di sisi tuhan mereka, surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan pasangan-pasangan yang suci serta keridhaan yang sempurna dari Allah. Allah Maha melihat hamba-hamba-Nya.
(QS Ali Imran: 14-15)
Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada kesenangan dunia adalah naluri yang telah dijadikan hiasan oleh Allah swt. dalam diri manusia. Hanya saja bagaimanapun besarnya rasa cinta seseorang kepada makhluk, hal itu tidak boleh mengalahkan rasa cintanya kepada Allah.
Allah swt. menegaskan dalam firman-Nya:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Terjemah:
Katakanlah: “Jika orang tua kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, pasangan hidup kalian, keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatir kerugiannya dan rumah tempat tinggal yang kalian sukai lebih kalian cintai dibandingkan Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya dan Allah tidak memberikan hidayah kepada orang-orang yang fasik.
(QS at-Taubah: 24)
Ayat di atas menunjukkan bahwa barang siapa yang menjadikan kecintaannya kepada makhluk, baik berupa manusia seperti orang tua, pasangan hidup dan anak, maupun berupa harta seperti emas, perak dan tempat tinggal melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dia digolongkan sebagai orang yang fasik yang tidak akan mendapatkan hidayah.
Dengan demikian, mencintai seseorang adalah naluri manusia yang tidak dilarang oleh Allah selama tidak melebihi rasa cinta kepada Allah, Bahkan alasan utama untuk mencintai seseorang adalah karena cinta kepada Allah dan cintanya kepada Allah.
Maka cintailah orang yang mencintai Allah, niscaya engkau akan semakin mencintainya dan Allah pun akan semakin mencintaimu.
oleh : Dr.H. Syahrir Nuhun, Lc, M.THI
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Puncak kenikmatan tidak akan dapat dirasakan kecuali oleh orang yang memiliki iman yang sempurna. Kesempurnaan iman tidak akan dapat diraih kecuali oleh orang yang memiliki kemampuan untuk mencintai sesamanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Kecintaan terhadap sesama akan mendorong seseorang untuk selalu berusaha maksimal agar seluruh pikiran, perasaan, ucapan dan tindakannya mampu memberikan kedamaian kepada orang lain.
Bayangkanlah jika anda hidup seorang diri di dunia ini, apa yang akan anda rasakan?
Kesepian dan kesunyian.
Manusia, sejatinya adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan keberadaan orang lain. Oleh karena itu, harmoni dengan sesama sangat dibutuhkan untuk kedamaian hidup.
Islam adalah agama keselamatan yang mengajarkan kedamaian hidup. Untuk mewujudkan kedamaian di antara sesama, maka Islam mengajarkan untuk saling mencintai. Hanya dengan cinta yang tulus kepada sesama, maka semua ucapan dan tindakan bahkan pikiran dan perasaan akan selalu diarahkan untuk menciptakan kedamaian dan mewujudkan keselamatan.
Nabi saw. telah menegaskan hal tesebut dalam hadis berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ »
Artinya:
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Kalian belum beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian saya tunjukkan sesuatu yang apabila kalian lakukan, maka kalian akan saling mencintai. Sebarkanlah salam di antara kalian.
(HR. Muslim)
Dalam hadis di atas, Rasulullah saw mensyaratkan iman untuk masuk ke dalam surga. Setelah itu, Rasulullah saw. menegaskan bahwa kesempurnaan iman hanya bisa diraih dengan saling mencintai di antara sesama. Secara kongkrit, beliau menunjukkan perbuatan yang bisa menumbuhkan rasa cinta di antara sesama, yaitu dengan menyebarkan salam.
Secara formal, menyebarkan salam adalah melalui ucapan salam, namun secara substansial menyebarkan salam adalah dengan menyebarkan kedamaian di antara sesama.
Damaikanlah hatimu dan damaikanlah hati sesama karena surga adalah dar al-salam (tempat kedamaian) yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang hatinya dipenuhi dengan kedamaian dan rasa cinta kepada sesama.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc. M.THi
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Ketika memulai satu pekerjaan dengan cara yang baik, maka usahakanlah untuk mengakhirinya juga dengan cara yang baik. Namun apabila terlanjur memulainya dengan cara yang buruk, janganlah putus asa. Usahakan untuk mengakhirinya dengan cara yang baik. Sungguh yang dinilai adalah hasil akhir dan prosesnya, bukan hanya awal memulainya.
“Sudah terlanjur dan saya tidak bisa lagi memperbaikinya.”
Itu keluhan seorang teman yang merasa putus asa atas kesalahan yang dilakukan ketika memulai pekerjaannya.
Memulai pekerjaan dengan cara yang baik memang penting, tapi jauh lebih penting mengakhirinya dengan cara yang baik. Oleh karena itu, ketika memulai satu pekerjaan dengan cara yang baik, maka usahakanlah untuk mengakhirinya juga dengan cara yang baik.
Namun apabila terlanjur memulainya dengan cara yang buruk, janganlah putus asa. Usahakan untuk tetap mengakhirinya dengan cara yang baik. Sungguh yang dinilai adalah hasil akhir dan prosesnya, bukan hanya awal memulainya.
Bahkan kehidupan seorang manusia pun di dunia ini akan dinilai dari akhir hidupnya, bukan dari awal hidupnya.
Rasulullah saw. menjelaskan dalam hadis berikut:
عَنْ سَهْلٍ أَنَّ رَجُلاً مِنْ أَعْظَمِ الْمُسْلِمِينَ غَنَاءً عَنِ الْمُسْلِمِينَ فِى غَزْوَةٍ غَزَاهَا مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَنَظَرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ « مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا » . فَاتَّبَعَهُ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ ، وَهْوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَلَى الْمُشْرِكِينَ ، حَتَّى جُرِحَ فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ ، فَجَعَلَ ذُبَابَةَ سَيْفِهِ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - مُسْرِعًا فَقَالَ أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ . فَقَالَ « وَمَا ذَاكَ » . قَالَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ « مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَيْهِ » . وَكَانَ مِنْ أَعْظَمِنَا غَنَاءً عَنِ الْمُسْلِمِينَ ، فَعَرَفْتُ أَنَّهُ لاَ يَمُوتُ عَلَى ذَلِكَ فَلَمَّا جُرِحَ اسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَقَتَلَ نَفْسَهُ . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عِنْدَ ذَلِكَ « إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ »
Artinya:
Dari Sahl bahwasanya ada salah seorang dari prajurit kaum muslimin yang pemberani dalam satu peperangan bersama Nabi saw. lalu Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang ingin melihat kepada seseorang penghuni neraka, maka lihatlah orang ini. Maka salah seorang dari kaumnya mengikutinya, pada saat itu ia merupakan orang yang sangat keras terhadap orang-orang musyrik sampai kemudian ia terluka, lalu ia menyegerakan kematiannya. Serta merta ia mengambil ujung pedangnya, lalu ia letakkan di dadanya, lantas ia hunjamkan ke dadanya sampai menembus di antara kedua lengannya. Maka laki-laki yang mengikutinya bersegera menghadap kepada Nabi saw. lalu berkata: “Saya bersaksi bahwa engkau benar-benar utusan Allah”. Rasulullah saw bertanya: “Ada apa?”. Ia menjawab: “Engkau berkata kepada si Fulan: Barang siapa yang ingin melihat kepada seseorang dari penghuni neraka, maka lihatlah orang ini. Sesungguhnya dia merupakan seorang laki-laki pemberani, saya menduga dia akan mati dalam keadaan (baik) seperti itu, namun ternyata ia tidak mati dalam keadaan sepeti itu. Ketika ia terluka, ia menyegerakan kematiannya dan ia bunuh diri. Maka Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba terliha beramal dengan amal penghuni neraka, tetapi dia adalah penghuni surga dan seseorang terlihat beramal dengan amal penghuni surga, tetapi dia adalah penghuni neraka. Sesungguhnya amalan itu tergantung akhirnya.
(HR al-Bukhari)
Hadis di atas secara jelas menunjukkan bahwa seseorang tidak boleh mudah terpukau dengan apa yang sudah dimulai dan dilakukannya, karena akhirnya belum tentu sama dengan awalnya.
Mulailah dengan cara yang baik, berproseslah dengan cara yang baik dan usahakan untuk mengakhirinya juga dengan cara yang baik.
oleh : Dr. Syahrir Nuhun, Lc, M.THi
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Banyaknya harta bukanlah jaminan kebahagiaan hidup. Tingginya jabatan bukanlah jaminan ketenangan batin. Banyaknya pengikut bukanlah jaminan keselamatan diri. Kebahagiaan, ketenangan dan keselamatan terletak pada hati yang selalu bersyukur kepada Allah swt Kekayaan sejati tidak terletak pada banyaknya harta yang dimiliki, tetapi pada kelapangan hati.
Forbes, sebuah majalah bisnis dan finansial terkenal pada bulan Juni tahun 2017 merilis daftar orang terkaya di dunia. Berdasarkan data dari Forbes, jumlah orang Indonesia yang masuk dalam daftar orang terkaya di dunia sebanyak 20 orang dari 1.810 miliarder di seluruh dunia. Sebagai catatan, orang yang bisa disebut miliarder dunia adalah mereka yang memiliki kekayaan pribadi minimal senilai 1 miliar dolar atau sekitar 13 triliun rupiah (kurs Rp. 13.000).
Apakah sejatinya yang menjadi ukuran kekayaan seseorang?
Kaya artinya tidak membutuhkan yang lain. Sehingga hakikatnya yang kaya hanyalah Allah swt., karena hanya Allah sajalah yang tidak membutuhkan yang lain, sementara selain Allah swt pasti membutuhkan yang lain.
Adapun dari sisi makhluk, maka orang yang kaya adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang dia miliki.
Kekayaan seringkali diidentikkan dengan banyaknya harta, padahal banyaknya harta bukan merupakan jaminan bahwa seseorang sudah merasa berkecukupan.
Masalah manusia sesungguhnya bukanlah pada sedikit banyaknya harta yang dimiliki, tetapi pada merasa cukup atau tidak merasa cukup dengan apa yang dimiliki.
Seseorang yang memiliki banyak harta, tetapi tidak merasa cukup dengan yang apa yang telah dimiliki, maka pada hakikatnya dia adalah orang miskin. Sebaliknya, seseorang yang memiliki harta yang tidak banyak dari segi jumlah, tetapi merasa cukup dengan apa yang telah ia miliki, maka pada hakikatnya dia adalah orang yang kaya.
Nabi saw telah mengingatkan akan ukuran kekayaan tersebut melalui sabdanya:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ »
Artinya:
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw ia bersabda: “ Bukanlah kekayaan itu mempunyai banyak harta, tetapi kekayaan itu adalah kekayaan hati.
(HR. al-Bukhari)
Dalam al-Quran pada surah al-Qalam ayat 8 sampai dengan 16, Allah swt. menceritakan tentang Walid bin al-Mughirah, salah seorang tokoh yang menyandang sekian banyak sifat buruk seperti pendusta, penyumpah, suka mencela, pengumbar fitnah, penghalang kebaikan, pelampaui batas, pendurhaka, kasar dan sangat terkenal kebejatannya.
Sifat-sifat buruk yang disandangnya itu lahir karena ia adalah seorang yang dikenal, serta merasa diri sebagai pemilik banyak harta dan anak-anak yang banyak dan terpandang. Ia lupa bahwa banyaknya harta bukanlah jaminan kebahagiaan hidup. Tingginya jabatan bukanlah jaminan ketenangan batin. Banyaknya pengikut bukanlah jaminan keselamatan diri.
Kebahagiaan, ketenangan dan keselamatan terletak pada hati yang selalu bersyukur kepada Allah SWT.
Oleh : Dr. Syahrir Nuhun, Lc.M.THi.
Setiap tahun menjelang idul fitri mudik menjadi tradisi di Indonesia dan beberapa negara. Tapi paling heboh itu di Indonesia. Penuh perjuangan di perjalanan. Makanya perlu persiapan fisik, mental dan dana.
Apa yang membuat orang mau mudik meskipun harus bersusah payah? Jawabannya adalah mudik menjadi kebutuhan jiwa. Bertemu dengan orang tua, keluarga, sanak saudara, teman lama. Bernostalgia dengan kampung halaman yang penuh cerita dan kenangan. Melepas diri dari kesibukan kerja sebagai rehat jiwa yang jenuh di kehidupan kota.
Kembali ke asal menjadi kata kunci dari aktivitas mudik. Setiap orang punya asal. Kampung asal, rumah asal sampai rahim tempat dia berasal. Itulah rahim ibu. Kembali bertemu orang tua khususnya ibu menjadi panggilan batin. Makanya selama ibu masih ada maka kerinduan itu tetap ada.
Agar mudik juga bersifat sosial maka perlu dilengkapi dengan fungsi silaturrahmi dan berbagi. Silaturrahmi artinya menyambung kasih sayang. Salah satu caranya adalah bertemu langsung. Keliling dari rumah ke rumah atau bertemu khusus di suatu acara adalah cara yang lazim selain melalui media sosial. Tapi tetap pertemuan tak bisa tergantikan nilai rasanya oleh media sosial. Saat pertemuan itu juga dilengkapi dengan saling maaf memaafkan. Maka menjadi lengkaplah kebahagiaan jiwa karena melepaskan segala ganjalan.
Ajaran agama Islam memerintahkan untuk bersilaturrahmi. Allah berfirman : "... Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 1)
Keluarga dalam Islam sangat diperhatikan karena keluarga adalah tiang negara. Agar mudik menjadi tradisi yang berdampak positif maka silaturrahmi dan berbagi menjadi aktivitas yang berdampak positif. Berbagi khususnya kepada keluarga dekat yang kurang mampu akan berfungsi ganda. Selain fungsi ekonomi juga menguatkan persaudaraan.
Namun hati-hati, mudik juga dapat berdampak negatif jika disertai dengan kesombongan. Orang kota ke desa memamerkan keberhasilan materialnya berupa kendaraan, barang-barang dan sebagainya. Juga merasa lebih mulia karena lebih kaya atau lebih berhasil. Waspadalah, itu semua sifat syaitan. Takabur, riya' tidak akan membuat kita lebih bahagia. Malah bisa memutuskan silaturrahmi serta menghancurkan pahala amaliah ramadhan. Dan orang yang dalam dirinya ada kesombongan walau seberat atom tidak akan bisa mencium bau surga apalagi memasukinya kelak di akhirat.
Orang kota yang ke desa juga perlu hati-hati. Jangan sampai malah membawa budaya dan tradisi kota yang negatif seperti konsumerisme. Bawalah tradisi positif yaitu kerja keras dan perjuangan menuntut ilmu sebagai proses meraih sukses. Beri inspirasi kepada generasi muda agar berani bermimpi tinggi. Selamat mudik. Semoga selamat sampai tujuan.
Makassar, 12 Juni 2018
Syamril, ST, M.Pd
Direktur Sekolah Pendidikan Islam Athirah
Di dunia pendidikan salah satu acuan penentuan kelulusan yaitu Standar Kompetensi Lulusan. Siswa akan lulus SD, SMP atau SMA jika memenuhi SKL tersebut. SKL dirumuskan dari harapan sosok ideal yang ingin diwujudkan pada tiap tingkatan pendidikan. Ramadhan juga dapat dirumuskan SKL nya merujuk pada sosok takwa yang ingin dicapai dari perintah puasa.
Sosok manusia dapat diibaratkan pohon yang memiliki akar, batang, daun dan buah. Pohon terbaik yang kokoh artinya akarnya kuat menghujam ke bumi, batangnya kokoh daunnya lebat dan buahnya banyak, sehat dan segar.
Dalam terminologi agama Islam akar yang kuat itu adalah akidah yang benar. Batang yang kokoh adalah syariah yang diamalkan. Daun itu adalah ilmu yang memadai. Buah itu adalah akhlak yang mulia. Disingkat pohon ASIA (Akidah, Syariah, Ilmu, Akhlak).
Aqidah yang benar tandanya tauhid dan ikhlas menyatu dalam diri. Keyakinan bahwa Allah itu Ada dan Maha Kuasa. Segalanya berasal dari Allah, milik Allah, kendali Allah, untuk Allah dan kembali kepada Allah.
Puasa melatih merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan. Tetap berpuasa meskipun tidak ada yang melihat karena yakin Allah Maha Melihat. Urusannya bukan dengan manusia tapi dengan Allah sehingga tumbuh keikhlasan. Lulus di bulan Ramadhan pada sisi aqidah akan terbukti jika di luar Ramadhan masih dapat merasakan kehadiran Allah sehingga dirinya terjaga dari segala pelanggaran dan kemaksiatan.
Syariah dilatih melalui pengamalan ajaran Islam seperti shalat, puasa dan zakat sesuai dengan aturan Allah dan Rasul Nya. Latihan intensif shalat berjamaah dan puasa diharapkan membangun kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator kelulusannya jika di luar Ramadhan tetap dapat disiplin shalat berjamaah dan bisa puasa sunnah. Juga tetap rutin berinfak dan membantu kaum dhuafa.
Belajar ilmu agama di bulan Ramadhan sangat mudah karena tersedia melalui ceramah tarawih, ceramah subuh dan juga melalui media sosial serta media elektronik. Selepas Ramadhan akan berkurang. Lulusan Ramadhan yang berhasil indikatornya yaitu secara aktif belajar ilmu agama melalui membaca buku, majelis taklim, media sosial dan komunitas lainnya.
Salah satu kebiasaan di bulan Ramadhan yaitu membaca Al Qur'an 30 juz. Indikator kelulusan pasca Ramadhan yaitu kebiasaan mengaji setiap hari terus berlanjut melalui one day one juz atau two days one juz. Juga berusaha memahami maknanya melalui tadabbur Al Qur'an dan mencoba menghafalnya.
Akhirnya seluruh amaliah Ramadhan buahnya di akhlakul karimah. Beberapa ulama mengambil dari huruf yang ada pada kata taqwa yaitu tawadhu, qona'ah, wara' dan ikhlas. Tawadhu yaitu rendah hati atau tidak sombong. Cirinya tidak merendahkan orang lain karena perbedaan status kekayaan, jabatan, keturunan, gelar keilmuwan dan lainnya. Juga siap menerima kebenaran dari manapun datangnya.
Qona'ah artinya merasa cukup sehingga senantiasa bersyukur atas nikmat Allah. Cirinya jauh dari iri dan dengki karena dalam urusan dunia senantiasa melihat ke bawah. Wara' yaitu hati-hati dalam bertindak sehingga jauh dari pelanggaran dan maksiat. Ikhlas yaitu jauh dari sifat ingin dipuji orang lain (sum'ah), pamer kebaikan (riya') sehingga terus berbuat baik meskipun orang lain tidak memberi penghargaan dan balasan.
Tentu masih banyak ciri yang lain seperti jujur, amanah, istiqamah, ramah, suka menolong, dermawan atau pemurah, pemaaf, sabar, mampu mengendalikan amarah, dan sifat mulia lainnya. Semoga latihan Ramadhan membuat kita memiliki akhlakul karimah sehingga dapat meraih bahagia dunia dan akhirat. Amin.
Makassar, 10 Juni 2018
Syamril, ST, M.Pd.
Ramadhan ini saya coba ikut gabung di kelas tadabbur Al Qur'an yang diadakan oleh Ibu Fatimah Kalla dan teman-teman alumni SMAN 1 Makassar angkatan 1981. Kelas ini diasuh oleh Dr. Ruslan, ahli tafsir dan bahasa Arab alumnus Al Azhar Mesir.
Setelah mengikuti beberapa pertemuan dengan pembahasan pada surat Al Muthaffifin dan At Takwir, secara umum terasa dampaknya kepada keimanan dan pemahaman.
Pada sisi keimanan dengan pembahasan pada aspek kebahasaan, tampak dan terbukti keindahan dan mukjizat Al Qur'an. Bahwa ia bukanlah buatan manusia. Tapi ia adalah kalamullah, firman Allah yang dibawa oleh malaikat Jibril kepada Muhammad SAW.
Saya jadi teringat pada sebuah kajian tentang mengenal Al Qur'an. Dijelaskan secara rinci bahwa ia adalah kalamullah, firman Allah. Sejak awal turunnya bangsa Arab jahiliyah pernah meminta sastrawan mereka untuk menelitinya. Kesimpulannya adalah Al Qur'an bukan buatan manusia.
Pada sisi pengetahuan juga dapat informasi bagaimana Al Qur'an berbicara tentang berbagai fenomena alam yang mencekam menjelang kiamat seperti di At Takwir ayat 1-6. Juga penggunaan berbagai kata yang dalam terjemahan Indonesia artinya cuma satu. Contohnya bintang yang dalam Al Qur'an menggunakan kata najm, buruuj, kawakib.
Lebih penting lagi bagaimana Al Qur'an memberi penyadaran kepada manusia dan perintah agar menjadi manusia yang berbakti yaitu al-abror yang kembali kepada fitrahnya. Jangan menjadi manusia pendosa (mujrimun) dan pendusta (mukadzdzibun). Inilah ujung dari keberagamaan yaitu menjadi manusia yang senantiasa berbakti kepada Allah SWT.
Al Qur'an merupakan nikmat paling besar dari Allah untuk ummat manusia. Surat Ar Rahman yang berbicara tentang nikmat Allah yang sangat banyak diawali dengan kata "Ar Rahman. Yang mengajarkan Al Qur'an". Bagaimana agar nikmat tersebut bermanfaat maka perlu dibaca, dihafalkan, ditadabburi (dipelajari dan dihayati), diamalkan dan didakwahkan.
Memasuki 10 hari akhir Ramadhan mari mencoba secara intensif membaca (mengaji). Coba juga baca terjemahannya atau tafsirnya. Atau cari video pendek dari ustadz di youtube yang mengkaji Al Qur'an. Saya pribadi suka buka kajian ust. Adi Hidayat. Silakan ada banyak pilihan.
Jika sempat dan bisa fokus coba menambah hafalan Al Qur'an. Atau menghafal kembali ayat yang mulai lupa. Tentu lebih jauh lagi coba amalkan dan sampaikan ke teman walaupun hanya satu ayat.
Semoga Al Qur'an di bulan Ramadhan ini dapat mencerahkan jiwa dan keimanan kita sehingga keluar Ramadhan dapat membawa bekal di 11 bulan berikutnya. Semoga dapat hidup lebih bahagia.
Makassar, 5 Juni 2018
Syamril, ST, M.Pd.
"Kelak akan ada ummatku yang datang dengan amalan sebesar gunung Tihamah. Tapi semua hancur seperti buih di lautan. Mengapa terjadi demikian? Karena dia saat dikesendiriannya dia bermaksiat kepada Allah". Itulah nasehat penuh semangat dari Ust. Sidik saat khutbah kedua di jumat ketiga Ramadhan di masjid Al Ukhuwwah.
"Hati-hati saudaraku. Bisa jadi kita telah banyak beribadah, shalat berjamaah, membaca Al Qur'an, berpuasa, berinfak dan lain sebagainya. Namun semua tak ada artinya, tak ada nilainya, tak ada pahalanya, hancur berantakan karena perbuat maksiat saat sendirian". Demikian Ust. Sidik melanjutkan.
Saya coba merenungi mengapa maksiat saat sendirian dapat menghancurkan pahala? Tujuan ibadah seperti shalat agar ingat kepada Allah sehingga dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Puasa agar menjadi takwa sehingga berhati hati dalam menjalani hidup. Berbuat maksiat saat sendirian artinya lupa pada Allah atau 'tidak percaya' adanya Allah. Tidak takut pada Allah. Hanya takut pada manusia. Artinya ibadah yang dilakukan tidak mencapai tujuan, hanya jadi amalan fisik. Wajar saja nilainya tidak ada.
Mengapa dalam kesendirian manusia melakukan maksiat? Penyebannya karena dia tidak merasakan muraqabatullah atau pengawasan dari Allah. Saat sendirian tidak ada manusia yang melihat. Akhirnya dia pun bebas melakukan perbuatan sesuka hatinya. Dia lupa bahwa Allah Maha Melihat. Maha Menyaksikan segala apa yang dia perbuat.
Mendengar itu semua saya jadi takut dan khawatir juga. Apalagi di era sekarang ini fasilitas teknologi sangat membantu manusia dalam beraktivitas positif. Namun ibarat pedang bermata dua. Teknologi juga memudahkan melakukan kemaksiatan. Teknologi internet yang memudahkan akses hal-hal positif juga miliki jebakan syaitan yaitu pornografi.
Sering saat membaca berita atau situs biasa muncul iklan yang mengajak mengunjungi situs porno kemaksiatan. Di sinilah iman kita diuji. Apakah kita tergoda atau tidak. Di situlah iman kita diuji apakah percaya adanya Allah yang Maha Melihat. Disitulah kemampuan kita mengendalikan hawa nafsu diuji. Sungguh sangat sulit. Tapi insya Allah bisa jika kita dapat merasakan pengawasan Allah atau muraqabatullah.
Menurut Ust. Sidik ada tiga cara agar dapat membangun muraqabatullah dalam diri kita. Pertama, rasa takut kepada Allah. Begitu keras ancaman Allah bagi mereka yang berbuat maksiat. Neraka jadi tempat siksaan yang luar biasa.
Kedua membangun rasa malu kepada Allah. Bayangkan hari pertanggungjawaban saat seluruh anggota badan berbicara atas segala yang diperbuatnya. Kita tak dapat mengelak dan hanya bisa tertunduk malu.
Ketiga, membangun rasa cinta dan syukur kepada Allah. Anugrah nikmat panca indra serta anggota tubuh lainnya demikian besar. Dengan fasilitas itu semua kita menikmati hidup ini. Allah tidak menuntut bayaran. Hanya meminta dijaga dan digunakan pada hal yang diperintahkan serta jauhkan diri dari kemaksiatan. Itupun semua untuk manusia manfaatnya.
Semoga bulan Ramadhan di mana kita menjauhi hal yang boleh di luar ramadhan (makan, minum dan hubungan suami istri) dapat membuat kita mampu mengendalikan hawa nafsu. Juga melatih diri merasakan pengawasan Allah, muraqabatullah, sehingga kita takut dan malu bermaksiat kepada Nya.
Mari jaga amalan kita sehingga pahala yang Allah janjikan dari ibadah Ramadhan serta nanti di luar Ramadhan dapat kita nikmati di akhirat.
Makassar, 4 Juni 2018
Oleh : Syamril, ST, M.Pd
Hari kamis 8 Ramadhan 1439 komunitas penghafal Al Qur'an di Makassar dikagetkan dengan berita wafatnya Ust. Usman Laba. Beliau adalah pimpinan pesantren tahfizhul Qur'an yang telah melahirkan banyak penghafal Al Qur'an. Beliau yang merintis tarawih 1 juz tiap malam yang kemudian dikembangkan oleh muridnya di berbagai tempat.
Rabu malam beliau masih memimpin shalat tarawih 1 juz. Kemudian kamis subuh masih mengimami shalat dan memberi taushiah kepada jamaahnya. Setelah itu merasa kurang sehat. Lalu pulang ke rumahnya istirahat.
Istrinya memijitnya sampai tidur. Lalu istrinya pun pergi mengajar santri putri. Beberapa saat kemudian ada satri yang ingin mohon ijin karena ada keperluan penting. Beliau dibangunkan oleh santrinya. Saat dipegang ternyata badannya sudah kaku. Beliau telah meninggal dunia.
Kematian yang tidak disangka-sangka. Kematian yang indah. Menghadap Allah di bulan Ramadhan, sedang berpuasa, hari kamis hari saat amalan dilaporkan. Amalan selama hidupnya seputar Al Qur'an. Muroja'ah hafalan 10 juz tiap hari, menerima setoran santri, mengajar ilmu Al Qur'an dan segala hal terkait Al Qur'an. Salah satu yang dahulu muridnya adalah Ust. Harman Tajang pendiri Markaz Imam Malik yang juga luar biasa hafalannya.
Beliau adalah sosok manusia yang istiqamah menjalankan ketaatan. Maka Allah wafatkan beliau di atas kebiasaannya. Sebagaimana Rasulullah bersabda : "Siapa yg hidup di atas sesuatu maka dia akan diwafatkan di atas sesuatu".
Hadist di atas menjelaskan tentang jenis akhir kehidupan yang tergantung kebiasaan. Bisa husnul khotimah jika istiqamah dalam ketaatan atau su'ul khotimah jika terbiasa dalam kemaksiatan.
Istiqamah dalam ketaatan sangat berat. Allah berfirman : "Beribadahlah engkau kepada Allah sampai datang al yaqin (kematian)". Kematian adalah gerbang pertama menuju akhirat. Jika menutup usia dengan kebaikan maka akan meraih kebaikan pada kehidupan selanjutnya.
Tentu kita ingin meraih husnul khotimah. Caranya bertemanlah dengan orang saleh. Banyaklah berdoa sebagaimana yang diajarkan Nabi tentang doa yg paling banyak beliau baca yaitu : "wahai yang membolak balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama Mu". Dan terakhir yaitu banyak dekat dengan Al Qur'an.
Ramadhan segera masuk di 10 malam terakhir. Mari jaga hati dan motivasi. Dekatkan diri dengan Al Quran. Hidupkan 10 malam terakhir. Jangan pilih pilih tanggal. Hidupkan semuanya karena kita tidak tahu di malam berapa Allah menurunkan lailatul qadar. Semoga Allah memudahkan kita istiqamah dalam ibadah sampai ajal datang menjemput.
Makassar, 3 Juni 2018
Oleh : Syamril, ST, M.Pd
Direktur Sekolah Pendidikan Islam Athirah
Jika seorang siswa ditanya tentang masa depannya maka yang terbayang olehnya adalah cita-cita profesi atau pekerjaan. Dokter, insinyur, guru, pengusaha, tentara adalah beberapa contoh jawabannya. Maka target pertama yang harus dia capai yaitu masuk Perguruan Tinggi sesuai cita-citanya.
Setelah masuk perguruan tinggi dan menempuh jenjang sarjana atau diploma maka masa depan yang harus segera diraih yaitu memiliki penghasilan sendiri. Bisa jadi karyawan atau pengusaha. Jika itu juga tercapai maka mulai berharap dapat jenjang karir yang baik jadi top manajemen. Bisa manajer atau direktur.
Saat sudah tiba di titik itu maka pikiran mulai lagi berubah apalagi jika umur sudah kepala lima. Mulai berfikir bagaimana saat nanti pensiun. Apa yang akan dilakukan? Apakah tunjangan pensiun masih bisa mencukupi kebutuhan? Apa bisa hidup dengan tenang di masa tua?
Saat sudah tiba di titik itu maka pikiran tentang masa depan berubah lagi. Bukan lagi tentang kehidupan dunia tapi kehidupan yang abadi di akhirat. Maka mulailah aktif beribadah di masjid. Di sebuah kompleks tentara di Geger Kalong Bandung yang banyak dihuni para pensiunan militer membuat nama kelompoknya sesuai nama perumahannya yaitu KPAD (Komunitas Penunggu Ajal Datang). Mereka aktif di masjid perumahan. Shalat lima waktu, pengajian, puasa sunnah dan wajib bersama, acara sosial bersama serta rekreasi bersama.
Pada akhirnya jika manusia terus merenungi masa depan maka akan tiba pada masa depan abadi yaitu akhirat. Hanya saja tiap orang beda masa munculnya kesadaran akhiratnya. Secara umum biasanya saat pensiun apalagi jika satu persatu teman seangkatan pergi meninggalkan dunia ini.
Saat itu muncullah kesadaran sebagaimana ungkapan penyair "Kehidupan dunia adalah nafas yang dapat dihitung. Ruang yang dapat diukur. Ajal yang pasti dan terjadwal serta rejeki yang terbatas. Wahai manusia sadarlah bahwa masa depan sesungguhnya adalah akhirat".
Kesadaran akhirat sebagai masa depan sejati tidak harus menunggu masa tua. Sejak masih muda hendaknya sudah disadari. Bukankah Al Qur'an banyak mengingatkan salah satunya ayat berikut "carilah olehmu kehidupan akhirat dan jangan lupakan bagianmu di akhirat".
Kesadaran 'akhirat orientation' tidak menjadikan kita mengabaikan dunia. Justru dunia dijadikan sebagai alat untuk meraih masa depan akhirat. Semua fasilitas duniawi dijadikan alat beramal saleh. Harta, ilmu dan tahta untuk kemashalatan dan dakwah. Tentunya semua dilakukan dengan penuh keikhlasan. Allah berfirman :
"Barang siapa yang harapannya bertemu dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan jangan mempersekutukan Allah dalam beribadah kepada-Nya".
Mumpung masih ada waktu. Jangan tunda kesempatan beramal saleh apalagi di bulan Ramadhan. Boleh jadi ada waktu tapi tidak bisa karena sakit. Bisa jadi sehat tapi tidak ada waktu karena sangat sibuk. Rasulullah mengingatkan "dua hal yang sering diabaikan yaitu kesehatan dan waktu luang".
Makassar, 1 Juni 2018
Oleh : Syamril, ST, M.Pd
Seorang ulama menulis dalam kitabnya tentang ciri-ciri orang yang celaka. Menurut beliau ada 4 ciri-cirinya. Pertama, tidak mengingat dosa dosa yg telah berlalu. Akibatnya tidak ada penyesalan. Tidak ada keinginan untuk bertobat dan mudah untuk mengulangi kembali.
Padahal ciri orang bertakwa bukanlah orang yang tidak punya dosa. Tapi jika melakukan salah segera ingat Allah, memohon ampun kepada-Nya dan berjanji tidak mengulangi. Jika punya salah pada manusia segera memohon maaf.
Ciri kedua orang yang celaka yaitu selalu menyebut nyebut kebaikan yang telah diperbuat. Akibatnya pahala kebaikannya dapat hilang karena riya. Padahal amalan yang baik yaitu seperti ungkapan Rasulullah "tangan kanan memberi tangan kiri tidak tahu". Selain itu suka menyebut kebaikan juga dapat menyakiti perasaan orang yang menerima kebaikannya.
Memperlihatkan kebaikan bisa saja dilakukan jika dimaksudkan untuk memotivasi orang lain. Misalnya ada penggalangan dana untuk pembangunan masjid. Niatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Tentu dengan tetap menjaga keikhlasan hati.
Ciri ketiga orang yang celaka yaitu memandang harta orang lain lebih unggul. Akibatnya tumbuh iri hati dan susah bersyukur. Iri hati cirinya yaitu SOS. Sengsara melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain sengsara.
'Iri hati' bisa saja positif jika jadi motivasi kebaikan. Jika orang lain bisa beli mobil dari harta yang halal mengapa saya tidak bisa. Lebih bagus lagi jika itu amal ibadah. Misalnya orang lain bisa baca Al Qur'an dengan benar maka saya juga bisa. Jika orang lain bisa khatam 30 juz di bulan Ramadhan maka saya juga bisa.
Ciri keempat orang yang celaka yaitu memandang remeh orang lain karena penampilannya biasa saja. Dia terjebak pada bungkus bukan isi. Banyak ulama dan orang saleh yang sangat tawadhu. Penampilan biasa saja tapi ternyata ilmunya luar bisa. Maka pandanglah manusia apa adanya. Kemuliaan bukan karena penampilan. Bukan karena harta dan tahta. Tapi kemuliaan karena ketakwaan.
Syamril
Penulis Buku 50 Jalan Kalla, Kerja Ibadah
Dalam ilmu ekonomi bisnis dikenal istilah investasi. Ada modal (capital), resiko (risk) dan keuntungan (return). Untuk mendapatkan keuntungan dibutuhkan modal (capital). Tiap bisnis yang dijalankan pasti ada resikonya (risk). Interaksi modal dan resiko menghasilkan keuntungan. Berlaku hukum high capital, high risk, high return. Maksudnya bisnis yang modal dan resikonya besar biasanya keuntungannya juga besar. Demikian pula sebaliknya. Resiko ditentukan oleh tingkat kesulitan dari bisnis yang digeluti.
Dalam dunia ibadah juga berlaku demikian. Keuntungan atau return yaitu pahala. Besarnya pahala juga tergantung tingkat kesulitan.
Semakin sulit semakin besar pahalanya. Contohnya pahala shalat isya dan subuh berjamaah di masjid.
Shalat subuh berjamaah pahalanya sama dengan shalat semalam penuh.
Sedangkan shalat isya pahalanya sama dengan shalat 1/2 malam. Padahal rakaat shalat isya lebih banyak daripada shalat. Jadi pahala bukan karena jumlah rakaat tapi tergantung kesulitannya.
Mengapa shalat subuh berjamaah lebih sulit? Dalam kondisi tidur nyenyak kita harus bangun. Meninggalkan zona nyaman untuk menuju mesjid. Alamiah tubuh kita pada malam hari istirahat dan siang mencari nafkah. Saat istirahat ada panggilan shalat dan seruan "shalat lebih baik daripada tidur". Karena adanya keyakinan dan keimanan maka kita bangun menuju masjid dengan penuh perjuangan. Wajar saja jika pahalanya besar.
Khusus di bulan Ramadhan Allah memberikan pahala yang berlipat ganda dengan rentang 10 kali sampai 700 kali dari ibadah di luar ramadhan. Tiap orang bisa dapat pahala yang berbeda pada rentang di atas. Tergantung pada keikhlasan masing-masing.
Ibadah puasa punya keistimewaan. Kata Allah dalam hadist Qudai "...Kecuali puasa. Itu untukKu dan Aku akan membalasnya". Jadi bukan di rentang 10-700 tapi tak terbatas. Mengapa? Puasa ibadah paling berat. Jika shalat satu waktu hanya 5 menit dan ada jeda setelah itu. Demikian pula haji hanya 5 hari selesai. Zakat juga hanya sekali setahun dengan syarat nishab dan haul.
Dari sisi psikologi juga dpt dijelaskan alasan puasa itu berat. Penggunaan kata dalam Al Qur'an dan Hadist. Perintah puasa tipenya meninggalkan perbuatan. Tidak boleh makan, minum dan berhubungan suami istri dari subuh sampai magrib. Berbeda dengan perintah shalat yang tipe kalimatnya melaksanakan perbuatan seperti "dirikanlah shalat". Teori framing mengatakan kalimat negatif dua kali lebih besar direspon daripada kalimat positif. Karena puasa menggunakan kalimat negatif maka itu membuat puasa jadi berat. Jadi sedikit ringan karena iman dan dilakukan berjamaah.
Kemudian semakin dekat syawal juga semakin berat. Ada gangguan dari aktivitas mudik dan persiapan lebaran. Oleh karena itu pada 10 hari terakhir Allah letakkan malam lailatul qadr dengan pahala yang luar biasa besar. Lebih mulia daripada 1000 bulan. Untuk merainya bukan ditunggu tapi dijemput dengan i'tikaf di masjid. Secara ilmu ekonomi return besar butuh juga modal yang besar.
Menjelang tengah ramadhan mari kuatkan semangat dan motivasi. Allah siapkan return pahala yang semakin besar maka tentu resiko dan modal juga besar. Tingkat kesulitan semakin tinggi. Mari siapkan diri meraih pahala yang Allah janjikan. Kalau bukan ramadhan tahun ini, kapan lagi. Tidak ada jaminan masih hidup di ramadhan tahun depan.
Makassar, 28 Mei 2018
Syamril,
Penulis buku 50 Jalan Kalla, Kerja Ibadah
Rangkuman ceramah Dr. Hamid Habbe di Masjid Al Ukhuwwah Bukit Baruga
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi kehidupan dan dapat memasuki bulan Ramadhan. Bulan istimewa. Bisa jadi ada saudara, keluarga, tetangga dan teman yang tahun lalu masih bersama kita di bulan Ramadhan. Sekarang sudah telah meninggal dunia.
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi kesehatan. Ada banyak orang yang terbaring sakit di rumah sakit atau di rumahnya. Tak bisa berpuasa karena sakit. Kesehatan adalah nikmat yang sering dilupakan sehingga Rasulullah mengingatkan khusus dalam sabdanya "ada dua nikmat yang sering dilupakan yaitu kesehatan dan waktu luang".
Bersyukur kepada Allah karena kita masih diberi keimanan yang membuat kita memasuki Ramadhan dengan penuh kebahagiaan. Bahagia karena melaksanakan perintah puasa dan ibadah lainnya. Banyak orang yang masih hidup sehat di bulan Ramadhan tapi tidak menjalankan perintah puasa. Bukan karena tidak sanggup. Tapi karena tak ada iman di dalam hatinya.
Bersyukur kepada Allah karena Allah masih memberikan rezeki harta yang dapat mencukupi kebutuhan. Masih ada penghasilan tetap yang diterima di tiap awal bulan. Kita masih dapat memenuhi kebutuhan pokok bahkan dapat berbagi dengan orang lain. Banyak orang yang memasuki Ramadhan dalam keadaan di PHK tak punya lagi penghasilan tetap.
Bersyukur kepada Allah karena kita hidup di Indonesia dalam keadaan aman. Meskipun ada teror bom di Surabaya tapi tidak membuat kita merasa takut. Kita masih dapat bepergian 24 jam. Datang ke pusat keramaian seperti masjid yang penuh di bulan Ramadhan. Dapat beribadah bersama sama dengan aman dan nyaman.
Bandingkan dengan negeri yang dilanda konflik dan perang. Setiap saat nyawa terancam. Tidak bisa bebas bepergian. Bahkan harus mencari tempat perlindungan. Di Palestina ratusan warga meninggal dan ribuan yang cedera karena kebiadaban tentara Israel. Di Suriah setiap hari ada yang meninggal karena konflik perang saudara.
Apa yang diharapkan oleh Allah dari seluruh nikmat yang telah Allah anugerahkan tersebut? Pertama, kita diperintahkan untuk senantiasa ingat kepada-Nya. Allah berfirman :
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (Q.S. Al Baqarah : 152)
Salah satu cara untuk mengingat Allah yaitu menjalankan shalat. "... dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku" (Q.S. Thaha : 14). Mari perbaiki kualitas dan kuantitas shalat kita sebagai jalan ingat kepada Allah wujud syukur kepada-Nya. Rasulullah yang telah dijamin masuk surga, diampuni seluruh dosanya masih tetap shalat tahajjud sampai kakinya bengkak. Ditanya oleh istrinya Aisyah mengapa seperti itu shalatnya padahal sudah dijamin masuk surga. Apa jawaban Rasulullah "apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?"
Selanjutnya wujud syukur nikmat yaitu menjaga dan memanfaatkan nikmat tersebut sesuai tujuannya. Mari gunakan waktu sebaik-baiknya untuk hal yang bermanfaat. Jaga kesehatan dengan makanan halalan thayyibah dan olahraga. Belanjakan harta untuk hal yang berguna. Bantu kaum dhuafa yang membutuhkan.
Bagi yang status karyawan, mari bekerja dengan baik sesuai tupoksi masing-masing. Berikan kinerja yang maksimal agar perusahaan terus maju dan berkembang. Jauhkan diri dari perilaku menyimpang yang dapat merugikan perusahaan.
Bagi kita semua warga Indonesia. Mari jaga perdamaian dan persatuan. Hindarkan diri dari perilaku saling fitnah. Jangan menyebar hoax di dunia maya. Biasakan tabayyun (cross check) dan budayakan prasangka positif. Jalin persaudaraan dan jauhi permusuhan.
Akhirnya sebagai wujud syukur nikmat Ramadhan maka mari bertekad jadikan Ramadhan tahun ini sebagai Ramadhan yang terbaik. Isi hari harinya dengan ibadah terbaik. Puasa, shalat, infak, zakat, menuntut ilmu, silaturrahmi. Semuanya dengan kualitas yang terbaik. Sehingga kita keluar dari bulan Ramadhan menjadi manusia yang terbaik. Manusia yang bertakwa. Amin.
Syamril, ST, M.Pd
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Kebahagiaan akan dirasakan apabila bisa memiliki apa yang dicintai, namun akan lebih membahagiakan apabila mampu mencintai apa yang sudah dimiliki. Kepuasan akan dirasakan apabila bisa meraih kebaikan yang diharapkan, tetapi akan lebih terasa memuaskan jika mampu mengubah apa yang sudah ada dalam genggaman menjadi kebaikan yang sesuai dengan harapan. Cintailah orang-orang yang ada disekitarmu yang telah menjadi bagian dari dirimu. Keluarga, sahabat-sahabat yang sejati. Dukung mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang baik seperti yang diharapkan.
Ketika masih sekolah, apa yang ada di dalam benakmu sebagai sesuatu yang akan sangat membahagiakan jika sekiranya bisa terwujud?
Lulus sekolah barangkali jawabannya.
Setelah lulus sekolah, benar merasa bahagia, tetapi ternyata itu hanya sejenak. Setelah itu, keinginan lain yang diharapkan akan mendatangkan kebahagiaan mulai muncul di hati. Bahagia akan dirasakan apabila diterima di tempat kuliah favorit.
Begitu diterima kuliah, merasa bahagia, namun itu pun hanya sejenak. Di dalam hati mulai muncul harapan yang lain, kebahagiaan akan dirasakan apabila lulus kuliah dan diwisuda.
Ketika wisuda, merasa sangat bahagia, namun lagi-lagi itu hanya sejenak. Muncul lagi keinginan yang lain di dalam hati bahwa kebahagiaan akan dirasakan apabila bisa lanjut ke jenjang kuliah yang lebih tinggi.
Pada akhirnya kuliah sampai selesai s3. Bahagia? Tentu saja, namun hanya sejenak, setelah itu mulai muncul keinginan untuk bekerja dan mengharapkan dengan bekerja akan merasa bahagia.
Setelah bekerja, sejenak merasa bahagia. Setelah itu, kembali merasa hampa dan mulai berpikir bahwa menikah lah yang akan mendatangkan kebahagiaan.
Setelah menikah, sejenak merasa bahagia, lalu kembali merasa hampa.
Begitulah perjalanan hidup manusia Setiap satu keinginan terpenuhi, merasa bahagia sejenak dan setelah itu muncul lagi keinginan yang baru. Tentu saja, tidak semua orang perjalanan hidupnya linier seperti yang diilustrasikan di atas, tetapi pointnya adalah kebahagian akan dirasakan apabila bisa memiliki apa yang diinginkan dan dicintai, namun kebahagiaan tersebut tidak bersifat abadi, sifatnya hanya sementara.
Perhatikanlah hadis berikut:
عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ الزُّبَيْرِ عَلَى الْمِنْبَرِ بِمَكَّةَ فِى خُطْبَتِهِ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ »
Artinya:
Dari ‘Abbas bin Sahl bin Sa’d ia berkata, Saya mendengar Ibn az-Zubair berkata di atas mimbar di Makkah ketika khutbah: “Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Allah maha menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.
(HR al-Bukhari)
Di dalam hadis di atas, Nabi saw. menyatakan bahwa tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Maksud pernyataan tersebut adalah manusia terus menerus memenuhi dirinya dengan harta sampai ia mati lantas di kuburnya, isi perutnya dipenuhi dengan tanah kuburan.
Pernyataan Nabi saw. tersebut menunjukkan bahwa salah satu watak manusia adalah tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki. Kebahagiaan memang akan dirasakan apabila bisa memiliki apa yang diinginkan dan dicintai, namun akan lebih membahagiakan apabila mampu mencintai apa yang sudah dimiliki. Kepuasan akan dirasakan apabila bisa meraih kebaikan yang diharapkan, tetapi akan lebih terasa memuaskan jika mampu mengubah apa yang sudah ada dalam genggaman menjadi kebaikan yang sesuai dengan harapan.
Tidak hanya berkaitan dengan harta, tetapi ketidakpuasan seseorang dan keinginan yang berkelanjutan, juga berkaitan dengan manusia seperti suami, istri, anak, sahabat dan lainnya.
Sebelum berkeluarga, seseorang merasa bahwa dengan memiliki pasangan hidup, ia akan merasa bahagia. Setelah keinginannya terwujud, muncul keinginan yang lain untuk mempunyai anak. Setelah memiliki istri dan anak, muncul keinginan untuk menambah lagi. Demikian seterusnya.
Seseorang seringkali tidak merasa puas dengan orang-orang yang sudah dimiliki dan memimpikan orang lain yang belum dimiliki. Padahal memiliki mereka tidak merupakan jaminan akan mendatangkan kebahagiaan. Maka untuk mendapatkan kebahagiaan bukan dengan memiliki orang-orang yang dicintai, tetapi dengan mencintai orang-orang yang telah diamanahkan oleh Allah untuk menjadi tanggung jawab.
Mari mencintai mereka yang ada di sekitar kita, mereka yang telah menjadi bagian dari diri. Keluarga dan sahabat-sahabat yang sejati. Dukung mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang baik seperti yang diharapkan.
Dr.H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THI
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Apabila potensi akal dimatikan, maka akan menyebabkan kebodohan. Namun apabila potensi akal dilepaskan tanpa kontrol maka akan melahirkan kelicikan. Apabila potensi emosi dimatikan, maka akan menyebabkan sifat pengecut. Namun apabila potensi emosi dilepaskan tanpa kontrol maka akan melahirkan tindakan nekat. Apabila potensi syahwat dimatikan, maka akan menyebabkan sifat statis. Namun apabila potensi syahwat dilepaskan tanpa kontrol maka akan melahirkan manusia yang rakus. Seimbangkan ketiga potensi tersebut.
Manusia adalah makhluk yang sangat dimuliakan oleh Allah swt., diciptakan dalam komposisi yang terbaik. Kemuliaan manusia, di antaranya disebabkan oleh potensi kebaikan yang dikaruniakan oleh Allah swt. Namun apabila potensi kebaikan disalahgunakan, maka akan menjerumuskan manusia ke posisi yang rendah.
Allah swt. berfirman:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ .ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ. إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ.
Artinya:
Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami mengembalikannya ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang yang beriman dan beramal saleh.
(QS at-Tin: 4-6)
Manusia dikaruniai oleh Allah swt. aneka macam quwwah (potensi), di antaranya yaitu potensi akal, syahwat dan emosi. Ketiga potensi tersebut tidak boleh dimatikan dan tidak boleh juga dilepaskan. Apabila ketiganya dimatikan atau di lepaskan tanpa kendali, maka akan menimbulkan efek buruk dalam kehidupan.
Akal jika dimatikan akan menyebabkan kebodohan dan menempatkan manusia pada derajat yang lebih rendah dibandingkan dengan binatang. Sebaliknya jika akal dibiarkan tanpa kendali akan melahirkan manusia yang licik.
Syahwat jika dimatikan akan menyebabkan manusia tidak mempunyai obsesi dan keinginan. Sebaliknya, jika syahwat dibiarkan tanpa kendali akan melahirkan manusia yang rakus dan tamak, manusia yang ingin memiliki bahkan meskipun bukan haknya.
Emosi jika dimatikan akan menyebabkan manusia menjadi penakut. Sebaliknya, jika emosi dilepaskan begitu saja akan melahirkan manusia yang emosional dan mudah marah.
Sikap yang bijaksana adalah dengan menempatkan ketiga potensi tersebut secara proporsional. Apabila akal ditempatkan secara proporsional, akan melahirkan manusia yang cerdas Ketika syahwat ditempatkan secara proporsional akan melahirkan manusia yang punya ‘iffah yaitu mereka yang menjaga kehormatan dirinya. Ketika emosi ditempatkan secara proporsional akan melahirkan manusia yang pemberani.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THi
Tidak ada seorang manusia pun yang steril dari kesalahan. Manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak mempunyai kesalahan, tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika melakukan kesalahan, segera menyadari diri, memohon pengampunan kepada Sang maha Pengampun. Jangan pernah putus asa dari kasih sayang Allah. Semua dosa akan diampuni, asalkan bisa menghentikannya, sungguh-sungguh menyesali diri dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.
Adakah di antara pembaca sekalian yang tidak pernah melakukan kesalahan?
Adakah di antara pembaca sekalian yang tidak penah berbuat dosa?
Kalau ada yang menjawab iya, maka yakinlah dia telah menambah kesalahan dan perbuatan dosa, karena tidak menyadari kesalahan dan dosanya.
Di antara manusia yang diciptakan oleh Allah swt., hanya para Nabi dan Rasul yang ma’shum (terpelihara dari dosa). Maka, selain mereka tidak ada seorang manusia pun yang steril dari kesalahan. Manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak mempunyai kesalahan, tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika melakukan kesalahan, segera menyadari diri, memohon pengampunan kepada Sang Maha Pengampun.
Seorang manusia tidak selayaknya menunda dan menangguhkan taubat, sebaliknya mesti bersegeralah meminta pengampunan kepada Allah swt. Ajal tidak pernah menunggu taubat, maka sebelum ruh sampai di tenggorokan, bertaubatlah.
Seorang hamba tidak selayaknya putus asa dari kasih sayang Allah karena semua dosa akan diampuni, kecil maupun besar, yang disengaja atau karena kelalaian, yang dilakukan sekaligus atau bertahap, yang dinampakkan atau pun disembunyikan, asalkan syarat-syarat taubat bisa dipenuhi.
Allah swt. menjanjikan dalam firman-Nya:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Terjemah:
Katakanlah! Wahai hamba-hambaku yang sudah melampaui batas atas diri mereka. Jangan putus asa dari kasih sayang Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
(QS az-Zumar: 53)
Dalam ayat di atas, Allah swt. menyapa manusia yang sudah melampaui batas dengan sapaan yang penuh kasih sayang dan menjanjikan kepada mereka pengampunan atas semua dosanya.
Adapun syarat-syarat taubat yang diterima apabila dosa tersebut berkaitan dengan hak Allah SWT. adalah:
Apabila dosa tesebut berkaitan dengan hak manusia, maka ditambah satu persyaratan yaitu menyelesaikan urusan tersebut dengan orang yang bersangkutan. Apabila berkaitan dengan kehormatan diri, maka penyelesaiannya dengan cara meminta maaf. Sedangkan apabila berkaitan dengan harta benda, maka penyelesaiannya adalah dengan mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya yang sah.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc, M.THI
Assalamu Alaikum Wr Wb.
Masa lalu adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan yang tak mungkin untuk diubah lagi. Masa lalu ada yang terasa indah, namun tidak sedikit pula yang kelam. Masa lalu yang indah bukan hanya untuk dijadikan sebagai kenangan, tetapi untuk dijadikan sebagai alarm pengingat ketika sudah terlalu jauh menyimpang dari yang semestinya. Masa lalu yang kelam bukan untuk disesali, tetapi sebagai pelajaran agar tidak lagi terulang pada diri sendiri dan orang lain.
Pernahkah anda sejenak meluangkan waktu untuk mengenang kembali apa yang telah dialami pada masa lalu?
Kalau pernah, kenangan apa yang paling anda ingat?
Kenangan indah yang menyenangkan atau kenangan buruk yang menyesakkan, atau mungkin dua-duanya?
Begitulah kehidupan manusia. Ia tidak terlepas dari tiga masa, masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Masa sekarang adalah lanjutan dari apa yang dialami pada masa lalu, karena itu keadaan di masa sekarang sangat ditentukan oleh cara menjalani hidup di masa lalu.
Bagaimanapun juga, masa lalu adalah bagian dari kehidupan seseorang yang tak terpisahkan dari dirinya yang tak mungkin untuk diubah lagi. Masa lalu ada yang terasa indah, namun tidak sedikit pula yang kelam. Masa lalu yang indah bukan hanya untuk dijadikan sebagai nostalgia dalam kenangan, tetapi banyak manfaat yang bisa diambil untuk kebaikan masa sekarang dan masa yang akan datang.
Masa lalu yang positif karena diisi dengan berbagai kebaikan seyogyanya dijadikan sebagai pengingat dan penyemangat, ketika di masa sekarang sudah mengalami perubahan. Sebagian orang terkadang menjadikan masa lalunya yang positif hanya sebatas kenangan.
Ada yang berkata: “Dulu saya pernah belajar agama, tetapi sekarang…. “
Ada lagi yang berkata: “Dulu saya juga rajin ibadah, tetapi sekarang …”
Ada juga yang berkata: “Dulu, Alhamdulillah, saya juga termasuk orang yang baik lah, tetapi sekarang … ”
Kebaikan-kebaikan di masa lalu bukan hanya untuk jadi kenangan, tetapi merupakan bukti nyata bahwa kalau di masa lalu bisa melakukan kebaikan, maka di masa sekarang dan di masa yang akan datang, pasti juga akan bisa melakukannya sepanjang ada kemauan dan usaha keras.
Sebaliknya, masa lalu yang kelam bukan untuk disesali, tetapi sebagai pelajaran agar tidak lagi terulang pada diri sendiri dan orang lain. Dalam beberapa ayat al-Quran, Allah swt. memerintahkan kepada manusia untuk mengambil pelajaran dari berbagai kejadian di masa lalu, baik yang dialami sendiri ataupun yang dialami oleh orang lain, baik kejadian yang bersifat individu yang dialami secara perseorangan ataupun kejadian yang dialami oleh satu komunitas. Allah swt. berfirman:
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (137) هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (138)
Terjemah:
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kalian sunnah-sunnah; karena itu berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (pesan-pesan Allah). Ini adalah penjelasan bagi seluruh manusia, petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang bertakwa”.
(QS Ali Imran: 137-138)
Dalam ayat di atas, setelah Allah swt. menegaskan sunnah dalam arti hukum kemasyarakatan yang telah terjadi pada orang-orang yang terdahulu, Allah swt. kemudian memerintahkan kepada manusia melalui Rasul-Nya untuk mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan kesudahan orang-orang yang mendustakan pesan-pesan Allah swt.
Sejarah telah banyak menceritakan betapa banyak orang atau kaum yang pada awalnya mendapatkan kejayaan, namun kemudian mengalami kejatuhan dan keruntuhan setelah meninggalkan tuntunan Allah swt dan mengabaikan hak-hak orang lain.
Semoga masa lalu bisa dijadikan sebagai peringatan dan pertunjuk sehingga masa sekarang bisa lebih baik daripada masa lalu dan masa depan bisa lebih baik lagi daripada masa sekarang.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THI
Kepercayaan adalah dasar dari setiap interaksi yang melibatkan dua orang. Hubungan pemimpin dengan rakyat, atasan dengan bawahan, orang tua dengan anak, suami dengan istri, begitu pula antar sahabat, semuanya membutuhkan saling kepercayaan. Ketika kepercayaan di antara keduanya sudah tidak ada, maka hubungan itu tidak akan pernah lagi harmonis. Tidak ada gunanya mempertahankan hubungan dengan siapapun yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepadamu.
Ketika ingin bepergian meninggalkan rumah dan menitipkan suatu barang, kepada siapakah anda akan menitipkannya?
Kepada seseorang yang punya hubungan keluarga?
Kepada teman sekerja?
Kepada tetangga yang paling dekat rumahnya?
Atau kepada seseorang yang bisa dipercaya untuk menjaga titipannya, sekalipun tidak ada hubungan keluarga, bukan teman kerja dan bukan pula tetangga dekat?
Saya yakin bahwa barang berharga yang anda miliki hanya akan dititipkan kepada orang yang bisa dipercaya. Bukan hanya barang, tetapi amanah dalam bentuk yang lainnya seyogyanya hanya diserahkan kepada orang yang bisa menjaganya.
Allah swt. memerintahkan di dalam al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Terjemah:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kalian menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah Maha mendengar dan Maha melihat
(QS an-Nisa: 58)
Kepercayaan adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan. Kepercayaan adalah dasar dari setiap interaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih.
Hubungan antara pemimpin dengan rakyat, atasan dengan bawahan, orang tua dengan anak, suami dengan istri, begitu pula antar sahabat, semuanya membutuhkan kepercayaan. Apabila kedua orang atau kedua pihak saling mempercayai, maka hubungan keduanya akan berjalan dengan harmonis.
Kepercayaan adalah ikatan yang menguatkan hubungan di antara kedua pihak. Selama masih ada kepercayaan, maka masalah apapun yang dihadapi oleh kedua pihak, akan bisa diselesaikan.
Namun ketika kepercayaan di antara keduanya sudah tidak ada, maka hubungan itu tidak akan pernah lagi harmonis. Masalah sekecil apapun tidak akan bisa diselesaikan, karena diliputi oleh kecurigaan. Sebaliknya, masalah kecil akan semakin membesar.
Tidak ada gunanya mempertahankan hubungan apapun dengan siapapun yang tidak bisa memberikan kepercayaan. Maka berikanlah kepercayaan kepada orang yang berinteraksi denganmu dan berusahalah untuk menjadi orang yang bisa dipercaya.
DR.H.Syahrir Nuhun, Lc, M.THi
Kepercayaan adalah dasar dari setiap interaksi yang melibatkan dua orang. Hubungan pemimpin dengan rakyat, atasan dengan bawahan, orang tua dengan anak, suami dengan istri, begitu pula antar sahabat, semuanya membutuhkan saling kepercayaan. Ketika kepercayaan di antara keduanya sudah tidak ada, maka hubungan itu tidak akan pernah lagi harmonis. Tidak ada gunanya mempertahankan hubungan dengan siapapun yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepadamu.
Ketika ingin bepergian meninggalkan rumah dan menitipkan suatu barang, kepada siapakah anda akan menitipkannya?
Kepada seseorang yang punya hubungan keluarga?
Kepada teman sekerja?
Kepada tetangga yang paling dekat rumahnya?
Atau kepada seseorang yang bisa dipercaya untuk menjaga titipannya, sekalipun tidak ada hubungan keluarga, bukan teman kerja dan bukan pula tetangga dekat?
Saya yakin bahwa barang berharga yang anda miliki hanya akan dititipkan kepada orang yang bisa dipercaya. Bukan hanya barang, tetapi amanah dalam bentuk yang lainnya seyogyanya hanya diserahkan kepada orang yang bisa menjaganya.
Allah swt. memerintahkan di dalam al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Terjemah:
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hokum di antara manusia, hendaklah kalian menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah Maha mendengar dan Maha melihat
(QS an-Nisa: 58)
Kepercayaan adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan. Kepercayaan adalah dasar dari setiap interaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih.
Hubungan antara pemimpin dengan rakyat, atasan dengan bawahan, orang tua dengan anak, suami dengan istri, begitu pula antar sahabat, semuanya membutuhkan kepercayaan. Apabila kedua orang atau kedua pihak saling mempercayai, maka hubungan keduanya akan berjalan dengan harmonis.
Kepercayaan adalah ikatan yang menguatkan hubungan di antara kedua pihak. Selama masih ada kepercayaan, maka masalah apapun yang dihadapi oleh kedua pihak, akan bisa diselesaikan.
Namun ketika kepercayaan di antara keduanya sudah tidak ada, maka hubungan itu tidak akan pernah lagi harmonis. Masalah sekecil apapun tidak akan bisa diselesaikan, karena diliputi oleh kecurigaan. Sebaliknya, masalah kecil akan semakin membesar.
Tidak ada gunanya mempertahankan hubungan apapun dengan siapapun yang tidak bisa memberikan kepercayaan. Maka berikanlah kepercayaan kepada orang yang berinteraksi denganmu dan berusahalah untuk menjadi orang yang bisa dipercaya.
DR.H.Syahrir Nuhun, Lc, M.THi
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Dalam setiap interaksi yang melibatkan dua pihak, apapun bentuknya, akan selalu meniscayakan adanya kewajiban dan hak. Tunaikanlah kewajiban seikhlas mungkin, tanpa mengharapkan pemenuhan hak secara berlebihan. Yakinlah! Kalau kewajiban sudah ditunaikan, maka Allah pasti akan memenuhi hak. Kalau tidak diperoleh dari orang yang semestinya di tempat yang seharusnya, maka Allah akan memberinya melalui orang lain di tempat yang berbeda. Bahkan kalaupun tidak didapatkan di dunia, maka bersyukurah karena itu artinya Allah telah menginvestasikannya di akhirat dengan balasan yang pasti berlipat ganda. Allah tidak akan pernah menganiaya hamba-hamba-Nya.
Seberapa sungguh-sungguh anda berusaha menunaikan kewajiban?
Dan seberapa ngotot anda menuntut hak?
Dalam kehidupan manusia di dunia ini, interaksi dengan orang lain adalah suatu keniscayaan. Setiap interaksi yang melibatkan dua pihak, apapun bentuknya, interaksi antara pemimpin dengan rakyat, interaksi antara atasan dengan bawahan, interaksi antara tokoh agama dengan umat, interaksi antara pendidik dengan orang dididik, interaksi antara orang tua dengan anak, interaksi antara suami dengan istri, interaksi di antara dua sahabat, akan selalu melahirkan adanya kewajiban dan hak.
Penunaian kewajiban dengan tuntutan pemenuhan hak mesti diseimbangkan dalam setiap interaksi di antara dua pihak. Keseimbangan antara pelaksanaan kewajiban dengan tuntutan pemenuhan hak dikemukakan dalam banyak ayat al-Qur’an dan hadis Nabi saw. Di antaranya Allah swt. berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Terjemah:
Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.
(QS al-Baqarah: 228).
Di dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan keseimbangan hak dengan kewajiban di antara suami istri. Keseimbangan akan menciptakan harmoni dalam rumah tangga. Sebaliknya, ketimpangan akan menimbulkan disharmoni dan konflik.
Dalam konteks hubungan yang harmonis antara pemimpin dengan rakyat, Rasulullah saw menjelaskan dalam hadis berikut:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ »
Artinya:
Dari ‘Auf bin Malik dari Rasulullah saw., beliau bersabda: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai dan kalian juga mencintai mereka, pemimpin yang mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Sejahat-jahat pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan mereka membenci kalian, pemimpin yang kalian kutuk dan mereka mengutuk kalian.
(HR Muslim)
Dalam hadis di atas, Rasulullah saw. membandingkan dua jenis pemimpin, yaitu pemimpin yang baik dan pemimpin yang jahat. Kedua jenis pemimpin tersebut bisa dibedakan berdasarkan interaksinya dengan masyarakat yang dipimpin.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai rakyat. Kecintaan pemimpin kepada rakyatnya, tentunya akan menumbuhkan cinta rakyat kepada pemimpinnya. Pemimpin yang baik juga adalah pemimpin yang mendoakan kebaikan untuk rakyatnya. Ketulusan seorang pemimpin dalam mendoakan kebaikan untuk rakyatnya, tentunya akan mendorong rakyatnya untuk juga mendoakan kebaikan untuk pemimpinnya.
Sebaliknya, pemimpin yang jahat adalah pemimpin yang membenci rakyatnya Kebencian seorang pemimpin kepada rakyatnya akan menumbuhkan kebencian di hati rakyat kepada pemimpinnya. Pemimpin yang jahat juga adalah pemimpin yang terbiasa mengutuk rakyatnya dan mempersalahkan mereka. Kutukan yang dengan mudah keluar dari lisan seorang pemimpin akan menyebabkan rakyat membalas untuk mengutuk mereka.
Menyeimbangkan antara pelaksanaan kewajiban dengan tuntutan pemenuhan hak adalah sikap yang bijaksana. Jangan sampai yang terjadi adalah tuntutan pemenuhan hak secara belebihan dengan mengeyampingkan pelaksanaan kewajiban. Bahkan akan sangat terpuji apabila seseorang melaksanakan kewajiban dengan seikhlas mungkin, tanpa mengharapkan pemenuhan hak secara berlebihan.
Kalau seseorang sudah menunaikan kewajibannya, maka Allah pasti akan memenuhi hak-haknya dengan cara yang terkadang tidak biasa. Ada yang mendapatkan haknya dari tempat yang semestinya menurut ukuran manusia, namun adapula yang memperolehnya dengan cara yang tidak disadarinya. Terkadang Allah memberikan hak kepada seseorang melalui orang lain di tempat yang berbeda.
Boleh jadi, ada seseorang bekerja keras di suatu tempat dengan mengerahkan upaya yang maksimal, namun mendapatkan imbalan yang tidak seimbang, namun di kali lain ia berkerja di tempat yang berbeda dan malah mendapatkan imbalan yang jauh lebih besar melebihi harapannya.
Bahkan kalaupun hak tidak didapatkan di dunia, maka tetaplah bersyukur karena itu artinya Allah telah menangguhkan imbalan di dunia dan menginvestasikannya di akhirat dengan balasan yang berlipat ganda.
Yakinlah! Allah tidak akan pernah menganiaya hamba-hamba-Nya.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THI
Orang yang selalu menepati janji akan mendapatkan kepercayaan, persahabatan, cinta dan kehormatan. Sementara orang yang sering mengingkari janjinya akan kehilangan semuanya.
Kesan apa yang anda rasakan ketika ada seseorang yang berkali-kali berjanji, namun seringkali mengingkarinya?
Perasaan jengkel, kesal dan marah. Mungkin itulah yang anda rasakan.
Begitulah pentingnya menepati janji. Integritas seseorang, salah satunya diukur dari kesungguhannya untuk menepati janji. Orang yang selalu berusaha untuk menepati janjinya akan mendapatkan kepercayaan, persahabatan, cinta dan kehormatan. Sementara orang yang tidak menepati janji akan kehilangan semuanya.
Dalam agama, seseorang yang apabila berjanji kemudian mengingkarinya dipandang sebagai orang yang memiliki ciri-ciri kemunafikan.
Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ »
Artinya:
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila ia bicara, ia dusta, apabila ia berjanji ia mengingkari dan apabila diberi amanah ia mengkhianatinya.
(HR al-Bukhari)
Ada banyak faktor yang bisa menjadikan seseorang sering mengingkari janji. Di antaranya menganggap sepele sebuah janji. Pada dasarnya sebuah janji adalah komitmen diri dan salah satu ukuran kepribadian seseorang, maka tidak seharusnya janji disepelekan.
Penyebab lainnya adalah karena tidak mengukur kemampuan diri ketika berjanji. Sikap seperti ini seringkali terjadi ketika seseorang hanya mencari jalan pintas untuk meraih sebuah keinginan atau mendapatkan sesuatu dari orang lain.
Misalnya saja, ketika ada yang ingin berhutang dan mendapatkan pinjaman dari orang lain, maka dengan mudahnya dia berjanji akan mengembalikannya pada waktu tertentu tanpa mengukur kemampuannya, karena yang terpenting baginya adalah mendapatkan pinjaman.
Begitu pula adanya, ketika ada seseorang yang mencalonkan diri menjadi pejabat, maka demi mendapatkan jabatan tersebut, dengan mudahnya ia menjanjikan sesuatu kepada siapapun yang diharapkan bisa memuluskan keadaannya.
Jangan terlalu mudah berjanji dan jangan terlalu sering berjanji. Pikirkan sebelumnya dengan seksama. Ukur dulu kemampuan diri. Setelah yakin atau menduga kuat akan bisa menunaikannya, maka silahkan berjanji.
Jangan lupa ketika berjanji untuk mengembalikannya kepada Allah swt. dengan ucapan ‘insyaallah’ karena manusia hanya bisa merencanakan dan mengupayakan, tetapi hanya Allah yang kuasa mewujudkannya.
Dr. H.Syahrir Nuhun, Lc.M.THI
Orang yang selalu menepati janji akan mendapatkan kepercayaan, persahabatan, cinta dan kehormatan. Sementara orang yang sering mengingkari janjinya akan kehilangan semuanya.
Kesan apa yang anda rasakan ketika ada seseorang yang berkali-kali berjanji, namun seringkali mengingkarinya?
Perasaan jengkel, kesal dan marah. Mungkin itulah yang anda rasakan.
Begitulah pentingnya menepati janji. Integritas seseorang, salah satunya diukur dari kesungguhannya untuk menepati janji. Orang yang selalu berusaha untuk menepati janjinya akan mendapatkan kepercayaan, persahabatan, cinta dan kehormatan. Sementara orang yang tidak menepati janji akan kehilangan semuanya.
Dalam agama, seseorang yang apabila berjanji kemudian mengingkarinya dipandang sebagai orang yang memiliki ciri-ciri kemunafikan.
Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ »
Artinya:
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila ia bicara, ia dusta, apabila ia berjanji ia mengingkari dan apabila diberi amanah ia mengkhianatinya.
(HR al-Bukhari)
Ada banyak faktor yang bisa menjadikan seseorang sering mengingkari janji. Di antaranya menganggap sepele sebuah janji. Pada dasarnya sebuah janji adalah komitmen diri dan salah satu ukuran kepribadian seseorang, maka tidak seharusnya janji disepelekan.
Penyebab lainnya adalah karena tidak mengukur kemampuan diri ketika berjanji. Sikap seperti ini seringkali terjadi ketika seseorang hanya mencari jalan pintas untuk meraih sebuah keinginan atau mendapatkan sesuatu dari orang lain.
Misalnya saja, ketika ada yang ingin berhutang dan mendapatkan pinjaman dari orang lain, maka dengan mudahnya dia berjanji akan mengembalikannya pada waktu tertentu tanpa mengukur kemampuannya, karena yang terpenting baginya adalah mendapatkan pinjaman.
Begitu pula adanya, ketika ada seseorang yang mencalonkan diri menjadi pejabat, maka demi mendapatkan jabatan tersebut, dengan mudahnya ia menjanjikan sesuatu kepada siapapun yang diharapkan bisa memuluskan keadaannya.
Jangan terlalu mudah berjanji dan jangan terlalu sering berjanji. Pikirkan sebelumnya dengan seksama. Ukur dulu kemampuan diri. Setelah yakin atau menduga kuat akan bisa menunaikannya, maka silahkan berjanji.
Jangan lupa ketika berjanji untuk mengembalikannya kepada Allah swt. dengan ucapan ‘insyaallah’ karena manusia hanya bisa merencanakan dan mengupayakan, tetapi hanya Allah yang kuasa mewujudkannya.
Dr. H.Syahrir Nuhun, Lc. M.THI
Dalam keadaan bagaimanapun, seorang panutan harus selalu menjadi teladan dan memberikan inspirasi dan motivasi kepada orang lain. Sesekali ia boleh gelisah, tetapi jangan pernah terlihat lemah dan putus asa. Kelemahan seorang panutan akan menularkan perasaan ketidak berdayaan kepada orang yang meneladaninya. Berusahalah untuk tetap kuat dan menguatkan.
Seberapa sering anda memotivasi orang lain?
Lalu seberapa sering anda menguatkan diri sendiri?
Ketika ada seseorang mengalami satu permasalahan hidup yang berat sehingga ia membutuhkan nasehat, semangat dan motivasi untuk menguatkannya, maka akan banyak orang yang bisa melakukannya. Namun ketika seseorang ingin menguatkan dirinya sendiri, maka itu tidaklah mudah untuk dilakukan
Menasehati orang lain tidaklah sulit, yang sulit adalah menasehati diri sendiri. Menyemangati oang lain tidaklah susah, yang susah adalah menyemangati diri sendiri. Menguatkan orang lain tidaklah berat, yang berat adalah menguatkan diri sendiri.
Ketika ada seseorang yang begitu dibutuhkan oleh orang lain, apalagi jika banyak orang yang bergantung kepadanya, membutuhkan dukungannya dalam bentuk apapun, moril, materil, keteladanan dan lainnya, maka seringkali ia harus belajar untuk ‘menyembunyikan keadaan’-nya yang sesungguhnya dan menampakkan apa yang berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.
Seorang pemimpin tidak boleh memperlihatkan kepanikannya di hadapan rakyatnya, sesulit apapun krisis yang dihadapi. Seorang panglima perang tidak boleh menampakkan rasa gentar terhadap musuh di hadapan para prajuritnya karena itu akan meruntuhkan mental mereka.
Orang tua yang bijaksana tidak akan mengeluhkan kesulitan yang mereka alami kepada anak-anaknya. Mereka akan selalu tersenyum untuk menyembunyikan kegetiran hidupnya.
Sebagai seorang manusia, siapapun orangnya akan pernah mengalami masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu, sesekali ia boleh gelisah, tetapi jangan pernah terlihat lemah dan putus asa. Kelemahan seorang panutan akan menularkan perasaan ketidak berdayaan kepada orang yang meneladaninya.
Ketika ingin mengeluh dan mengadu, sampaikanlah keluhan dan pengaduan tersebut kepada Allah swt. Nabi saw. pun pernah mengeluh kepada Allah swt. Dalam perjalanan pulang dari Taif menuju ke Makkah, ketika dakwah beliau ditolak oleh penduduk Taif, bahkan beliau dihina, dilempari dengan batu sehingga kaki beliau mengucurkan darah dan diusir dari Taif. Beliau kemudian menyampaikan keluhannya kepada Allah swt. dengan berkata:
اللهم إني أشكو إليك ضعف قوتي وهواني على الناس،أرحم الراحمين أنت أرحم الراحمين إلى من تكلني إلى عدو يتجهمني أم إلى قريب ملكته أمري،إن لم تكن غضبان علي فلا أبالي،غير أن عافيتك أوسع لي،أعوذ بوجهك الذي أشرقت له الظلمات وصلح عليه أمر الدنيا والآخرة أن ينزل بي غضبك أو يحل بي سخطك،لك العتبى حتى ترضى ولا حول ولا قوة إلا بالله.
Artinya:
Ya Allah! Sesungguhnya aku mengadukan kepada-Mu lemahnya kekuatanku dan kehinaanku atas manusia. Wahai yang paling Pengasih di antara yang Pengasih. Engkau yang Paling Pengasih di antara yang Pengasih. Kepada siapa Engkau akan menyerahkanku? Kepada musuh yang akan menyerangku? Atau kepada kerabat yang Engkau berikan kuasa kepadanya atasku. Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, maka saya tidak peduli. Hanya saja ‘afiyatmu lebih luas untukku. Saya berlindung dengan wajah-Mu yang telah menyinari kegelapan dan memperbaiki urusan dunia dan akhirat dari turunnya marah-Mu kepadaku atau murka-Mu yang menimpaku. Bagi-Mu hak sampai Engkau ridha. Tidak ada kekuatan yang menolak keburukan dan tidak ada kekuatan yang mendatangkan kebaikan kecuali dengan izin Allah swt.
(HR al-Tabrani)
Dalam keadaan bagaimanapun, seorang panutan harus selalu menjadi teladan dan memberikan inspirasi dan motivasi kepada orang lain serta berusaha untuk tetap terlihat tegar, kuat dan menguatkan.
Dr. H.Syahrir Nuhun, Lc.M.THI
Kelembutan bukanlah tanda kelemahan diri, tetapi dia adalah magnet yang sanggup menarik orang banyak untuk berada di sekelilingmu. Sikap kasar bukanlah tanda kekuatan, tetapi justru merupakan tanda ketidakberdayaan dan kelemahan diri yang akan menjauhkanmu dari orang lain. Anda bisa dengan mudah menguasai fisik seseorang dengan paksaan dan tekanan, tetapi sampai kapanpun anda tidak akan pernah bisa memiliki hatinya.
Perang Uhud adalah perang yang mendatangkan kepiluan di hati Rasulullah saw dan kaum muslimin. Dalam peperangan tersebut kaum muslimin mengalami kekalahan. Tujuh puluh sahabat Rasulullah saw. gugur di medan peperangan Nabi saw sendiri juga terluka, gigi beliau tanggal dan wajahnya berlumuran darah. Nabi saw bahkan diberitakan wafat. Banyak sahabat yang melarikan diri dari medan peperangan, sehingga yang tersisa dan bertahan hanya sekitar sepuluh sampai tiga puluh orang. Mereka meninggalkan Nabi saw. di medan peperangan.
Bagi orang biasa, kondisi tersebut tentulah akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam di hati dan akan menjadi sesuatu yang wajar apabila kemudian memberikan reaksi yang keras.
Namun Rasulullah saw. bukanlah orang biasa. Beliau adalah seorang nabi yang diliputi dengan rahmat Allah swt. Dengan rahmat itulah, Nabi saw tetap bersikap lemah lembut terhadap mereka. Hal ini digambarkan oleh Allah swt. dalam ayat berikut:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Terjemah:
Maka disebabkan kasih sayang dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah dan mohonkanlah ampunan untuk mereka dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-orang bertawakkal.
(QS Ali Imran: 159).
Kelembutan adalah magnet yang bisa menarik banyak orang untuk mendekat. Suami yang lembut dan romantis akan lebih dihormati istrinya daripada suami yang kasar dan sering memarahi. Orang tua yang lembut dan senang memuji akan lebih disayangi anak-anaknya daripada orang tua yang kasar dan suka membentak. Seorang pendidik yang lembut dan memotivasi akan lebih menarik bagi anak didiknya daripada pendidik yang kasar dan suka menghukum. Seorang muballigh yang lembut dan santun akan lebih didengar jamaahnya daripada muballigh yang kasar dan suka menghujat. Seorang pemimpin yang lembut dan selalu merangkul akan lebih ditaati daripada pemimpin yang kasar dan senang memukul. Pendeknya kelembutan adalah hiasan yang akan memperindah pemiliknya.
Kelembutan bukan berarti kelemahan dan ketidaktegasan, karena lawan dari kelembutan bukanlah ketegasan tetapi kekasaran, sementara lawan dari ketegasan adalah sikap plin plan dan tidak konsisten. Bukankah ada orang yang tegas tapi kasar dalam perangai dan tutur katanya. Sebaliknya ada orang yang lembut dalam penyampaiannya, tetapi tegas dalam prinsifnya.
Sikap kasar dan tindakan yang mengintimidasi boleh jadi akan membuat orang lain merasa lemah dan tunduk, tetapi sesungguhnya ketundukannya adalah ketundukan semu. Fisiknya bisa saja dikuasai dan tubuhnya boleh jadi terpenjara, tetapi hatinya tidak akan pernah bisa dimiliki.
Mari kita merenungkan perintah Allah swt. kepada nabi Musa as dan Harun as. Berikut ini:
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Terjemah:
Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, lalu ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang lembut semoga dia mengambil pelajaran atau merasa takut (kepada Allah).
(QS Taha: 43-44)
Subhanallah! Ingatlah selalu ayat ini ketika hendak menasehati orang lain Kalau manusia sebaik nabi Musa as dan Harun as ketika hendak menasehati manusia seperti Fir’aun yang sudah sangat melampaui batas, masih diperintahkan oleh Allah swt untuk menyampaikan perkataan yang lembut, lalu bagaimana dengan orang yang belum sebaik nabi Musa as dan Harun as yang hendak menasehati orang yang belum sejahat Fir’aun? Bukankah perkataannya mestinya jauh lebih lembut? Renungkanlah!
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc.M.THI
Kemampuan mengendalikan emosi dan menahan rasa marah adalah batas minimal dari sebuah ketaqwaan. Mencabut rasa jengkel dari dalam hati sampai ke akar-akarnya dan memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh hati berada satu tingkat di atasnya. Namun puncak dari semuanya adalah ketulusan hati untuk membalas perlakuan buruk dengan sikap yang terbaik.
Di hadapan jamaah pengajian, saya pernah mengajukan satu pertanyaan sederhana. Pertanyaannya seperti ini; “Menurut bapak ibu, apakah indikator ketakwaan seseorang?”
Di antara jamaah ada yang menjawab; orang yang bertakwa adalah orang yang rajin shalat, bukan hanya shalat wajib, tetapi juga shalat sunnah, bahkan selalu mengupayakan untuk shalat berjamaah di awal waktu.
Ada juga yang menjawab bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang rajin membaca al-Qur’an, mempelajarinya, bahkan menghapalnya.
Ada juga yang menjawab bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang rajin pergi haji dan berkali-kali ‘umrah.
Ada juga yang menjawab bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang rajin berzikir. Lidahnya hampir tidak pernah berhenti melantunkan kalimat-kalimat thayyibah, bahkan di tangannya selalu terselip misbahah (alat penghitung tasbih).
Jawaban-jawaban yang dikemukakan di atas tentulah tidak salah. Semua jawaban tersebut benar, hanya saja belum mencerminkan ketakwaan secara utuh.
Ketakwaan sesungguhnya tidak hanya dinilai dan diukur dari kesalehan personal dalam kaitannya dengan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, bacaan al-Quran, zikir dan semacamnya. Lebih dari itu, ketakwaan juga dinilai dan diukur dari kesalehan sosial dalam kaitannya hubungan dengan sesama manusia.
Begitu banyak al-Quran yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya adalah firman Allah swt dalam rangkaian ayat-ayat berikut ini:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135)
Terjemah:
Dan bersegeralah kalian mencari ampunan dari tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mendzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.
(QS Ali Imran: 133-135)
Rangkaian ayat di atas menguraikan 5 indikator ketakwaan, yaitu:
Dari lima ciri yang dikemukakan di atas, empat ciri yang pertama semuanya berkaitan dengan kesalehan sosial dalam arti hubungan dengan sesama manusia dan hanya ciri yang kelima saja yang berkaitan dengan kesalehan personal dalam arti hubungan dengan Allah swt.
Selain itu, ciri yang kedua sampai keempat juga berkaitan dengan reaksi yang ditunjukkan terhadap sikap orang lain. Hal ini juga sekaligus menunjukkan level ketakwaan seseorang.
Level ketakwaan bisa diukur dari reaksi yang ditunjukkan ketika diperlakukan dengan sewenang-wenang oleh orang lain. Bagi yang mempunyai level ketakwaan yang paling rendah, dia akan berusaha untuk mengendalikan emosi dan menahan amarahnya.
Sementara bagi yang lebih tinggi lagi level ketakwaannya, dia tidak akan sebatas menahan amarah, tetapi juga berusaha memaafkan. Bukankah ada orang yang sanggup menahan marah, tetapi belum bisa memaafkan?
Saya pernah mendengar ada orang yang berkata seperti ini: “Saya sudah didzalimi, tetapi saya tidak bisa membalas, saya bersabar saja dan berdo’a mudah-mudahan Allah swt. yang memberikan hukuman atas kedzalimannya”.
Kalau seperti ini keadaannya, berarti baru sebatas mengendalikan emosi, tetapi belum bisa memaafkan. Orang yang memaafkan adalah mereka yang bisa mencabut rasa marah di dalam hatinya sampai ke akar-akarnya dan menghapusnya sehingga seakan-akan tidak pernah ada masalah sama sekali.
Namun level ketakwaan yang paling tinggi adalah ketika mampu membalas keburukan tersebut dengan kebaikan. Inilah yang dinamakan dengan ihsan dan inilah yang paling disukai oleh Allah swt.
Terus meneruslah berusaha meningkatkan level ketakwaan sampai mencapai puncaknya sehingga segala bentuk keburukan dari orang lain senantiasa bisa disikapi dengan kebaikan.
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc. M.THI
Kesan apa yang anda rasakan ketika menjumpai seseorang yang menyuruh orang lain melakukan sesuatu perbuatan atau meninggalkan suatu perbuatan, tetapi dia sendiri tidak mencontohkannya?
Boleh jadi anda merasa dongkol, lalu kehilangan rasa hormat terhadap yang bersangkutan.
Jawaban anda sesungguhnya menunjukkan betapa pentingnya keteladanan. Sebatas mengajarkan sesuatu kepada orang lain tanpa menunjukkan keteladanan hanya akan memberikan bekas dalam pikirannya akan tetapi tidak akan memberikan pengaruh positif di dalam hatinya.
Keteladanan dibutuhkan di semua tempat, di rumah, di lembaga pendidikan formal maupun non formal apalagi di lingkungan masyarakat
Dalam keluarga, orang tua mesti memberikan keteladanan kepada anak-anaknya. Anak ibarat kertas putih, yang bisa ditulisi dengan tulisan apa saja. Peran orangtua sangatlah vital karena melalui orang tualah, anak akan menjadi manusia yang baik atau tidak. Satu hal yang sangat penting adalah keteladanan dalam melakukan hal-hal yang terpuji. Inilah yang harus dilakukan orangtua. Bukan hanya memerintah dan menyalahkan, tapi yang lebih penting adalah memberikan contoh kongkret.
Rasulullah SAW, sebagai teladan paripurna, telah memberikan tuntunan bagaimana mendidik dan mempersiapkan anak. Bahkan jauh sebelum Rasulullah saw, nabi Ibrahim as juga telah menunjukkan hal tersebut.
Mari kita simak doa Nabi Ibrahim as berikut ini:
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء
Terjemah:
Tuhan jadikanlah saya orang mendirikan shalat dan (begitu pula) anak keturunanku. Tuhan kami! Sesungguhnya Engkau Maha menerima doa.
(QS Ibrahim: 40)
Menyimak doa Nabi Ibrahim as di atas, kita bisa melihat bahwasanya nabi Ibrahim as terlebih dahulu meminta kepada Allah swt. untuk dijadikan sebagai orang yang mendirikan shalat sebelum meminta anugerah yang sama untuk anak keturunannya.
Terkadang ada orang tua yang menegur anaknya dengan keras ketika menemukan anaknya asyik menonton televisi atau bermain game dan menyuruh anaknya untuk segera ke masjid pergi shalat, tetapi yang terjadi kemudian malah dia sendiri yang asyik nonton televisi.
Ada juga orang tua yang rajin menasehati anaknya untuk selalu berbicara yang santun dan tidak berkata-kata kasar, sementara dia sendiri terlampau sering berkata-kata kasar kepada pasangan hidupnya di hadapan anak-anaknya.
Seorang tokoh agama, penyampai pesan-pesan ilahi, sudah selayaknya menghiasi diri dengan keteladanan. Seindah apapun retorika yang disampaikan, sekuat apapun hujjah yang dikemukakan, namun apabila tidak disertai dengan keteladanan, maka hanya akan menjadi cibiran di kalangan umat. Oleh karena itu, Allah swt mencela dengan keras seseorang yang mengucapkan apa yang ia tidak lakukan dan menilainya sebagai keburukan yang besar di sisi-Nya.
Seorang pemimpin masyarakat juga harus bisa memberikan keteladanan kepada masyarakat yang dipimpinnya. Tanpa keteladanan, maka ia akan kehilangan rasa hormat dari masyarakatnya.
Masyarakat akan lebih bisa menerima kondisi susah yang disampaikan dengan penuh kejujuran dibandingkan dengan kesenangan semu yang disampaikan dengan kebohongan.
Bagaimanapun juga, tidak ada yang lebih besar pengaruhnya untuk mengubah orang lain dibandingkan dengan keteladanan.
(Dr. H.Syahrir Nuhun, Lc, MTHI)
Pengasuh rubrik Tanya Ustadz
Seringkali ada rasa keingintahuan bagaimana cara orang-orang besar mengatur waktu dan pekerjaannya. Orang-orang besar maksudnya adalah orang-orang yang diberi amanah besar. Orang-orang yang secara sosial menempati piramida puncak dalam masyarakat. Beberapa diantaranya, Presiden, Menteri, Direktur BUMN, direktur perusahaan, Gubernur, Bupati dan seterusnya. Terlepas dari bagaimana hasil akhir dari kepemimpinan mereka, satu hal yang sama adalah bahwa mereka telah melakukan hal yang lebih banyak daripada yang dilakukan orang kebanyakan. Tentu dengan jumlah waktu yang sama yang diberikan Tuhan. Yaitu 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan dan 365 hari setahun.
Pak Jokowi misalnya, dengan waktu yang dimiliki, bisa menyelesaikan banyak hal secara efektif dan kelihatan hasilnya. Jokowi keliling Indonesia blusukan, memantau kinerja para menteri, gubernur, dan bupati untuk memastikan bahwa langkah-langkah dan keputusan mereka terkoordinir efektif sesuai visi dan misi pemerintahan. Sambil menjalankan itu, Jokowi masih mampu menghadapi para pengganggunya, membuat strategi politik agar pemerintahan tetap stabil dan tujuan tercapai. Coba perhatikan, menangani Freeport saja sudah bisa dibayangkan beratnya persoalan, banyaknya kepentingan dan pihak-pihak terkait harus dihadapi. Bukan hanya dalam negeri, semisal masyarakat sekitar, Pemda, Aparat, para Petualang Politik dan Bisnis, tapi juga serta luar negeri yang berseberangan kepentingan dengan pemerintah. Semua itu harus dilakukan dan diselesaikan dengan modal yang sama yaitu 24 Jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan dan 365 setahun
Menangani masalah-masalah baik rutin semacam rapat kabinet, rapat koordinasi gubernur bupati maupun masalah-masalah insidental seperti kebakaran hutan, hubungan negara sahabat, aktivitas mewakili kepala negara dll. Mengatur strategi menempatkan orang-orangnya guna mengendalikan pergerakan politik di Indonesia, bahkan masih sempat untuk kumpul keluarga, menemani cucunya jalan-jalan ke Mall dan lain-lain, dan seterusnya. Dengan jumlah waktu yang sama, Beliau sudah melakukan banyak hal yang tidak (bisa) dilakukan oleh orang kebanyakan. Demikian pada berbagai level dibawahnya, semua orang akan memanfaatkan modal waktu dari Tuhan untuk melakukan berbagai aktivitas yang diembannya. Modalnya sama, 24 Jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan dan 365 setahun.
Kalau bisa disimpulkan, masing-masing orang punya Modal yang sama namun bisa menghasilkan Output tak terbatas. Ibaratnya, sama-sama punya modal (uang) Rp. 1000,-. Dengan modal tersebut, ada yang bisa memperoleh segalanya, kesejahteraan, rumah, mobil, kesehatan, persahabatan, kebahagiaan, keliling dunia, dan segala macam yang diperlukan sebagai hasil dari kemampuan mengelola modal yang dimiliki. Di lain pihak, dengan modal yang sama, ada yang hanya bisa membeli sekedar kebutuhan makan. Bahkan lebih celaka lagi ada yang menyia-nyiakan modalnya berlalu tanpa ada hasil yang bisa dibanggakan. Itulah Modal kita semua 24 Jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan dan 365 setahun.
Masuk kategori dimanakah kita ? Sungguh, Demi Masa. Semua orang berada dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh. Saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran (Al Ashr 1 – 4).
Mukhammad Idrus,
Dosen UNM Makassar
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Setiap shalat kita wajib membaca Surat Al Fatihah. Tentu kita perlu menggali spirit dari Al Fatihah ini agar tidak hanya jadi ritual tapi juga mendapatkan spiritnya.
Jangan sampai karena seringnya dibaca maka sudah hafal luar kepala dan bisa dibaca dengan sangat cepat. Karena begitu cepatnya maka hanya mulut yang membaca namun hati tidak memberi makna. Padahal surat Al Fatihah maknanya demikian tinggi dan sempurna. Berisi pujian dan do’a kepada Allah. Jika memuji dan berdo’a hanya di mulut saja tanpa kehadiran hati maka besar kemungkinan Allah tidak akan menerima dan mengabulkannya. Untuk itu mari memaknai bacaan Al Fatihah ayat demi ayat.
Saat membaca “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” maka itu bermakna segala perbuatan diawali dengan nama Allah. Artinya melibatkan Allah dalam segala aktivitas sehingga bertekad untuk melaksanakan yang benar dengan benar.
Saat membaca “segala puji hanya untuk Allah Tuhan semesta alam” maka maknai dan sadarilah bahwa segala nikmat yang kita miliki sehingga manusia memuji kita semuanya berasal dari Allah. Harta, tahta, ilmu, dan kelebihan lain yang dimiliki semua titipan dari Allah dan hanya Allah yang berhak untuk dipuji. Manusia hanya menerima titipan dan amanah untuk menggunakan titipan tersebut agar memberi manfaat sebesar-besarnya.
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” bahwa sungguh demikian besar cinta dan sayangnya Allah kepada hamba-Nya maka diberikanlah nikmat yang sangat banyak yang tak terhingga jumlahnya.
“Yang Menguasai hari pembalasan” bahwa akan tiba masa segalanya dipertanggungjawabkan di depan mahkamah Sang Maha Adil. Segala amanah yang telah Allah berikan berupa waktu, kesehatan, harta, jabatan, keluarga dan sebagainya akan ditanya oleh Allah penggunaannya selama di dunia. Tidak akan ada yang lolos dari hari tersebut karena Allah memiliki bukti dan rekaman yang lengkap.
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”. Bermakna segala aktivitas kehidupan kita sebagai bentuk ibadah atau penyembahan kepada Allah. Aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan semua hendaknya bernilai ibadah. Dalam menjalani kehidupan tentu ada masalah. Allah tempat berdo’a memohon pertolongan disertai dengan usaha maksimal melakukan pemecahan masalah.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” bermakna dalam menjalani kehidupan ini kita bertekad untuk berada di jalan yang lurus. Menjauhkan diri dari pelanggaran. Menggapai target dengan cara yang benar. Jauh dari perilaku menghalalkan segala cara.
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. Ada 3 golongan manusia dalam menjalani hidup ini yaitu : 1). mereka yang selalu di jalan yang salah; 2). Mereka yang pernah di jalan yang salah dan sekarang sudah kembali ke jalan yang benar. 3). Mereka yang selalu di jalan yang benar (istiqamah). Dengan do’a ini harapannya kita masuk dalam golongan yang ketiga yaitu orang yang istiqamah.
Ternyata Al Fatihah yang sering dibaca setiap hari memiliki makna yang luar biasa. Jika makna itu dapat dipahami, dihayati dan do’anya terkabul, Insya Allah hidup yang dijalani akan menggapai sukses dan bahagia. Amin.
Syamril, S.T, M.Pd
Penulis buku, 50 Jalan Kalla, Kerja Ibadah
Assalamu Alaikum Wr.Wb
Seminar di Athirah Bone awal bulan Januari 2018 lalu yang diisi oleh Ust. Kamal Kepala AQL Makassar sungguh sangat menarik. Tema yang dibahas yaitu supra rasional. Ust. Kamal mengisahkan perjalanan hidupnya yang tidak masuk akal. Menjadi guru ngaji tanpa gaji. Berani menikah padahal tidak punya penghasilan yang jelas. Namun semua dilaluinya dan tetap bisa menghidupi istrinya. Sampai punya anak juga bisa aqiqah padahal anaknya 3 orang pertama lahir laki laki semua. Lebih mahal karena kambingnya dua ekor.
Sampai akhirnya Ust. Kamal hijrah ke Makassar dan membina Rumah Tahfizh Gratis. Ada santri 120 orang. Tinggal di kawasan elit Bukit Baruga. Biaya kontrak rumah saja bisa 100 an juta pertahun. Listrik dan air 20 an juta perbulan. Belum lagi makan dan minum, honor pengajar dan sebagainya. Bisa 100 an juta per bulan. Tidak mungkin mengandalkan gaji pribadi.
Dari mana semua biaya tersebut? Tetap dari sumbangan donatur cuma jalan mendapatkannya yang tidak umum. Tidak ada proposal dan iklan penggalangan dana. Ust. Kamal hanya menceritakan aktivitasnya. Akhirnya banyak orang yang Allah gerakkan hatinya untuk membantu.
Ada juga cari lain yaitu sedekah ilmu. Tiap hari santri beliau yang sudah remaja mengajar anak TK dan SD Athirah menghafal Al Qur'an dengan Metode Kaisa. Beliau tidak mau digaji. Alasannya "saya punya kebutuhan yang banyak. Maka saya ingin mengetuk pintu langit Allah yang Maha Kaya dengan cara santri saya mengajarkan Al Qur'an sebagai sedekah ilmu".
Apa hasilnya? Semua kebutuhan santri terpenuhi dan datang saat dibutuhkan dari jalan yang tak pernah disangka-sangka. Suatu hari setelah isi pengajian tiba-tiba ada yang beri 20 juta dari orang yang tidak dikenal. Ternyata memang lagi ada kebutuhan sejumlah 20 juta untuk beli tempat tidur santri putra. Dana itu pun langsung dibawa ke toko meubel.
Itulah supra rasional. Didasari keyakinan bahwa semua rejeki dari Allah SWT. Bagi Allah tidak ada yang sulit. Allah dalam surat At Thalaq ayat 3 menjanjikan bagi orang yang bertakwa akan diberikan rejeki dari jalan yang tak terduga.
Pada sesi tanya jawab di seminar itu seorang santri bertanya apa amalan yang dilakukan Ust. Kamal sehingga mendapatkan rejeki yang supra rasional. Beliau pun menceritakan tentang Alm KH. Lanre Said pimpinan Pesantren Tuju-Tuju Bone yang menjadi gurunya. Pesantren ini dulu santrinya ribuan dan juga gratis. Pak Kiyai sangat yakin Allah akan memberi makan santrinya jika 3 syarat bisa dipenuhi. Apa syaratnya?
Pak Kiyai pernah berucap " selama saya masih mendahulukan kepentingan dakwah dan pesantren dari pada kepentingan pribadi, tidak melakukan dosa besar dan tidak pernah berbohong maka saya yakin rejeki kalian masih ada di sini". Demikianlah kehidupan beliau. Sangat sederhana. Rumah kecil seadanya. Semua pikiran dan usahanya untuk dakwah. Tidak pernah berpikir bisa dapat apa dengan posisinya sebagai Kiyai pesantren. Lalu tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak pernah berbohong. Dengan 3 amalan itu maka pak Kyai yakin Allah akan mengabulkan permohonannya dan memenuhi kebutuhannya.
Itulah yang juga dijaga dan diamalkan oleh Ust. Kamal. Meskipun donatur sudah banyak bahkan di kawasan Kayu Agung saja ada 3 rumah yang total harganya lebih dari 5 Milyar yang dititipkan kepadanya. Berarti orang sangat percaya padanya. Tapi hidupnya tetap sederhana. Tidak menggunakan kesempatan itu untuk kepentingan pribadi.
Apa mau juga mendapatkan rejeki supra rasional? Silakan amalkan 3 amalan tersebut. Selamat mencoba.
Penulis,
Syamril, S.T., M.Pd.
Direktur Sekolah Islam Athirah
Sabar tidak ada batasnya, tapi kesabaran bisa bermetamorfosis dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Sabar juga bukan kepasrahan mutlak tanpa usaha atau keterpaksaan, tetapi sabar adalah pilihan dan kesadaran aktif yang bersifat dinamis untuk meraih yang lebih baik. Jadi jangan pernah menyerah dan putus asa. Yakinlah! Untuk setiap satu kesulitan selalu disertai minimal dua kemudahan.
Apakah kesabaran ada batasnya?
Pertanyaan ini seringkali terdengar, terutama dari orang yang sudah merasa putus asa dengan usahanya.
Sebagian orang menyatakan bahwa kesabaran memang ada batasnya. Pernyataan tersebut bisa dinilai benar kalau dilihat dari segi kemampuan manusia yang tentu saja terbatas.
Meskipun demikian, Saya pribadi berpandangan bahwa kesabaran tidak mempunyai batas akhir, karena apabila kesabaran mempunyai batas, maka ketika melewati batas, itu artinya sudah tidak sabar lagi. Bagaimanapun juga kemampuan manusia untuk bertahan sampai pada puncak kesabaran, tentulah berbeda-beda.
Mari kita merenungi bersama firman Allah swt. berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Terjemah:
Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu, serta tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapatkan keberuntungan.
(QS Ali Imran: 200)
Dalam ayat di atas, Allah swt. tidak hanya memerintahkan untuk bersabar, tetapi juga memerintahkan untuk mempertahankan dan menguatkan kesabaran.
Secara bahasa, makna sabar berkisar pada tiga hal. Pertama, menahan; Kedua, ketinggian sesuatu; Ketiga, sejenis batu. Dari makna menahan lahirlah makna konsisten, karena seseorang yang bertahan akan menahan pandangannya pada satu sikap. Seseorang yang bersabar adalah orang yang mampu menahan gejolak hatinya.
Ketiga makna tersebut saling berkaitan karena seseorang yang bersabar akan menahan diri dan untuk itu dia memerlukan jiwa yang kokoh laksana batu sehingga dapat mencapai puncak yang tinggi.
Kesabaran terkadang disalahpahami. Di antara kesalahpahaman tentang kesabaran adalah ketika sabar diidentikkan dengan diam. Pada saat melihat seorang anak kecil yang pendiam, terkadang ada yang langsung berkomentar: “Sabarnya anak ini”.
Ingat orang yang sabar bukan orang yang pendiam.
Kesalahpahaman yang lain tentang kesabaran adalah kesabaran terkadang diidentikkan dengan kepasrahan tanpa usaha. Padahal kesabaran sejatinya adalah pengerahan usaha secara maksimal sampai mencapai atau mendekati puncaknya.
Kesabaran mempunyai beberapa dimensi, di antaranya;
Sabar dibutuhkan dalam melakukan ketaatan karena karena dalam ketaatan terdapat tantangan yang sangat besar, yaitu kejenuhan. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran untuk mengatasi kejenuhan.
Sabar dibutuhkan untuk menjauhi maksiat karena manusia mempunyai hawa nafsu yang cenderung mendorong kepada keburukan. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran untuk menghindari kemaksiatan
Musibah, sedikit atau banyak tentulah akan menimbulkan goncangan dalam jiwa. Maka dibutuhkan kesabaran untuk mampu memikul musibah dan menahan goncangan.
Begitu pentingnya kesabaran sehingga perintah bersabar lebih didahulukan daripada perintah shalat pada ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Terjemah:
Wahai orang-orang yang beriman! Mintalah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.
(QS al-Baqarah: 153)
Sebagian ulama membagi bentuk kesabaran menjadi dua macam, yaitu sabar jasmani dan sabar rohani. Sabar jasmani yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh. Adapun sabar rohani yaitu kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat mengantar kepada kejelekan, seperti sabar menahan amarah.
Beberapa contoh bentuk kesabaran yang diabadikan di dalam al-Qur’an adalah:
وَإِنْ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْكُمْ ءَامَنُوا بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ وَطَائِفَةٌ لَمْ يُؤْمِنُوا فَاصْبِرُوا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
Terjemah:
Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.
(QS al-A’raf: 87)
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Terjemah:
Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(QS al-Anfal: 46)
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Terjemah:
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
(Qs Thaha: 132)
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Terjemah:
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun".
(QS al-Baqarah: 155-156)
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
Terjemah:
Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.
(Qs al-Muzammil: 10)
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ
Terjemah:
Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
(QS al-Baqarah: 177)
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ ءَاثِمًا أَوْ كَفُورًا
Terjemah:
Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.
(QS al-Insan: 24)
Bagi orang yang sabar akan mendapatkan banyak keutamaan, selain akan selalu bersama dengan Allah swt. sebagaimana yang dijanjikan dalam ayat 153 surah al-Baqarah, juga akan mendapatkan keutamaan berikut:
قُلْ يَاعِبَادِ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Terjemah:
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
(QS az-Zumar: 10)
أُولَئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُمْ مَرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Terjemah:
Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan.
(QS al-Qashash: 54)
بَلَى إِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ ءَالَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ
Terjemah:
ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.
(QS Ali Imran: 125)
Berikut ini beberapa kiat yang bisa dilakukan agar bisa bersabar:
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
Terjemah:
Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
(Qs an-Nahl: 127)
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Terjemah:
"Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir".
(QS al-Baqarah: 250)
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Terjemah:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
(QS al-Kahfi: 28)
Mari kita menjadikan sabar sebagai wasiat di antara satu sama lain sebagaimana perintah Allah dalam ayat berikut:
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Terjemah:
Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
(QS al-Balad: 17)
Penulis :
Dr. H. Syahrir Nuhun, Lc, MTHI
Pengasuh Rubrik tanya Ustadz
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Soekarno pernah berucap "berikan kepadaku 10 orang pemuda maka aku akan goncangkan dunia". Apakah Soekarno berhasil menggoncangkan dunia? Iya meskipun masih ada tokoh lain yang lebih berhasil. Siapakah tokoh yang berhasil menggoncangkan dunia sampai sekarang meskipun telah wafat 14 abad yang lalu?
Dialah Rasulullah Muhammad SAW. Michael M. Hart yang menulis buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh Di Dunia meletakkan namanya pada urutan pertama. Dia penulis non muslim. Tapi dengan jujur dia menyampaikan alasannya "Muhammadlah tokoh yang berhasil secara material dan spiritual dalam kepemimpinannya".
Apa kelebihan kepemimpinan Muhammad SAW? Beliau tidak hanya memimpin tapi juga melahirkan pemimpin. Di sekitarnya banyak anak muda yang berprestasi luar biasa meskipun hanya anak seorang budak. Bilal bin Rabbah budak hitam dari Afrika di akhir hayatnya adalah seorang Gubernur yang setara dengan Presiden di era sekarang. Ada Usamah bin Zaid yang di usia 17 tahun telah menjadi panglima perang melawan tentara Romawi. Masih banyak lagi contoh lainnya selain sahabat utama seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman dan Ali bin Abi Thalib.
Apa rahasia kepemimpinan Rasulullah? Apa karakter yang dibangun dari para kader dan pengikut setianya? Kata kuncinya adalah pemimpin yang berjiwa melayani bukan dilayani. Ada empat karakter kunci yang dapat disingkat dalam kata STAF yaitu Shiddiq, Tabligh, Amanah dan Fathonah.
Shiddiq artinya benar yaitu akidahnya sesuai dengan Laa Ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah. Aqidah tauhid berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah. Hasilnya yaitu benar dalam ucapan dan perbuatan. Sesuai kata dan tindakan. Itulah jujur dan berintegritas.
Tabligh artinya komunikatif yaitu mampu mendengar aspirasi rakyat. Memahami jalan pikiran, permasalahan dan harapan rakyat. Tidak hanya itu. Juga mampu menyampaikan visi dan gagasannya sehingga rakyat yakin dengan program yang direncanakan. Rakyat yakin dia dapat memenuhi janjinya.
Amanah artinya professional yaitu mampu melaksanakan tugas dengan baik. Jika dikaitkan dengan program kerja maka apa yang direncanakannya dapat diwujudkan. Taro ada taro gau. Pemimpin yang memiliki tim dengan kemampuan eksekusi yang baik.
Fathonah artinya cerdas yaitu memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, antisipatif perkembangan zaman. Masalah yang ada dapat dicari solusinya dengan pemikiran yang logis, sistematis dan jelas.
STAF ini juga relevan dengan kata staff di tempat kerja yang biasanya bertugas melayani costumer dengan baik. Jadi semangat pemimpin berjiwa STAF adalah melayani anggotanya bukan pemimpin yang mau dilayani saja.
Pemimpin yang hanya mau dilayani dinamakan boss. Karakternya pun ada 4 diambil dari kata BOSS yaitu Bohong, Omong kosong, Sombong dan Serakah. Mari hindari karakter ini apalagi sebagai pemimpin. Dua tahun ke depan bangsa Indonesia akan memilih pemimpin tingkat kabupaten, kota, provinsi dan negara. Semoga banyak terpilih pemimpin berkarakter STAF bukan BOSS.
Penulis,
Syamril, S.T., M.Pd
Direktur Sekolah Islam Athirah
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Kejujuran
Kejujuran adalah pintu gerbang dari semua kebaikan. Sementara kebaikan adalah jalan menuju ketenangan hidup. Sebaliknya kebohongan akan mendatangkan kegelisahan jiwa dan menjerumuskan ke dalam perbuatan dosa. Berusahalah untuk selalu jujur dalam setiap perkataan dan perbuatan, meskipun akibatnya akan terasa sangat pahit. Jangan pernah mencoba untuk berbohong walau sekali, karena sekali engkau berbohong akan susah untuk melepaskan diri darinya. Satu kebohongan akan diikuti oleh kebohongan yang berikutnya untuk menutupi kebohongan yang pertama
Suatu ketika, saya bertanya kepada sekelompok anak-anak muda; “Apabila kelak kalian dihadapkan pada pilihan ketika hendak memilih jodoh antara pasangan hidup yang kaya, gagah, cerdas dan mapan dalam pekerjaannya, tapi sering berbohong dengan pasangan hidup yang miskin, kecerdasan biasa-biasa saja, penampilan standar dan belum punya pekerjaan tetap, namun sangat menjaga kejujuran, pasangan hidup mana yang akan kalian pilih?”.
Hampir semuanya memilih yang kedua, kecuali beberapa orang yang secara bercanda menjawab yang pertama, namun dengan cepat meralat kembali jawabannya dan beralih memilih yang kedua.
Orang tua, ketika memilih menantu juga akan lebih memilih menantu yang jujur meskipun memiliki banyak kekurangan, daripada menantu yang pembohong sekalipun mempunyai banyak kelebihan
Seorang atasan akan lebih memilih mempekerjakan orang yang jujur meskipun kurang cakap melakukan pekerjaannya daripada orang yang suka berbohong meskipun lebih terampil.
Masyarakat lebih suka pemimpin yang jujur, tampil apa adanya daripada pemimpin yang suka berbohong dan penuh dengan pencitraan.
Bahkan seorang pembohong pun akan lebih memilih sahabat yang jujur daripada yang pembohong seperti dirinya.
Semua orang merindukan kejujuran karena kejujuran merupakan salah satu akhlak yang paling mulia. Sebaliknya, tidak ada seorang pun yang menyukai kebohongan karena kebohongan merupakan salah satu akhlak yang tercela.
Nabi saw. sangat menekankan kepada umatnya untuk senantiasa jujur dan menjauhi kebohongan. Hal tersebut, di antaranya ditunjukkan dalam hadis berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Artinya:
Dari ‘Abdullah ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Hendaklah kalian jujur! Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan ke surga. Seseorang terus menerus jujur dan membiasakan kejujuran sehingga pada akhirnya ia akan dicatat disi Allah sebagai orang yang jujur. Jauhi kebohongan! Sesungguhnya kebohongan akan mengantarkan kepada dosa dan dosa akan menjerumuskan ke dalam neraka. Seseorang terus menerus berbohong dan membiasakan kebohongan sehingga pada akhirnya ia akan dicatat disi Allah sebagai seorang pembohong.
(HR. Muslim)
Hadis di atas menunjukkan bahwa kejujuran adalah induk dari kebaikan, sebaliknya kebohongan adalah induk dari keburukan.
Menurut sebagian ulama, kejujuran adalah kesesuaian antara berita dengan realita. Sebagian ulama menyatakan bahwa kejujuran adalah kesesuaian antara yang terlihat dengan yang tersembunyi antara yang nampak dengan yang dirahasiakan. Sebagian ulama menyatakan bahwa kejujuran adalah kesesuaian antara perbuatan dengan tuntutan perintah syariat.
Kejujuran akan memberikan manfaat, baik kepada orang yang jujur itu sendiri maupun kepada orang lain. Bagi orang yang jujur, hatinya akan menjadi tenang karena tidak ada yang perlu disembunyikan dan tidak ada kekhawatiran akan diketahui oleh orang lain.
Orang yang jujur juga akan senantiasa menularkan energi positif kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Oleh karena itulah, Allah swt. memerintahkan kepada orang yang bertaqwa agar senantiasa bersama dengan orang-orang yang jujur sebagaimana yang difirmankan dalam QS at-Taubah ayat 119, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan bersamalah orang-orang yang jujur”.
Dalam ayat di atas, Allah swt. memerintahkan dua hal kepada orang-orang yang beriman, yaitu bertakwa dan bersama orang-orang yang jujur. Hal ini menjadi indikasi bahwa ketakwaan yang ada di dalam hati akan melahirkan kejujuran pada ucapan dan perbuatan.
Kalau kejujuran mendatangkan ketenangan jiwa dan ketenteraman batin, maka sebaliknya kebohongan akan mendatangkan kegelisahan karena adanya ketakutan apabila yang disembunyikan akan diketahui oleh orang lain. Terkadang demi menutupi satu kebohongan, maka akan melakukan kebohongan yang berikutnya sehingga pada akhirnya akan semakin susah untuk keluar dari kebohongan.
Maka demi ketenangan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat, senantiasalah berkata dan berlaku jujur dan hindarilah kebohongan dengan sekuat tenaga.
Penulis :
Dr. Syahrir Nuhung,Lc, M.THI
Assalamu Alaikum Wr.Wb.
"Gunung dengan kekuatannya sanggup menghentikan goncangan bumi. Besi dengan kekuatannya sanggup mengeruk gunung. Api dengan kekuatannya sanggup melunakkan besi. Air dengan kekuatannya sanggup memadamkan api. Angin dengan kekuatannya sanggup membawa air kesana kemari. Namun manusia yang ikhlas jauh lebih kuat dibandingkan dengan makhluk apapun juga"
Seorang aktivis dakwah yang awalnya begitu semangat berdakwah, tiba-tiba kehilangan semangat ketika jamaahnya sudah tidak lagi antusias mendengarkan ceramahnya.
Seorang laki-laki yang tadinya sangat rajin shalat malam dan shalat dhuha atas pemintaan calon istrinya, mendadak menghentikan kebiasaannya tersebut setelah rencana pernikahan mereka gagal.
Di sisi lain, seorang perempuan yang bercerai dari suaminya, tiba-tiba saja mengambil keputusan untuk melepaskan hijabnya. Awalnya memang dia tidak berhijab, namun setelah menikah atas permintaan suaminya, ia kemudian mengenakan hijab. Begitu bercerai, hijabnya kemudian dilepas kembali
Ada lagi seorang gadis muda yang tiba-tiba berubah menjadi begitu liar di media sosial, padahal sebelumnya ia sangat jarang berinteraksi di media sosial, kecuali untuk hal-hal sangat penting. Itupun dilakukan dengan bahasa yang sangat santun karena menjaga perasaan laki-laki yang dicintainya. Namun setelah hubungan mereka kandas, kekecewaan dan kemarahannya dilampiaskan secara membabi buta di media sosial.
Ada juga seorang pegawai yang tadinya sangat disiplin karena ketegasan atasannya, tiba-tiba berubah menjadi sering terlambat masuk dan pulang cepat setelah atasannya dimutasi.
Mengapa semua itu terjadi?
Kemana perginya semangat, kesalehan, hijab, kesantunan dan kedisiplinan itu?
Mengapa semuanya begitu mudah berubah?
Jawabannya adalah semua itu terjadi karena mereka melakukannya dengan alasan manusia, bukan karena Allah SWT. Sederhananya, mereka tidak Ikhlas.
Ikhlas merupakan kata yang sangat mudah diucapkan, namun dalam prakteknya sangat susah untuk diamalkan. Secara bahasa, ikhlas mengandung arti hilangnya campuran yang terdapat pada suatu benda atau yang menyatu dengannya, padahal pada mulanya campuran tersebut menyatu dengan benda asalnya.
Ikhlas merupakan ruh dari amal yang dilakukan oleh seseorang. Tanpa keikhlasan, maka amal hanya akan menjadi seperti badan tanpa ruh.
Keikhlasan tidak hanya dituntut dalam pelaksanaan ibadah, tetapi juga dalam muamalah. Allah SWT. Dalam mensyariatkan segala sesuatu, baik yang menyangkut ibadah, maupun muamalah, memiliki dua tujuan, yaitu tujuan utama dan tujuan tambahan. Tujuan utama dari pelaksanaan syariat adalah penghambaan kepada Allah SWT. Meskipun demikian, terdapat tujuan tambahan selain tujuan utama tersebut. Maka apabila ada seseorang yang melakukan suatu ibadah atau muamalah dengan mengharapkan tujuan tambahan, maka dia tetap dikategorikan ikhlas selama tujuan utamanya adalah penghambaan kepada Allah SWT.
Berdasarkan hal tersebut, maka keikhlasan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan:
Tingkatan tertinggi, yaitu mereka yang beribadah semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
Tingkatan kedua, yaitu mereka yang beribadah selain untuk mendapatkan ridha Allah SWT, juga menghendaki balasan di akhirat, semisal terhindar dari api neraka dan ingin masuk surga.
Tingkatan ketiga, yaitu mereka yang beribadah selain untuk mendapatkan ridha Allah SWT., menghendaki balasan di akhirat, juga menghendaki balasan di dunia yang merupakan tujuan tambahan dari ibadah atau muamalah tersebut.
Sebagai contoh dalam pelaksanaan shalat malam. Keikhlasan yang tertinggi yaitu mereka yang shalat semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Keikhlasan tingkat kedua yaitu mereka yang shalat, selain mengharapkan ridha Allah, juga menginginkan derajat yang tinggi di surga. Adapun keikhlasan yang terendah, yaitu mereka yang shalat malam, selain dengan dua tujuan di atas, juga menghendaki tujuan dunia misalnya dijauhkan dari penyakit.
Dengan keikhlasan, Allah SWT. akan memberikan kekuatan yang luar biasa. Perhatikanlah hadis berikut :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الأَرْضَ جَعَلَتْ تَمِيدُ فَخَلَقَ الْجِبَالَ فَعَادَ بِهَا عَلَيْهَا فَاسْتَقَرَّتْ فَعَجِبَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ شِدَّةِ الْجِبَالِ قَالُوا يَا رَبِّ هَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَىْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْجِبَالِ قَالَ نَعَمِ الْحَدِيدُ . قَالُوا يَا رَبِّ فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَىْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْحَدِيدِ قَالَ نَعَمِ النَّارُ. فَقَالُوا يَا رَبِّ فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَىْءٌ أَشَدُّ مِنَ النَّارِ قَالَ نَعَمِ الْمَاءُ. قَالُوا يَا رَبِّ فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَىْءٌ أَشَدُّ مِنَ الْمَاءِ قَالَ نَعَمْ الرِّيحُ قَالُوا يَا رَبِّ فَهَلْ مِنْ خَلْقِكَ شَىْءٌ أَشَدُّ مِنَ الرِّيحِ قَالَ نَعَمِ ابْنُ آدَمَ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ بِيَمِينِهِ يُخْفِيهَا مِنْ شِمَالِهِ ».
Dari Anas bin Malik dari Nabi saw, beliau bersabda: “Ketika Allah menciptakan bumi, ia bergoncang, maka Allah menciptakan gunung sehingga bumi kembali kepada keadaannya semula yang stabil. Malaikat merasa kagum dengan kekuatan gunung, lalu bertanya: “Wahai Tuhan! Adakah di antara ciptaan-Mu yang lebih kuat daripada gunung?”, (Allah menjawab): “Ya, besi”. Mereka bertanya: “Adakah di antara ciptaan-Mu yang lebih kuat daripada besi?”, (Allah menjawab): “Ya, api”. Mereka bertanya: “Adakah di antara ciptaan-Mu yang lebih kuat daripada api?”, (Allah menjawab): “Ya, air”. Mereka bertanya: “Adakah di antara ciptaan-Mu yang lebih kuat daripada air?”, (Allah menjawab): “Ya, angin”. Mereka bertanya: “Adakah di antara ciptaan-Mu yang lebih kuat daripada angin?”, (Allah menjawab): “Ya, anak Adam, apabila ia bersedekah dengan tangan kanannya dan menyembunyikannya dari tangan kirinya”.
(HR. at-Turmudzi)
Hadis di atas menunjukkan bahwa orang yang ikhlas akan menjadi jauh lebih kuat dibandingkan dengan makhluk apapun juga. Lebih kuat dibandingkan dengan gunung yang dengan kekuatannya sanggup menghentikan goncangan bumi. Lebih kuat dibandingkan dengan besi yang dengan kekuatannya sanggup mengeruk gunung. Lebih kuat dibandingkan dengan api yang dengan kekuatannya sanggup melunakkan besi. Lebih kuat dibandingkan air yang dengan kekuatannya sanggup memadamkan api. Lebih kuat dibandingkan dengan angin yang dengan kekuatannya sanggup membawa air kesana kemari. Pendeknya, dia akan menjadi lebih kuat dibandingkan dengan makhluk apapun juga.
Orang yang ikhlas akan menjadi orang yang sangat kuat karena orang yang ikhlas sandarannya adalah Yang Maha Kuat dan Maha Perkasa, Allah SWT.
Penulis : Dr. H. Syahrir Nuhung, Lc, M.THI